Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menimbang Hukuman yang Tepat untuk Klub dan Suporter Anarkis

24 September 2018   13:07 Diperbarui: 26 September 2018   12:38 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah sudah berapa kali sepakbola Indonesia berduka. Bukan karena kehilangan sosok bintang di lapangan hijau. Tapi karena ada begitu banyak korban tak berdosa yang harus kehilangan nyawa, hanya gara-gara perseteruan antar suporter. Sampai kapan kita terus memasang tagar #RIP di media sosial kita?

Rangga Cipta Nugraha (Bobotoh), Lazuardi (Bobotoh), Dani Maulana (Bobotoh), Harun Al Rasyid (Jakmania) Ricko Andrean (Bobotoh), Haringga Sirla (Jakmania).

Mereka adalah korban keberingasan suporter yang un educated, barbar, hasil dari perseteruan klasik dua klub Persib dan Persija. Belum lagi nama-nama lain dari suporter klub yang juga secara kultural menjadi rival abadi, seperti Arema dan Persebaya.

Kita tentunya tidak bisa membiarkan kekerasan yang sampai mengakibatkan korban meninggal ini terjadi lagi, terulang kembali. Rasanya percuma saja kita selalu berkampanye "Rivalitas itu cuma 90 menit".

PSSI, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sepakbola di Indonesia harus bersikap tegas menyikapi insiden kekerasan terhadap suporter. Harus ada hukuman yang layak, baik untuk suporter maupun untuk klub.

Secara individu, suporter yang anarkis bisa diancam pidana umum. Tak peduli siapapun juga, dari klub manapun juga. Harus ada hukuman yang bisa memberi efek jera yang tak hanya dirasakan oleh pelakunya. Namun juga memiliki dampak jera yang lebih luas pada kelompok suporter anarkis tersebut.

Bagaimana dengan klub dari suporter itu sendiri? Secara teknis, jika tindakan anarkis suporter dilakukan di dalam stadion saat pertandingan, klub bisa dikenakan hukuman secara konstitusional, sesuai dengan statuta. Mulai dari pengurangan poin hingga degradasi.

Lain halnya jika insiden itu terjadi di luar pertandingan, seperti kasus terbaru pengeroyokan Haringga Sirla oleh oknum bobotoh Persib. Insiden ini sudah diluar jangkauan tanggung jawab klub karena kejadian ini di luar ranah Sport of Law dan Game of Law.

Meski begitu, PSSI bisa bertindak inkonstitusional, memberi hukuman khusus kepada klub tersebut di luar mekanisme hukuman yang ada pada statuta. Meski insiden pengeroyokan Harlingga terjadi di luar pertandingan, di luar stadion, klub tetap memiliki ikatan moral dengan suporternya.

Bentuk hukuman yang bisa diambil PSSI adalah pelarangan suporter masuk ke stadion saat klub mereka bertanding. Tanpa suporter, klub tidak akan bisa berkembang.

Selama ini, ada sedikit kesan klub hanya menganggap suporter itu sebagai penggembira saja. Habis manis sepah dibuang. Suporter dibutuhkan hanya saat klub bertanding. Suporter dibutuhkan hanya untuk menambah pemasukan klub saja. Ketika suporter mulai bertindak di luar batas kewajaran, klub juga angkat tangan.

Untuk menimbulkan efek jera, hukuman pelarangan masuk ke stadion bagi suporter ini tidak boleh diberlakukan hanya untuk satu-dua pertandingan saja. Bila perlu, berlakukan hukuman ini selama satu musim kompetisi.

Ini akan membuat klub berpikir ulang dan mulai belajar untuk bertanggung jawab terhadap ulah suporter mereka. Bentuk tanggung jawab klub terhadap suporter adalah dengan memberi edukasi etika dan moral. Tidak saja etika sebagai suporter, lebih dalam lagi adalah moral sebagai sesama manusia.

Begitu pula bagi suporter, hukuman ini setidaknya bisa menanamkan kesadaran bahwa tindakan anarkis yang mereka lakukan hanya akan merugikan mereka sendiri dan klub yang didukungnya.

Penegakan hukum, baik itu hukum kriminalitas maupun hukum teknis kompetisi sepakbola mutlak diperlukan. Namun lebih dari itu, kita sebagai bagian dari masyarakat sosial, juga diminta untuk turut andil dalam menciptakan iklim kompetisi sepakbola yang sehat.

Kita, yang sadar dan sepenuhnya memiliki wawasan etika serta moral yang baik semestinya bisa menjadi role model bagi suporter-suporter anarkis tersebut. Jangan ada lagi korban nyawa berjatuhan, hanya karena rivalitas yang tak bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun