Inovasi berikutnya dari perkembangan media clickbait adalah membuat tajuk yang difokuskan untuk menarik pembaca dengan identitas sosial tertentu, dan melakukannya tanpa pretensi universalitas.Â
Seperti yang dilakukan situs Buzzfeed. Mereka hanya menghasilkan konten dengan frasa "hanya orang" di judul; dan sub-format yang lebih spesifik, "hanya orang-orang dari [negara/daerah] yang akan mendapatkan ini".
Virus clickbait pun berkembang cepat. Media clickbait memotong keunggulan komparatif dari media cetak (berupa kualitas judul dan isi berita) dengan mengarahkan langsung pada dinamika psikologi generasi digital, yakni perilaku sharing/membagikan di media sosial.
Media online benar-benar mengerti bagaimana cara mempermainkan aspek psikologis para pembaca era digital ini. Yaitu ketika jari tangan bergerak lebih cepat daripada otak. Ketika ada teman yang mengeposkan berita di halaman media sosialnya, orang sering tak perlu melihat siapa penerbitnya.Â
Ketika melihat sebuah artikel tertentu yang memiliki ribuan "Like", seringkali orang menyimpulkan bahwa artikel itu layak dibaca. Bagi kebanyakan konsumen berita online, viralitas dan kepercayaan dapat dipertukarkan. Karena itu, kata-kata seperti "Viral; Terciduk; Heboh; Terkuak; dan lain sebagainya kian akrab terbaca dan membuat gatal mata serta telinga pembaca.
Maka, tak perlu heran jika satu demi satu media cetak berguguran. Dinamika sosial dan psikologi dari pembaca generasi digital membuat situasi ini menjadi sebuah keniscayaan. Akhir cerita dari Tabloid Bola hanya contoh kecil betapa cepatnya media clickbait menggilas media cetak.
Bacaan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H