Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerbung | Engkaulah Puisiku (4)

2 Desember 2018   09:34 Diperbarui: 2 Desember 2018   10:07 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
desain pribadi dari Canva

Cerita sebelumnya

***

Rayhan membuang kertas post it yang tadi dipungutnya ke tempat sampah dekat meja printer. Penuh dengan berbagai potongan dan lembaran kertas yang tak terpakai. Matanya yang tajam sekilas melihat ada sebuah lembaran kertas HVS kumal yang menarik perhatiannya.

Diambilnya kertas tersebut, ada tulisan tangan di atasnya.

Terkadang, kamu hanya butuh jatuh cinta lagi. Namun adakalanya beberapa hati telah terlanjur
berserakan, pemiliknya sudah terlalu lelah, tak lagi sanggup bahkan tuk sekedar mencari cinta
yang baru.

Rayhan menoleh ke arah meja Mita. Dilihatnya gadis centil itu sedang mengetikkan sesuatu di layar smartphonenya. Apa ini tulisan Mita? Dia tidak tahu karena memang tidak pernah melihat tulisan tangan Mita. Seandainya ini tulisan Mita, berarti bukan Mita yang mengirim rangkaian puisi misterius itu. Karena bentuk tulisannya berbeda! Meski menurut Rayhan bahasa puisinya mirip.

Dan jika bukan Mita, siapa yang menulis bait puisi pendek ini? Setahu Rayhan, ada 2 karyawan perempuan lain di tim Marketing selain Mita. Rayhan merasa semakin bingung memikirkan hal ini. Ah sudahlah. Biar nanti waktu yang akan menjawabnya sendiri, kata Rayhan dalam hati. Dilipatnya lembar kertas berisi puisi itu lalu dikantonginya. Rayhan ingin membandingkan tulisan tangan di kertas yang baru ditemukannya itu dengan puisi-puisi lain yang ditulis di kertas post it.

Rayhan lalu memeriksa printer yang kata Mita macet. Lampu indikatornya menyala berkedip-kedip, sementara di layar LCD yang kecil tertera paper jam. Rayhan lalu membuka bagian depan printer. Tak ada kertas disana. Berarti ada secuil kertas yang tersangkut di dalam. Mungkin tadi saat macet ada yang menarik paksa, sehingga potongan kertasnya masih ada yang tertinggal di dalam printer.

Dering telpon tiba-tiba menggema di ruang marketing yang sunyi. Terdengar suara Mita menyahut si penelpon, "Mitra Aksara Selamat Pagi, dengan Mita bisa dibantu?"

Sambutan khas yang wajib diucapkan setiap karyawan kantor jika menerima telpon dari luar.

"Oh Bu Indri. Ada Bu, sedang memperbaiki printer yang macet," kata Mita menjawab si penelpon yang ternyata Bu Indri.

"Baik Bu, nanti saya sampaikan," kata Mita menutup pembicaraan.

Rayhan, yang sudah selesai memperbaiki printer melangkah kembali ke meja Mita.

"Ada kertas yang nyantol di dalam printer. Sekarang udah bisa kamu pakai ngeprint," kata Rayhan.

"Makasih Pak Ray,"

"Udah ya, aku balik dulu ke ruanganku," kata Rayhan berpamitan.

"Eh, Pak Ray. Tadi Bu Indri nelpon, nyari Pak Ray. Suruh menghadap sebentar ke ruangannya."

"Ok, aku mampir kesana."

"Pak Ray...." Mita memanggil pelan.

"Ada apa lagi nona?" kata Rayhan tersenyum. Mita seperti ragu-ragu hendak mengucap sesuatu pada Rayhan.

"Nanti malam Pak Ray ada acara?" tanya Mita. Matanya menunduk, tak berani menatap langsung pada Rayhan.

Rayhan mendesah. Dia tidak biasa menerima pertanyaan seperti itu dari seorang perempuan. Dia juga heran, ada apa dibalik pertanyaan Mita itu.

"Nggak ada sih, kenapa?" kata Rayhan.

"Boleh nggak Mita minta Pak Ray nemenin Mita makan nanti malam. Ada sesuatu yang ingin Mita bicarakan sama Pak Ray," kata Mita. Matanya masih menunduk malu.

"Tapi kalau Pak Ray sibuk, gak usah juga nggak apa-apa," kata Mita buru-buru menambahkan.

Rayhan merasa serba salah. Ditolak, dia merasa tidak enak dengan Mita. Kalau diterima, dia takut ada gosip-gosip liar di kantornya. Tapi, Rayhan juga merasa penasaran, apa yang hendak dibicarakan Mita dengan dirinya. Apakah ada kaitannya dengan puisi-puisi misterius yang diterimanya?

"Tumben ngajak makan malam. Lagi dapat rejeki nomplok ya?," kata Rayhan mencoba mencairkan suasana kaku yang terjadi.

"Nggak kok Pak. Mita cuma ingin minta pendapat Pak Ray tentang sesuatu," jawab Mita sambil mencoba tersenyum.

"Cuma saya saja yang diajak? Entar ada yang marah loh," kata Rayhan menggoda.

"Nggak pak. Nggak ada yang marah kok. Memang siapa yang mau marah?" kata Mita. Nada suaranya sudah kembali normal.

"Kali aja ada yang marah, hehehe. Ya sudah. Tapi habis Isya' aja ya. Memangnya mau makan malam dimana?" tanya Rayhan. Dia akhirnya lebih memilih menerima ajakan Mita. Rasa penasarannya mengalahkan rasa khawatir bila nanti ada yang tahu dan timbul gosip-gosip yang tidak menyenangkan.

"Di PH aja pak, yang dekat tempat kost saya, daerah Ciliwung," jawab Mita. Matanya terlihat berbinar mendengar Rayhan menyanggupi permintaannya.

"Jam 7 malam ya, Insyaallah nanti saya kesana. Sudah ya Mit, saya mau ke ruang Bu Indri, Assalamualaikum" kata Rayhan berpamitan.

"Waalaikumsalam, makasih Pak Ray," kata Mita. Pandangannya mengikuti langkah kaki Rayhan yang berjalan keluar ruangan.

***

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, masuk."

Rayhan membuka pintu kantor Bu Indri.

"Bu Indri tadi mencari saya?" tanya Rayhan di ambang pintu.

"Oh, Pak Rayhan. Iya pak, saya perlu bantuannya nih. Silahkan duduk dulu, sebentar ya," kata Bu Indri sambil menunjuk kursi yang ada di depan mejanya.

Sejak Bu Indri menjadi Manager GA, Rayhan belum pernah masuk ke ruang kantornya. Biasanya, Bu Indri yang datang ke ruang IT bila ada inventaris IT kantor yang perlu dibenarkan atau bila kantor memerlukan pembelian barang-barang IT yang baru.

Ruangan itu tertata rapi, tidak seperti ruang kerja Rayhan yang sempit dan berantakan. Wangi parfum ruangan menyebar, membuat Rayhan yang melangkah masuk menjadi tambah grogi. Ah, kenapa sih dengan diriku ini, tanya Rayhan dalam hati.

Rayhan duduk di kursi depan meja Bu Indri. Matanya tak berani menatap langsung pada wanita berwajah anggun di depannya itu. Bu Indri sedang menulis sesuatu di buku catatan. Sebuah laptop yang terbuka di depannya menghalangi pandangan Rayhan.

Rayhan melihat tak ada sentuhan pribadi di meja Bu Indri. Tidak seperti Bu Wulan dulu yang mejanya penuh dengan foto-foto anak dan keluarganya. Di meja Bu Indri, hanya ada kalender meja, sebuah hiasan pendulum berisi 4 bola metal, dan sisanya tumpukan kertas-kertas laporan dan buku catatan.

"Maaf menunggu Pak Ray," suara Bu Indri mengagetkan Rayhan yang tengah menilai seperti apa kepribadian perempuan cantik di depannya ini.

"Nggak apa-apa Bu," kata Rayhan sambil tersenyum semanis mungkin.

"Ini loh Pak Ray, file-file saya di laptop nggak bisa dibuka. Yang Word sama Excell. Padahal kemarin masih bisa saya buka. Aduh, mana semua laporan kantor ada disitu," kata Bu Indri. Raut kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya.

"Mungkin kena virus Bu. Boleh saya lihat sebentar?"

Bu Indri kemudian menggeser laptopnya menghadap Rayhan. Rayhan perlahan mendekat. Aroma parfum lembut yang tadi diciumnya di pantry menyeruak kembali.

Laptop Bu Indri membuka di sebuah folder yang berisi banyak file Word dan Excel. Rayhan melihat file-file Word dan Excell-nya terduplikasi menjadi file bernama sama, tapi tanpa ekstensi.

"Kena virus ini Bu Indri. File-nya digandakan. Jadi file aslinya nggak bisa dibuka," kata Rayhan.

"Aduh, terus gimana Pak Ray? Bisa dikembalikan nggak?" tanya Bu Indri khawatir.

"Saya coba bersihkan dulu Bu. Mudah-mudahan file aslinya bisa diselamatkan. Boleh saya bawa laptopnya?"

"Silahkan. Kira-kira bisa selesai hari ini?"

"Saya usahakan Bu Indri, tapi saya nggak berani janji. Kalau belum selesai, nanti saya kerjakan di rumah biar besok bisa dipakai Bu Indri lagi," kata Rayhan menjelaskan dengan sabar. Ditutupnya laptop Bu Indri, kemudian Rayhan berdiri hendak berpamitan.

"Kalau begitu saya permisi dulu Bu Indri." Rayhan lalu melangkah keluar. Saat mencapai pintu, terdengar suara Bu Indri memanggilnya.

"Pak Ray...."

Rayhan menoleh. Dilihatnya wajah Bu Indri penuh kekhawatiran. Rayhan mengira itu karena file-file penting yang ada di laptop terkena virus dan mungkin tidak bisa diselamatkan.

"Iya Bu Indri?"

Sejenak, keduanya terdiam dan saling memandang. Sebuah desir aneh mendadak mampir di hati Rayhan. Dalam hati Rayhan mengeluh, "Ya Allah, sampai kapan aku tersiksa harus memandang wajah nan indah itu?"

Perlahan Bu Indri menundukkan wajahnya. Rona merah mulai merambat di pipinya.

"Nggak apa-apa. Cuma....usahakan file-file yang ada di laptop bisa dibuka kembali."

"Jangan khawatir Bu. Saya usahakan betul," kata Rayhan menenangkan.

"Permisi Bu Indri, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Bu Indri bersamaan dengan keluarnya Rayhan dari ruang kerjanya.

***

Di ruang IT, Rayhan mendapati sahabatnya Faisal sudah hampir selesai memperbaiki komputer CS. Disapanya sebentar sebelum dirinya duduk di ruang kerjanya. Dibukanya laptop Bu Indri yang tadi masih dalam keadaan menyala.

Kemudian Rayhan mengambil sebuah flashdisk dari tas kerjanya. Flashdisk itu berisi macam-macam antivirus portabel yang bisa diaktifkan tanpa harus diinstal dulu. Serta sebuah software untuk booting. Dicolokkannya flashdisk, lalu Rayhan menyalakan ulang laptop Bu Indri. Sebelum masuk menu Windows, Rayhan mengarahkan laptop supaya booting dari flashdisk. Ini untuk mencegah flashdisk Rayhan tertular virus dari laptop Bu Indri.

Setelah masuk Windows, Rayhan membuka sebuah antivirus dari flashdisknya dan memindai seluruh isi laptop. Sebentar saja, alarm notifikasi antivirus berulangkali menyala. Semua file Word dan Excell di laptop itu ternyata sudah terinfeksi. Perhatian Rayhan terusik ketika alarm antivirus itu menunjukkan nama sebuah file Word yang terkena virus. File itu bernama Engkaulah Puisiku.docx.

***

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun