Kota Malang akhirnya memiliki museum sendiri. Namanya Museum Mpu Purwa. Museum yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta komplek perumahan Griya Shanta blok B-210 ini memiliki koleksi berbagai arca, prasasti serta artefak percandian peninggalan kerajaan Jawa kuno, terutama dari masa kerajaan Tumapel dan Singosari.
Pada Sabtu (14/7/2018), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Muhadjir Efendy meresmikan museum Mpu Purwa. Dalam sambutannya, Mendikbud mengapresiasi upaya pemerintah kota Malang, dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Malang yang beritikad mendirikan sebuah museum untuk menyelamatkan benda-benda bersejarah sekaligus memberi manfaat edukasi sejarah pada masyarakat. Selain itu, Mendikbud juga meminta agar keberadaan museum tidak hanya sekedar menjadi tempat penyimpanan benda cagar budaya saja. Namun juga bisa memberi nilai tambah terhadap aktivitas pariwisata kota Malang dan Indonesia pada umumnya.
Sebelumnya, benda-benda bersejarah yang berhasil dikumpulkan pemerintah kota Malang dari masyarakat umum tidak memiliki tempat penyimpanan yang representatif. Berbagai benda yang memiliki nilai sejarah tinggi itu seringkali harus berpindah tempat, mulai dari Balai Kota, Perpustakaan Umum, dan terakhir mendarat di Balai Penyelamatan Benda Purbakala Mpu Purwa. Sejak tahun 2017, Balai Penyelamatan Mpu Purwa  yang menempati  bekas SDN Mojolangu 2 akhirnya diubah menjadi Museum Mpu Purwa, menjadi satu lokasi dengan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.
Minimalis berbalut teknologi modern
Memiliki luas bangunan sekitar 1000 meter persegi, Museum Mpu Purwa tergolong kecil jika dibandingkan dengan museum benda purbakala lain seperti Museum Mpu Tantular di Surabaya. Karena itu, benda-benda bersejarah yang dipamerkan juga tidak terlalu banyak. Museum Mpu Purwa saat ini memiliki 132 koleksi benda bersejarah, namun hanya 58 benda saja yang dipamerkan di ruang Museum, sementara sisanya ditempatkan di ruang penyimpanan khusus.
Meski menempati bangunan yang relatif kecil, tata ruang pamer dirancang secara elegan dan modern, dipadukan dengan beragam teknologi modern untuk mendukung visualisasi dan informasi dari berbagai benda cagar budaya di dalamnya. Seperti QR Code di setiap benda koleksi yang memudahkan pengunjung mendapatkan informasi benda sejarah tersebut secara online.Â
Ketika masuk ke dalam museum, pengunjung akan langsung disapa oleh arca Brahma Catur Muka. Ini adalah salah satu koleksi masterpiece yang dimiliki Museum Mpu Purwa. Kepala sang arca memang masih utuh, tapi pahatan catur mukanya sudah aus termakan waktu. Di sebelah kirinya, rangkaian Topeng Malang dengan berbagai ekspresi seolah juga ikut menyapa pengunjung museum.
Koleksi Masterpiece Museum Mpu Purwa
Di ruang sebelah kiri tangga, terdapat berbagai koleksi arca dan prasasti. Ada dua koleksi masterpiece yang dipamerkan di ruangan ini. Yang pertama adalah Arca Ganesha Bunulrejo. Arca Ganesha ini termasuk unik dan lain dari arca-arca purbakala sejenisnya. Pada stela (batu sandaran), terdapat tulisan-tulisan atau prasasti. Arcanya sendiri berbentuk Ganesha dengan kondisi bagian kepalanya sudah hilang. Sementara tulisan pada batu sandarannya merupakan Prasasti Kanuruhan. Arca ini ditemukan di daerah Bunulrejo, sekarang bernama jalan Hamid Rusdi, Malang. Di daerah ini dulunya terdapat sebuah patirtaan (taman pemandian). Sayang sekali, sekitar tahun 1960 bekas patirtaan itu lenyap karena sang pemilik tanah mengurugnya dan mendirikan bangunan rumah-rumah penduduk.
Prasasti Kanuruhan pertama kali dibaca oleh Louis-Charles Damais dalam bukunya EEI IV (transkripsi lengkap ada di buku Sedyawati, Edi. 1994. Pengarcaan Ganesha Masa Kadiri dan Singhasari: Sebuah Tinjauan Sejarah Kesenian. Jakarta: LIPI). Isinya kurang lebih soal penetapan daerah itu sebagai sima (daerah bebas pajak/daerah yang mengelola keuangannya sendiri) oleh Rakryan Kanuruhan kepada Sang Bulul karena yang kemudian ini telah membuat sebuah taman teratai di lokasi itu. Nama desa Bunul (Bunulrejo), tempat ditemukannya arca dan prasasti ini diambil dari nama Sang Bulul. Penanggalan prasasti ini tertulis wuku Wukir, bulan Pausha (Sasih Kanem) tahun saka 856, atau sekitar tanggal 4 Januari 935 M. Menurut arkeolog dan sejarawan, prasasti ini dapat diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Pu Sindok, raja Mataram pertama yang secara resmi bertahta di Jawa Timur.
Karena keistimewaannya, arca Ganesha Bunulrejo ini memiliki tempat pamer tersendiri, tidak bercampur dengan koleksi benda lainnya. Seakan dimanjakan, arca Ganesha Bunulrejo bahkan memiliki layar monitor besar yang memuat berbagai informasi tentangnya. Seandainya arca-arca di museum itu bisa bicara, mungkin mereka akan saling menggunjing dan iri pada arca yang tidak memiliki kepala ini.