BMKG juga sempat berdalih perihal pernyataannya soal gelombang pasang. BMKG mencoba mencari pembenaran dengan menjelaskan bahwa ada aktivitas vulkanik Gunung Krakatau yang menyebabkan tremor sehingga memicu kemunculan gelombang tersebut, juga ada sebuah erupsi yang dimuntahkan Gunung Krakatau sehingga memicu permukaan air laut naik, sehingga menimbulkan Tsunami.
Ada atau tidaknya aktivitas seismik, ketika air laut pasang dan muncul gelombang dalam volume yang besar, BMKG harusnya langsung memberi peringatan terhadap masyarakat. Bukan menyuruh masyarakat tetap tenang dan memasang emoticon "cool".
Ini karena tsunami memang tidak dapat diprediksi dengan tepat. Tsunami yang terjadi karena longsoran/guguran material misalnya, tidak ada parameter untuk memprediksinya. Berbeda apabila sebelumnya terjadi gempa yang aktivitas seismiknya bisa diketahui.
Terlepas dari kesalahan yang sudah dilakukan, BMKG harus segera membenahi diri. Jangan sampai BMKG kemudian diolok-olok dengan istilah "Bikin Masyarakat Kebingungan dan Gelisah"Â karena kekeliruan informasi yang disampaikan.
Memang, salah satu penyebab kesalahan prediksi dari BMKG adalah banyaknya peralatan peringatan dini yang mereka miliki rusak atau hilang dicuri orang. Tapi ini juga tidak bisa dijadikan sebuah pembenaran. Jika sudah tahu ada banyak alarm peringatan yang rusak dan hilang, BMKG harus secepatnya mengganti.
Selain itu, BMKG juga harus memperbaiki diri dalam pola komunikasi ke masyarakat umum. BMKG adalah satu-satunya sumber informasi peringatan bencana alam yang valid, yang paling dipercaya masyarakat. Jika memang prediksi mereka masih meragukan, jangan langsung menyatakan aman. Tetaplah meminta masyarakat untuk waspada. Ini jauh lebih bijak dan lebih baik, daripada sok percaya diri dan memasang tampang cool.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H