Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Akhir Cerita Tabloid Bola dan Dinamika Media "Clickbait"

18 Oktober 2018   00:59 Diperbarui: 18 Oktober 2018   20:25 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabloid Bola (sumber.com)

Tabloid olahraga legendaris itu akhirnya menuntaskan episode terakhirnya. Melalui akun twitternya, Managing Editor Firzie Idris mengatakan Tabloid Bola akan merilis edisi terbitan terakhir sebagai perpisahan bagi para penggemar olahraga Indonesia khususnya sepakbola, yakni pada Jumat, 26 Oktober 2018.

Akhir riwayat Tabloid Bola seakan menjadi sinyal tersendiri bagi bisnis media cetak. Sebelum Tabloid Bola, sudah banyak media cetak yang menghilang dari peredaran, terkubur di tengah gencetan bisnis media digital yang semakin buas memangsa para pengguna internet. Tercatat, ada Soccer yang tenggelam mulai 11 Oktober 2014 dan Harian BOLA yang terkubur sejak i November 2015 lalu.

Bagi para penggemar olahraga, episode terakhir dari Tabloid Bola bisa jadi menyisakan banyak kesedihan dan kenangan tersendiri. Terutama bagi generasi tahun 80-90'an, yang ketika itu sudah menganggap Tabloid Bola sebagai sumber referensi terpercaya berita sepakbola dan olahraga pada umumnya. Ini tak lepas dari kebijakan editorial Tabloid Bola yang mengedepankan kedalaman berita serta riset data dan informasi yang berkualitas.

Seiring dengan perkembangan internet dan media digital, bisnis media cetak memang memasuki masa senjakala. Ibarat seseorang yang sudah mendapat vonis oleh dokter akibat virus yang menggerogoti tubuhnya, begitu pula dengan media cetak. Mereka tinggal menanti ajal, sembari berharap kebaikan hati dari pengelola untuk menunda pengumuman jadwal pemakaman mereka.

Ketika internet tumbuh sebagai sumber berita, hal ini juga melahirkan dinamika baru dalam dunia media online. Lahirlah apa yang dinamakan Clickbait Media. Istilah Clickbait jelas berasal dari dunia komputer. 

Merriam-Webster (Britannica Digital Learning Unabridge), yang menambahkan istilah ini ke kamusnya pada tahun 2015, mendefinisikannya sebagai: "sesuatu (seperti judul) yang dirancang untuk membuat pembaca ingin mengklik hyperlink terutama ketika tautan mengarah ke konten yang meragukan nilai atau minat,"dan mengklaim bahwa itu pertama kali digunakan pada tahun 2010.

Clickbait adalah manifestasi penting dari Media Clickbait, tetapi bentuk spesifik yang dibutuhkan untuk menjelaskan seperti apa clickbait itu bervariasi dan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. 

Bayangkan anda adalah "enterpreneur" digital yang motivasi utamanya adalah membuat situs web yang akan diklik banyak orang sehingga dapat menghasilkan pendapatan iklan. Apa jenis cerita yang akan anda letakkan di situs web itu? Situs Upworthy menjawabnya dengan sebuah inovasi cerdas yang akhirnya menularkan virus clickbait.

Dijuluki  sebagai "situs media yang tumbuh paling cepat sepanjang masa", Upworthy menerapkan gaya baru dari tajuk berita yang dirancang untuk memikat konsumen dengan menahan informasi secara strategis sambil membuat informasi itu tampak seperti hal yang paling penting di dunia. 

Inilah konsep dasar clickbait. Mereka membuat berita yang tampaknya sepele menjadi berita yang terdengar bisa mengubah dunia dengan judul berita utama seperti, "Tanaman ini mungkin jawaban untuk polusi air yang kita cari-cari" (padahal isinya tentang para ilmuwan yang menemukan lumut yang hidup di air kotor). 

Dengan model tajuk seperti itu, kurang dari dua tahun setelah didirikan (Upworthy didirikan oleh Eli Pariser dan Peter Koechley pada Maret 2012), Upworthy memiliki lebih dari 80 juta pengunjung unik setiap bulan - angka yang, menurut The Atlantic, adalah "lebih banyak dari The New York Times dan The Washington Post".

Inovasi berikutnya dari perkembangan media clickbait adalah membuat tajuk yang difokuskan untuk menarik pembaca dengan identitas sosial tertentu, dan melakukannya tanpa pretensi universalitas. 

Seperti yang dilakukan situs Buzzfeed. Mereka hanya menghasilkan konten dengan frasa "hanya orang" di judul; dan sub-format yang lebih spesifik, "hanya orang-orang dari [negara/daerah] yang akan mendapatkan ini".

Virus clickbait pun berkembang cepat. Media clickbait memotong keunggulan komparatif dari media cetak (berupa kualitas judul dan isi berita) dengan mengarahkan langsung pada dinamika psikologi generasi digital, yakni perilaku sharing/membagikan di media sosial.

Media online benar-benar mengerti bagaimana cara mempermainkan aspek psikologis para pembaca era digital ini. Yaitu ketika jari tangan bergerak lebih cepat daripada otak. Ketika ada teman yang mengeposkan berita di halaman media sosialnya, orang sering tak perlu melihat siapa penerbitnya. 

Ketika melihat sebuah artikel tertentu yang memiliki ribuan "Like", seringkali orang menyimpulkan bahwa artikel itu layak dibaca. Bagi kebanyakan konsumen berita online, viralitas dan kepercayaan dapat dipertukarkan. Karena itu, kata-kata seperti "Viral; Terciduk; Heboh; Terkuak; dan lain sebagainya kian akrab terbaca dan membuat gatal mata serta telinga pembaca.

Maka, tak perlu heran jika satu demi satu media cetak berguguran. Dinamika sosial dan psikologi dari pembaca generasi digital membuat situasi ini menjadi sebuah keniscayaan. Akhir cerita dari Tabloid Bola hanya contoh kecil betapa cepatnya media clickbait menggilas media cetak.

Bacaan:

NPR, Theoutline

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun