Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jelangkung dan Bambu Gila Ikut Menyambut Obor Asian Games 2018 di Kota Malang

21 Juli 2018   12:46 Diperbarui: 21 Juli 2018   13:02 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Permainan Jaelangkung Nyai Puthut di acara Pawai Obor Asian Games 2018 di Balaikota Malang (dok.pribadi)

Obor Asian Games 2018 akhirnya tiba di kota Malang pada Jumat 20 Juni 2018 sore hari. Ribuan masyarakat antusias menyambut Pawai Obor atau Torch Relay ini. Mulai dari gerbang kota Kacuk hingga menuju Balaikota Malang, masyarakat memadati tepi jalan untuk melihat langsung pawai obor yang dibawa oleh atlet-atlet nasional dan lokal, mantan atlet ternama yang sudah memberi sumbangsih bagi bangsa, serta beberapa selebriti yang menjadi Duta Obor Asian Games.

Malang adalah kota ketiga yang menjadi tempat Torch Relay Asian Games 2018. Setelah upacara penyatuan api dari India dengan api abadi Mrapen yang dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko PMK Puan Maharani, pawai obor melintasi kota Semarang kemudian menuju Blitar. Di Blitar, obor Asian Games singgah sejenak di makam proklamator Bung Karno. Setelah itu, pawai obor melanjutkan perjalanan menuju kota Malang.

Berbagai acara sudah disiapkan pemerintah kota Malang dalam rangkaian Pawai Obor Asian Games ini. Berpusat di Balaikota Malang, masyarakat umum yang datang menyaksikan dihibur dengan pertunjukan musik, mini games dari Pertamina dan parade budaya. Dari sekian banyak atraksi budaya yang ikut ditampilkan di Balaikota, permainan Bambu Gila dan Jaelangkung menjadi magnet tersendiri bagi warga kota yang hadir disana.

Kedua atraksi budaya ini dibawakan oleh Kampung Padepokan Djanti yang dipimpin langsung seniman dan budayawan sekaligus pendiri padepokan Mbah Yongki Irawan. Mulai pagi hari sejak acara baru dibuka, warga bergantian mencoba permainan tradisional ini. Raut wajah tegang memancar dari wajah warga saat mereka memegang batang bambu yang seolah bergerak sendiri menggiring para pemegangnya berputar-putar tak menentu.

Dalam permainan bambu gila, ada empat orang yang memegang batang bambu dengan panjang sekitar 3 meter. Bambu dipegang dengan kedua tangan dalam posisi seolah memeluk dari bawah keatas. Sebelum dimulai, Mbah Yongki Irawan meminta pemegang bambu untuk memejamkan mata, dan memusatkan fokus pikiran bahwa bambu yang mereka pegang tersebut akan bergerak. Berulangkali Mbah Yongki meneriakkan aba-aba "Fokus, fokus, fokus....". Setelah beberapa saat pemegang bambu diminta membuka mata dan bambu yang mereka pegang pun mulai bergerak. Warga yang memegang bambu seolah berusaha sekuat tenaga untuk "menghalangi" bambu bergerak liar.

permainan bambu gila dipandu oleh Mbah Yongki Irawan (dok.pribadi)
permainan bambu gila dipandu oleh Mbah Yongki Irawan (dok.pribadi)

Penjelasan logis dibalik aura mistis Bambu Gila

Meski terlihat mistis, sebenarnya ada penjelasan logis dibalik permainan Bambu Gila ini. Bambu yang terlihat bergerak sendiri, menggiring orang yang memegangnya berputar-putar kesana kemari bukan disebabkan adanya makhluk halus yang menghuni bambu tersebut, sebagaimana yang diyakini banyak orang. Permainan semacam ini termasuk permainan hipnosis. Kata-kata yang diucapkan Mbah Yongki menyugesti pikiran bawah sadar dari pemegang bambu bahwa bambu yang mereka pegang nanti akan bergerak sendiri.

Faktanya, bambu bergerak karena gerakan mikro otot dari pemegang bambu itu sendiri.  Dalam hipnosis, fenomena ini disebut Ideomotor Responses atau Ideomotor Reflex (IMR),  dimana otot-otot motorik para pemegang bambu sebenarnya yang menggerakan bambu tersebut seolah-olah terjadi dorongan antara pemegang yang satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena peserta "yakin" bambu tersebut memang benar-benar bergerak sendiri, atau di tempat lain dikatakan digerakkan oleh makhluk halus. 

Kata-kata yang diucapkan Mbah Yongki di awal permainan inilah yang memberi sugesti keyakinan pada pikiran bawah sadar para pemain/pemegang bambu. Konflik antara pikiran sadar, bahwa itu hanya bambu biasa dan pikiran bawah sadar yang ditanamkan bahwa bambu itu bisa bergerak sendiri akan membawa reaksi otot yang refleksif atau otomatis.

Contoh lain dari Ideomotor Reflex ini adalah ketika seseorang hendak disuntik, pikiran sadar kita mengatakan sakit, sementara dokter/perawat menanamkan sugesti bahwa itu tidak sakit. Konflik yang terjadi menyebabkan terjadinya gerakan reflek dan otomatis dari lengan atau bagian tubuh lain yang menolak jarum suntik, meski terlihat sangat kecil dan seringkali tidak kita sadari.

Jaelangkung bukan permainan memanggil roh halus

Begitu pula dalam permainan Jaelangkung atau oleh Mbah Yongki Irawan diberi nama Nyai Puthut. Sebuah boneka dengan tinggi sekitar setengah meter, berpakaian kebaya ditempatkan pada sebuah papan. Lima orang memegang masing-masing tepi papan. Setelah diminta fokus, boneka Nyai Puthut itu pun bergerak sendiri seperti yang terjadi pada permainan Bambu Gila.

Sejak tahun 2004 Mbah Yongki Irawan sudah mengeksplorasi permainan Nyai Puthut. Menurutnya, permainan ini bukanlah permainan memanggil roh makhluk halus. Namun sebuah permainan yang sering dimainkan anak-anak jaman dahulu, yang bertumpu pada gerakan si pemegang boneka dan fokus pikiran para pemainnya.

Kedua permainan yang dibawakan oleh Kampung Padepokan Djanti ini memang menjadi magnet bagi warga yang menyaksikan Pawai Obor Asian Games 2018 di Balaikota Malang. Silih berganti warga ingin mencoba sendiri dan seolah hendak membuktikan apakah benar ada aura mistis dibalik permainan Bambu Gila dan Jaelangkung Nyai Puthut.

Meriahnya sambutan warga kota Malang yang memenuhi jalur pawai obor maupun di Balaikota membuktikan bahwa masyarakat kota Malang bersemangat menyambut Asian Games. Mereka mungkin tidak bisa mendukung langsung perjuangan para atlet Indonesia di Jakarta atau Palembang. Namun sebagaimana yang dikatakan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, "jangan dilihat tiang benderanya, lihatlah ketulusan partisipasinya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun