ruang pamer arca Ganesha Bunulrejo (dok.pribadi)
Beranjak masuk ke dalam, tepatnya di belakang rak tempat arca Ganesha Bunulrejo, terdapat sebongkah batu besar. Inilah Prasasti Dinoyo II. Tulisannya nyaris hilang, meski jika diamati pada jarak dekat, masih terlihat beberapa pahatan aksara. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1985 di daerah Dinoyo, tepatnya di pertigaan jalan MT. Haryono dan Jl. Gajayana. Dinamakan Prasasti Dinoyo II karena sebelumnya di daerah Dinoyo sudah pernah ditemukan prasasti lain yang dinamakan Prasasti Dinoyo I. Daerah Dinoyo, tempat ditemukannya kedua prasasti ini dulunya merupakan pusat dari pemerintahan wilayah Kanjuruhan.
Batu Prasasti Dinoyo 2 (dok.pribadi)
Satu ruangan dengan kedua koleksi masterpiece ini juga dipamerkan beberapa arca dan benda purbakala lainnya. Sebagai pelengkap, pihak museum membuatkan beberapa ruang pajang yang berisi informasi tentang jenis dan arti dari benda-benda atau artefak purbakala. Beragam informasi ini ditata dengan desain yang menarik dan berwarna-warni sehingga pengunjung tidak akan merasa bosan saat membacanya.
Diorama kisah Mpu Purwa
Lantai dua dari Museum Mpu Purwa memiliki dua ruangan. Sisi timur serupa dengan ruangan lantai bawah yang memamerkan aneka arca purbakala. Yang menarik, di ujung ruangan ini terdapat diorama seukuran manusia beradegan seorang brahmana sedang memberi restu pada muridnya. Sayang sekali, tidak ada keterangan yang melengkapi diorama tersebut. Menurut saya, kemungkinan besar brahmana tersebut adalah Mpu Purwa yang sedang memberi restu pada Ken Arok. Selain itu, juga tidak ada pagar pembatas. Beberapa pengunjung yang ikut dalam acara peresmian ini terlihat malah asik berswafoto dengan latar belakang diorama tersebut. Jika dibiarkan seperti ini, dikhawatirkan nanti ada pengunjung yang lalai dan malah merusak diorama tersebut.
Diorama Mpu Purwa (dok.pribadi)
Ruangan sebelah barat merupakan ruang diorama. Sebelum melihat diorama, pengunjung akan disapa oleh arca Ganesha Tikus. Arca ini juga menjadi salah satu koleksi masterpiece Museum Mpu Purwa karena menjadi satu-satunya arca Ganesha dalam bentuk kecil, dan dirupakan sedang mengendarai wahana berupa hewan tikus.
Diorama di ruangan ini menceritakan masa kerajaan Tumapel, berdirinya kerajaan Singosari hingga Majapahit. Karena ruangan yang terbatas, diorama ini hanya menampilkan beberapa peristiwa yang (mungkin) dianggap penting saja. Dimulai dari kisah penculikan Ken Dedes oleh Tunggul Ametung, hingga pelarian Raden Wijaya ke Madura yang meminta bantuan pada Arya Wiraraja untuk menghadapi tentara Mongol. Sayangnya, ada satu bagian diorama yang menurut saya letaknya tidak berurutan. Yakni pada adegan Perang Ganter yang mendahului adegan/kisah kerajaan Tumapel dengan Tunggul Ametung sebagai penguasanya.
Ruang Diorama Museum Mpu Purwa (dok.pribadi)
Tiga diorama pertama seolah memperkenalkan pengunjung pada Mpu Purwa, sosok brahmana yang namanya digunakan museum ini. Mpu Purwa merupakan ayah dari Ken Dedes. Kecantikan Ken Dedes membuat Tunggul Ametung tergila-gila sehingga nekat menculiknya. Mpu Purwa merasa marah, sehingga mengeluarkan kutukan bahwa Tunggul Ametung kelak akan mati terbunuh. Selain marah pada Tunggul Ametung, Mpu Purwa juga merasa marah pada penduduk desa Panawijen (sekarang daerah Polowijen, Kota Malang) yang membiarkan penculikan tersebut dan tidak memberitahu dirinya. Desa Panawijen kemudian juga dikutuk Mpu Purwa supaya dilanda kekeringan bertahun-tahun lamanya. Bersama dengan brahmana lainnya, Mpu Purwa akhirnya bersekongkol dengan Ken Arok untuk menggulingkan Tunggul Ametung dan merebut kembali Ken Dedes.
Bagaimana kisah Mpu Purwa dan adegan diorama lainnya? Silahkan berkunjung ke Museum Mpu Purwa, gratis kok. Museum ini buka setiap hari Selasa sampai Minggu, mulai pukul 08.00 sampai pukul 15.30. Untuk informasi atau kunjungan rombongan, hubungi bagian informasi di nomor telpon (0341) 404515.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya