Puisi itu menyapa lagi.
Rayhan  mengambil kertas post it yang diselipkan di bawah sebuah buku di meja kerjanya dalam keadaan terlipat rapi.
"Dulu sunyi tak pernah sesunyi ini. Bahkan tuk sekedar menyapa kau yang barangkali ku sebut sebagai cinta sungguh ku pun tak kuasa."
Ditulis dengan tinta merah, seperti 2 puisi lain yang sudah diterimanya dalam satu bulan ini.
***
Pertama kali menerimanya, Rayhan mengira itu ulah iseng Faisal, sobat kentalnya di bagian IT yang memang kerap ngerjain dirinya.
"Sal, kamu yang nyelipin ini?" tanya Rayhan sambil menyodorkan sebuah kertas post it. Kertas bertuliskan puisi itu didapatnya dari meja kerjanya. Ditempel dengan posisi tulisan menghadap ke bawah.
Faisal yang tengah sibuk dengan laptopnya menatap Rayhan. Diambilnya kertas itu dan dibacanya.
"Kepada sunyi, seribu puisi pun bisa kuberi. Namun kepada yang disukai, semua kata-kata seolah terkunci, yang tersisa hanya debar hati yang tak terkendali."
 Sejenak kemudian, cengiran usil muncul di wajahnya.
"Ciee, dapat puisi romantis. Ada penggemar rahasia di kantor ini rupanya. Siapa nih secret admirernya?"
"Anjrit kau Sal. Beneran nih, kamu yang nyelipin ini?"
Faisal malah tertawa ngakak.
"Ngapain aku nulis puisi romantis ke kamu? Memangnya aku hombreng apa? Tessa kali Ray, hahaha."
Tessa yang dimaksud Faisal adalah karyawan baru di bagian IT. Satu-satunya wanita dari 4 orang karyawan di departemen IT yang dikepalai Rayhan. Gadis manis yang berpembawaan serius. Dan sedingin salju, kata Faisal.
Saat baru masuk, Rayhan lah yang membimbing Tessa dan mengenalkannya dengan seluk beluk IT perusahaan. Karena itulah dia lebih akrab dengan Rayhan dibanding 2 karyawan lainnya, Faisal dan Ibad.
Rayhan menggelengkan kepala menampik dugaan Faisal.
"Gak lah. Mana mungkin si Tessa," kata Rayhan dengan nada ragu.
"Ya siapa lagi Ray. Kan cuma dia pemanis di ruangan kita ini, hahahaha," kata Faisal masih tertawa.
Apa iya si Tessa? Dalam hati Rayhan membenarkan perkataan Faisal. Cuma Tessa satu-satunya perempuan yang ada di Departemen IT. Cuma Tessa yang bisa keluar masuk ruangan IT. Karyawan kantor yang lain jarang, kalau dibilang malah belum pernah Rayhan menjumpai ada karyawan departemen lain yang ujug-ujug masuk ke ruang IT. Kecuali beberapa manajer departemen lain yang biasanya ada keperluan langsung dengan Rayhan.
***
Saat masa pra kerja, Tessa memang dekat dengan Rayhan yang bertindak sebagai mentor. Hanya dengan Rayhan lah Tessa bisa bercanda lepas. Kepada Faisal atau Ibad, dua rekan Rayhan lainnya, Tessa terlihat menjaga jarak. Hanya sapaan-sapaan resmi yang keluar dari bibirnya. Jarang sekali Rayhan melihat Tessa berbincang santai dan lepas dengan Ibad. Padahal dua orang ini sering masuk dalam shift kerja yang sama. Sampai si Faisal protes ke Rayhan.
"Sekali-sekali mbok iya aku yang shift bareng Tessa, Ray. Masak si Ibad terus. Keenakan banget tuh anak."
Rayhan menurut. Dipindahnya Faisal ke shift malam menemani Tessa. Baru satu putaran shift Faisal langsung meminta pindah lagi.
"Dewi Salju dia Ray. Masak aku dicuekin begitu saja. Cuma menyapa 'Sore mas Faisal'. Habis itu dia sibuk dengan laptopnya sendiri. Heran aku, si Ibad kok bisa tahan ya."
Meski sedikit setuju dengan dugaan Faisal yang mengira Tessa penulis puisi tersebut, Rayhan tidak ingin bertanya langsung pada Tessa. Dia masih curiga puisi itu berasal dari Faisal yang hendak mengerjainya, meski Faisal sendiri tidak mengakui.
Rayhan kemudian melupakan begitu saja kemunculan kertas puisi yang pertama itu. Namun ketika muncul lagi puisi kedua, Rayhan mulai menganggap serius omongan Faisal. Apa benar ada penggemar rahasia dirinya di kantor ini?
***
Puisi yang kedua itu ditemukan Rayhan di tempat yang benar-benar tidak pernah disangkanya. Sepatu kerja!Â
Ketika itu Rayhan selesai sholat dhuhur di ruang musholla kantor. Saat hendak memakai sepatunya, Rayhan melihat ada secarik kertas post it kuning di dalam sepatu sebelah kanan. Terselip diantara kaus kaki di dalamnya.
"Hujan tak juga reda. Seseorang yang biasa kusebut 'aku' saat berbicara denganmu, sedang melamun di balik jendela. Berharap kau menyapa, sebelum rindunya kadaluarsa."
Rayhan menengok sekelilingnya. Di dalam ruang musholla, tinggal beberapa karyawan pria saja yang sedang menyelesaikan sholat. Rayhan mencoba mengingat, siapa saja karyawan perempuan yang tadi sholat berbarengan dirinya. Ada Bu Indri, manager GA, Mita si centil dari Marketing, dan beberapa karyawan perempuan lain yang kurang dikenal Rayhan dari bagian Customer Service. Bisa saja salah seorang diantara mereka yang menyelipkan pesan puisi itu. Yang jelas bukan ulah iseng Faisal karena saat itu dia masuk shift sore, gantian dengan Tessa.
Lagi-lagi nama Tessa yang muncul. Ah, apa mungkin benar si Tessa? Kali ini hati kecil Rayhan condong dengan dugaan Faisal dulu. Dikantonginya kertas puisi itu. Sekali ini dia ingin bertanya langsung pada Tessa.
Rayhan melirik jam tangannya, sudah hampir pukul 1 siang. Dirinya lalu melangkah menuju ruang kerjanya. Di ruang IT, dilihatnya Tessa tengah asyik membaca sesuatu di layar laptopnya. Sebuah kotak bekal makan siang dan tumbler minuman terlihat sudah hampir habis. Tessa memang jarang makan siang bersama di pantry. Terlalu ramai, katanya dulu saat minta ijin membawa bekal makanannya ke ruang kerja. Dihampirinya meja kerja Tessa.
"Udah makan siang, Tess?" tanya Rayhan.
Sedikit kaget, Tessa menoleh ke Rayhan.
"Ups. Mas Rayhan bikin kaget aja. Udah Mas," kata Tessa sambil menyibakkan baju kerjanya yang terkena tetasan air. Sebaris senyum tersungging di bibirnya.
"Maaf Mas, ketumpahan dikit. Mas Rayhan udah makan?"
"Lagi puasa Tess," jawab Rayhan.
Dirogohnya saku celana. Tangan Rayhan menjumput kertas puisi yang tadi dikantonginya. Mendadak, diturunkannya kembali. Dalam hati, Rayhan bingung bagaimana seharusnya dia bertanya.
"Tess, apa benar kamu yang mengirim kertas puisi ini?"
Bahkan di dalam kepalanya pun pertanyaan itu terdengar konyol.
Kalau memang iya terus bagaimana? Kalau tidak, dia sendiri yang malu. Tidak ada bukti apapun yang mendukung dugaannya itu. Kalau memang benar Tessa yang menyelipkan kertas puisi itu, Rayhan mestinya bisa melihat kesan gugup di wajah Tessa.
"Ada apa Mas? Kok bengong gitu?" tanya Tessa.
Gelagapan dengan wajah sedikit memerah, Rayhan menggelengkan kepala.
"Nggak. Gak ada apa-apa kok Tess."
Perlahan, Rayhan menuju meja kerjanya. Bukan Tessa. Kali ini Rayhan meyakinkan dirinya sendiri.
***
Bersambung...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI