Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memperingati Maulid Nabi sebagai Wujud Syukur Atas Nikmat Kelahiran Rasulullah SAW

20 November 2018   09:51 Diperbarui: 21 November 2018   07:16 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa hafalkah kita dengan kisah hidup Rasulullah SAW?

Beberapa waktu yang lalu, saya terkejut ketika memeriksa hasil ujian agama anak saya yang saat itu duduk di kelas 2 SD. Ada satu pertanyaan sederhana yang semestinya bisa dia jawab, tapi ternyata salah: Siapa nama kakek Nabi Muhammad SAW? Di lembar jawaban, ditulisnya Abu Thalib.

Saya lalu bertanya, "Kak, masa nama kakek Nabi Muhammad saja tidak tahu?"

Anak saya hanya terdiam tidak menjawab.

"Coba diingat-ingat lagi, siapa nama kakek Nabi Muhammad?"

Si kecil masih juga terdiam, keningnya berkerut seolah sedang berpikir keras.

Saya kemudian berkata, "Kalau masih tidak ingat, nyanyikan lagu Kisah Sang Rasul."

Dengan lirih, anak saya lalu bersenandung.

"Abdullah nama Bapaknya, Aminah Ibundanya, Abdul Muthalib kakeknya...."

Tepat di lirik tersebut, saya menyela nyanyiannya.

"Nah, sudah ingat siapa nama kakek Nabi Muhammad?"

"Abdul Muthalib pak," kata anak saya dengan senyum puas.

Begitulah, mungkin tak hanya anak saya saja yang kesulitan mengingat riwayat hidup Rasulullah SAW. Orang tua pun kadangkala tak bisa mengingat bagaimana cerita tentang masa kecil Nabi Muhammad, siapa saja keluarga atau sahabat dekatnya.

Dalam ilmu psikologi pendidikan, kita mengenal istilah mnemonic, yakni perangkat untuk membantu mengingat fakta atau sejumlah besar informasi. Ini bisa berupa lagu, rima, akronim, gambar, atau frasa untuk membantu mengingat daftar fakta dalam urutan tertentu.

Dewasa ini, industri musik kita didominasi oleh lagu-lagu dewasa. Tak ada lagi lagu anak-anak yang mendidik, dan bisa dijadikan alat pembelajaran bagi mereka. Apalagi lagu anak yang bertemakan agama. Dulu, ada Dhe Ananda yang mengajarkan anak-anak kita cara mengingat nama-nama Nabi lewat lagu 25 Nabi.

Tiga tahun yang lalu, sebuah lagu yang berjudul Kisah Sang Rasul menjadi viral. Lagu ini diciptakan oleh Habib Syech Abdul Qadir Assegaf. Meski di awal berisi kalimat berbahasa arab, lirik lagu selanjutnya mudah dihafalkan. Lagu tersebut menceritakan kisah hidup Nabi Muhammad sejak dilahirkan hingga meninggal.

Dikemas dalam kata-kata yang singkat dan padat, tapi berisi fakta dan informasi yang disusun secara kronologis. Menurut saya, inilah lagu yang benar-benar informatif, enak di dengarkan dan layak untuk dijadikan alat belajar dan yang bisa mengingatkan kita akan kisah hidup Rasulullah SAW.

Peringatan Maulid Nabi Sebagai Sarana Belajar Riwayat Hidup Rasulullah

Begitu pula dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang tahun ini jatuh pada tanggal 20 Nopember 2018. Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah salah satu upaya kita untuk bisa terus mengingat riwayat hidup beliau, mengingat kebesaran beliau sebagai sebuah pelajaran suri tauladan. Lebih jauh lagi, Perayaan Maulid yang berarti kelahiran adalah bentuk ekspresif untuk mengungkapkan kebahagiaan dan wujud rasa syukur umat Islam atas kelahiran pujaan hati ke dunia.

Sungguhpun di luar sana, masih ada sekelompok umat Islam yang masih menganggap Peringatan Maulid Nabi adalah bid'ah. Bahkan sebagian lagi menganggapnya termasuk dalam hal yang diharamkan karena tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat dan imam madzhab yang empat.

Saya tidak akan berpanjang lebar membahas perdebatan dan perbedaan kecil semacam ini. Mengutip perkataan Ustad Abdul Somad, untuk menghadapi perbedaan yang kecil ini sebenarnya sangat mudah. Jika kita setuju maka laksanakan akan tetapi jika tidak setuju maka jangan kita menghina dan mencaci orang yang berbeda pendapatnya. Karena masing masing pendapat sudah tentu memiliki dalil dan hujjah nya masing masing.

Sebagai umat Islam, kita diperintahkan untuk selalu memuliakan Rasulullah SAW. 

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali." (HR. Muslim, no. 408).

Hakekat dari hadist tersebut adalah kita dianjurkan untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah SAW sebagai bentuk pemuliaan terhadap pribadi beliau. Tak hanya dikhususkan pada satu hari saja. Setiap hari, setiap saat senantiasa lidah kita dianjurkan untuk menyenandungkan dzikir kepada Allah dan shalawat kepada Rasulullah SAW.

Dengan demikian, kita memperingati Maulid Nabi SAW sebagai salah satu cara untuk memuliakan beliau bukan hanya tepat pada hari kelahirannya saja. Melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan.

Perayaan Maulid Nabi Sebagai Wujud Syukur atas Kelahiran Rasulullah SAW

Tanggal kelahiran Nabi Muhammad, yang pada masa kini selalu kita peringati dalam perayaan Maulid Nabi SAW, tidak ada kaitannya dengan ibadah tertentu. Dan tidak pula kita disyariatkan untuk melakukan ibadah tertentu. Tanggal tersebut hanyalah sebagai penanda untuk mengingatkan kita bahwa pada tanggal 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah, telah dilahirkan sosok mulia bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Yang kemudian dalam perjalanan hidupnya membawakan cahaya Iman dan Islam bagi seluruh penduduk dunia.  Salahkah jika kita mengingat-ingat kembali hari yang penuh kenikmatan tersebut?

Bukankah Rasulullah sendiri juga selalu mengingat hari kelahiran beliau?

Dari Abu Qatadah Al-Anshari r.a, Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,

 "Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku." (HR. Muslim, no. 1162).

Habib As-Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani Al-Makki mengatakan, "Tidak layak seorang yang berakal bertanya, 'Mengapa kalian memperingatinya?' Karena, seolah-olah ia bertanya, 'Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?"

Dengan kata lain, jika kita bahagia dengan kelahiran Nabi Muhammad, maka kita sudah merayakan Maulid Nabi tersebut. Tidakkah kita bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW?

Ekspresi kegembiraan dan rasa syukur kita atas kelahiran beliau memang tidak boleh dirupakan dalam bentuk perayaan yang hingar bingar. Rasa syukur tersebut seyogyanya kita wujudkan dalam bentuk amal perbuatan yang mencontoh setiap tindak-tanduk dan budi pekerti Rasulullah SAW.

Meski begitu, dari segi dakwah berkumpulnya orang banyak saat memperingati Maulid Nabi juga menjadi kesempatan yang berharga untuk mengingatkan kembali kepada mereka tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya sehingga menjadikan beliau sebagai suri tauladan dalam kehidupan di dunia ini. Terlebih di era globalisasi seperti sekarang, dimana ajaran-ajaran agama sudah mulai banyak ditinggalkan. Anak-anak muda sudah banyak yang tidak bisa mengingat kembali kisah hidup Rasulullah SAW. Sebuah pelajaran yang semestinya mereka dapatkan sejak kecil dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun