Muhammad Sigit Saputra bisa dibilang memiliki insting bisnis dan jeli melihat peluang. Tepat setelah deklarasi Capres-cawapres Prabowo-Sandi, Sigit membeli nama domain prabowosandi.com dan prabowosandi.id. Setelah membeli dan mendaftarkan nama domain tersebut, Sigit pun berniat menjualnya kembali. Tak tanggung-tanggung, harga yang ia bandrol untuk kedua nama domain tersebut adalah 1 milyar rupiah.
Kepada Warta Kota, Sigit mengungkapkan alasannya membeli nama doman tersebut dan menjualnya kembali dengan harga selangit. Menurut Sigit, ia terinspirasi dengan nama domain jokowi.com yang konon juga pernah dijual sangat mahal pada masa menjelang pilpres tahun 2014 yang lalu.
"Setau saya dulu ada website jokowi.com yang juga mahal harganya dan laku. Kalau dilihat trend penjualan nama domain di luar negeri maupun Indonesia, banyak yang menjual dengan harga ratusan juta. Karena nama domain kan siapa yang lebih dulu membeli, begitu," kata Sigit kepada Warta Kota, Senin (13/08/2018). Oleh sebab itu, ia pun optimis bahwa situs prabowosandi.com dan id miliknya akan laku dengan harga yang tinggi.
Apa yang dilakukan Sigit merupakan hal yang wajar dalam aktivitas di dunia internet. Membeli nama domain tertentu, kemudian menjualnya dengan harga yang lebih tinggi kepada pihak lain yang menginginkan. Mahalnya harga nama domain biasanya disebabkan beberapa faktor, seperti jumlah karakter, hingga popularitas nama. Nama domain dengan dua karakter sudah tentu lebih mahal daripada nama domain yang terdiri dari tiga karakter atau lebih.
Tapi, bukankah tindakan Sigit tersebut termasuk pencatutan nama orang lain? Belum tentu. Dalam praktek pembelian nama domain, berlaku prinsip first in first out/pendaftar pertama. Maksudnya, siapa yang membeli atau mendaftarkan terlebih dahulu maka dialah yang berhak atas nama domain tersebut.
Prinsip ini pun dijamin oleh undang-undang internasional dan juga undang-undang di Indonesia. Lebih lengkapnya, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa:
"(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud."
Jadi, karena Sigit yang pertama kali membeli dan mendaftarkan nama domain prabowosandi.com dan .id, maka dia lah yang menjadi pemilik sah nama domain tersebut. Apakah dia mau membangun situs sendiri, atau menjualnya kembali dengan harga sesukanya, itu adalah hak pribadi dari Sigit.
Tindakan Sigit yang hendak menjual kembali nama domain yang sudah dibelinya juga bukan kategori tindakan melawan hukum. Sah-sah saja. Dalam dunia internet, Sigit boleh disebut sebagai Cybersquatters, yakni pihak yang mendaftarkan nama domain dengan organisasi/tokoh/merek terdaftar maupun terkenal yang kemudian dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi dari harga perolehan nama domain sesungguhnya. Bahasa sederhananya Sigit adalah calo nama domain.
 Sebenarnya, cybersquatt termasuk tindakan dengan itikad tidak baik (bad faith), suatu hal yang semestinya bisa menghalangi seseorang mendapatkan/mendaftarkan nama domain. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat 2 pasal 11 UU ITE tahun 2008 bahwa pemilikan dan penggunaan nama domain harus didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain.
Meskipun masuk kategori cybersquatt, tindakan Sigit tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Dia tidak melanggar prinsip persaingan usaha karena tidak ada nama domain prabowosandi (dengan akhiran apapun) sebelumnya. Dia juga tidak melanggar hak orang lain.
Lho, tapi nama prabowosandi kan nama orang lain? Memang betul. Nama Prabowo dan nama Sandi adalah nama orang lain, bukan nama si pemilik domain (Muhammad Sigit Saputra). Tapi, coba lihat kembali nama domain yang didaftarkan sigit, prabowosandi.com dan .id. Ini adalah gabungan dari dua frasa nama, yakni prabowo dan sandi. Dua nama ini pun juga bukan nama khusus yang hanya satu orang saja yang memilikinya. Jutaan orang memiliki nama (depan) Prabowo dan Sandi. Kecuali nama prabowosandi itu nama individu yang tercatat dalam akte sah negara. Jika ada yang seperti ini, Sigit bisa dituntut dengan tuduhan melanggar hak orang lain (memakai nama orang lain).Â
Sigit, atau siapapun nanti yang menggunakan situs dengan nama domain prabowosandi.com dan .id hanya bisa terkena implikasi hukum apabila konten di dalamnya, baik itu visual atau tekstual dianggap merugikan orang lain.Â
Begitu pula dengan kasus situs jokowi.com. Si pemilik nama domain tersebut juga tidak melanggar hak orang lain, karena nama Jokowi bukanlah nama individu yang tercatat resmi. Meskipun nama ini terkenal dan populer sebagai nama panggilan dari presiden Joko Widodo. Tapi, karena si pemilik nama (Presiden Joko Widodo) tidak mematenkan nama jokowi, siapapun bisa memakai nama Jokowi, termasuk untuk penamaan domain.
Lain halnya jika seseorang mendaftarkan nama domain prabowosubianto.com, sandiagauno.id, atau jokowidodo.id. Karena nama-nama ini adalah nama individu yang tercatat secara resmi, penggunaannya sebagai nama domain pun harus dengan ijin pemilik nama yang bersangkutan.
Penggunaan nama domain yang sama (bukan lagi identik atau mirip) dengan nama orang lain (yang terkenal) memang memiliki implikasi hukum yang serius karena bisa merugikan hak orang tersebut. Seperti hilangnya pendapatan yang seharusnya diperoleh, potensi keuntungan, bahkan rusaknya reputasi. Dengan kata lain, orang terkenal tersebut menjadi kehilangan hak eksklusif dan kesempatan dalam berbisnis di internet, padahal internet dengan e-commerce juga dapat menjadi tempat untuk melakukan kegiatan perdagangan barang dan / atau jasa.
Berkaca dari kasus nama domain prabowosandi.com dan id, di tengah kontestasi politik dalam negeri seperti sekarang praktek cybersquatting seperti yang dilakukan Sigit mungkin akan semakin marak. Tahun depan adalah tahun politik, dimana rakyat Indonesia akan menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon presiden dan juga wakil rakyat. Dan dengan semakin pesat dan mudahnya penggunaan internet, pembuatan situs pribadi sebagai sarana kampanye pun semakin meningkat. Sehingga, nama domain yang menggunakan nama tokoh-tokoh politik terkenal di Indonesia bisa jadi akan semakin banyak pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H