Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Cerita tentang Ibu Habibah dan "Politik Emak-emak"

22 Desember 2018   11:04 Diperbarui: 25 Desember 2018   10:03 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu minggu ini, sebuah video menjadi viral di media sosial Facebook dan Whatsapp Group (WAG). Video itu memperlihatkan seorang Ibu yang tengah berdiri di depan rumah besar di pinggir jalan raya. Sesekali, ibu ini mengacungkan gestur salam dua jari pada setiap pengendara yang lewat.

Di belakangnya, terlihat dua baliho besar berukuran 4x4 meter berupa poster pasangan capres Prabowo-Sandi dan poster Habib Rizieq Shihab. Dari narasi video yang diviralkan di medsos tersebut,  diketahui ibu tersebut bernama Habibah, istri dari salah seorang dokter spesialis bedah syaraf terkemuka di kota Semarang.

Ia dikenal sebagai aktivis pendidikan. Ibu Habibah dan suaminya dikenal warga sebagai pasangan suami istri yang dermawan. Mereka berdua menghibahkan satu rumahnya di tengah kota Semarang untuk dipakai sebagai lokasi Taman Pendidikan Al Qur'an.

Beberapa waktu lalu, Ibu Habibah memasang spanduk dukungan untuk capres Prabowo-Sandi. Tiba-tiba saja spanduk yang dipasangnya tersebut dicopot oleh petugas Satpol PP Kota Semarang. Tidak dijelaskan alasan pencopotannya, apakah karena melanggar ruang publik, belum berizin atau ada sebab lainnya.

Ibu Habibah lalu mengajukan protes, tapi tidak ditanggapi. Selang beberapa hari karena merasa protesnya tidak dihiraukan, Ibu Habibah lalu memasang 2 baliho besar didepan rumahnya yang besar di Jalan Dr. Sutomo nomor 53 Semarang. Sejak baliho itu dipasang, Ibu Habibah kerap terlihat berdiri di depan rumahnya, menyosialisasikan pilihan politiknya tersebut pada setiap pengendara yang lewat.

"Saya pasang di depan rumah. Saya juga sosialisasi ke masyarakat untuk memilih nomor 2, tanggapan masyarakat juga bagus," ujar Habibah, saat ditemui Kompas di kediamannya, Jumat (21/12/2018).

Habibah mengatakan, ia memasang baliho di depan rumahnya karena tidak ingin ada pihak lain yang mencopotnya. Sebagai relawan, ia fokus untuk membantu pemenangan pasangan nomor dua.

"Di Jalan Katamso Nomor 30 itu tempat kumpul emak-emak Srikandi merah putih. MMT (spanduk) kami di depan pagar dicopot. Padahal, kecil saja diambil," tambah Ibu Habibah.

Ibu Habibah adalah satu contoh kecil bahwa kaum Ibu-ibu sekarang sudah mulai sadar politik. Domain yang dulunya dikuasai kaum pria, saat ini sudah terpapar energi politik Emak-emak. Mereka ingin berperan aktif menentukan sendiri kemana arah pilihan politiknya.

Emak-emak sekarang seolah menjadi magnet. Cawapres Sandiaga Uno menyadari hal tersebut. Sejak pertama, Sandi langsung mengarahkan serangan kampanyenya ke jantung rumah tangga, para emak-emak itu.

Isu tempe setipis kartu ATM, uang seratus ribu bisa dapat apa, hingga blusukan ke pasar-pasar tradisional. Foto-foto Sandi yang disambut dengan histeris oleh emak-emak menghiasi linimasa media.

Sandi sadar, para Emak lah yang mengerti langsung isu ekonomi rumah tangga yang menjadi bahan kampanyenya. Bukan para bapak, apalagi anak-anak muda yang tahunya hanya tempat-tempat instagrammable saja.

Kubu petahana pun tak mau kalah. Merasa didahului Sandi, Jokowi kemudian berusaha mempopulerkan istilah Ibu Bangsa. Sayangnya, para Ibu sudah terlanjur lebih familiar dengan istilah Emak-emak. Lebih merakyat dan lebih lekat di hati.

Kubu petahana seolah terbawa arus strategi kampanye Sandi. Tempe setipis ATM dilawan dengan memborong tempe setebal kardus. Isu seratus ribu bisa dapat apa dilawan dengan video-video Ibu Bangsa yang berbelanja langsung. Sayangnya, malah menjadi blunder dan ditertawakan netizen karena tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Bukannya ini bentuk eksploitasi politik?

Belum ada survei yang menjawab pertanyaan tersebut. Apakah para Emak dan Ibu Bangsa itu merasa hanya dijadikan bahan jualan saja?

Tapi menilik apa yang dilakukan Ibu Habibah, Emak-emak tidak merasa dieksploitasi. Mereka seolah menyadari peran penting kaum Ibu dalam percaturan politik nasional. Mereka tidak ingin lagi disetir dalam menentukan pilihan politiknya oleh kaum bapak.

Memang secara faktual kiprah Ibu-ibu di parlemen maupun di pemerintahan masih belum sebanding dan dirasakan belum mewakili. Kita bisa melihatnya dari komposisi anggota DPR maupun pejabat di Kementerian dan lembaga lainnya.

Strategi kampanye politik Emak-emak yang dilakukan dua kandidat pasangan capres-cawapres setidaknya membuka mata kita, bahwa suara kaum ibu itu semakin lama semakin berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun