Sepakbola tetaplah milik kaum pria. Sekuat apapun kaum wanita mencoba menghilangkan bias gender saat mendukung tim sepakbola di lapangan hijau, suporter wanita tetap dipandang dari sudut sempit: sekedar pemanis dan obyek fantasi kaum pria.
Tak terkecuali di ajang Piala Dunia, bahkan di era sepakbola modern ini. Lihatlah di layar televisi, berapa kali juru kamera menyorot dan mencari suporter-suporter wanita yang atraktif, cantik, dan bila perlu memakai pakaian seksi. Insiden yang menggambarkan perlakuan tidak adil, diskriminasi hingga mengarah pada pelecehan seksual juga terjadi saat gelaran Piala Dunia 2018 di Rusia kali ini.
Upaya untuk memberikan kenyamanan dan kesetaraan gender pada kaum wanita dalam dunia sepakbola memang terus dilakukan. Beberapa media televisi bahkan menghadirkan komentator wanita saat menyiarkan siaran langsung beberapa pertandingan Piala Dunia 2018.Â
Wartawan BBC Vicki Sparks menjadi wanita pertama yang mengomentari secara langsung pertandingan Piala Dunia yang disiarkan televisi di Inggris pekan lalu. Sementara jaringan AS Fox dan Telemundu keduanya melaporkan bahwa mereka menampilkan perempuan pertama yang berkomentar langsung di pertandingan Piala Dunia di Amerika Utara.
Meski upaya untuk menghilangkan bias gender pada suporter wanita terus digalakkan, hal ini dinilai belum berhasil meminimalisir pandangan sempit kaum pria terhadap "ketidaktahuan" wanita perihal sepakbola dan pelecehan yang kerap dilakukan suporter pria.
Seperti yang dialami Reporter olahraga Brasil Julia Guimareas saat melaporkan langsung dari Yekaterinburg. Saat sedang meliput dan disiarkan langsung tersebut, Julia tiba-tiba "disosor" oleh seorang suporter tak dikenal.Â
Tak berhasil mencium si reporter, suporter itu kemudian melarikan diri. "Jangan lakukan ini. Jangan lakukan ini lagi. Itu tidak benar," teriak Julia sambil berupaya mengejarnya, memaksanya meminta maaf.
Presenter Piala Dunia SBS Australia Lucy Zelic juga ikut "diserang" oleh akun-akun troll online hanya karena dia "keliru" menyebut nama pemain, yang menurut SBS hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan pada tradisi dan budaya linguistik yang beragam.
Bahkan, sebuah video memperlihatkan para penggemar sepak bola Brasil menyanyikan lagu yang vulgar dalam bahasa Portugis yang ditujukan pada seorang wanita Rusia di dekat kumpulan mereka.Â
Wanita itu, yang tampaknya tidak berbicara bahasa Portugis, terlihat tersenyum dan mencoba bernyanyi bersama dengan penggemar Brasil, tidak menyadari bahwa nyanyian itu memperbincangkan anatomi tubuhnya.
Karena itulah, beberapa pengamat mengkritik kembalinya praktik 'babe cam' - praktik kamera TV berlama-lama terlalu lama pada wanita muda di tribun stadion -- Â yang ternyata masih kerap dilakukan juru kamera stasiun televisi pada Piala Dunia kali ini.Â
Mereka juga mengecam akun-akun media sosial yang hanya memajang dan mengeksploitasi tubuh suporter wanita. Seperti yang dilakukan oleh agensi fotografi Getty Images.Â
Pada Selasa (26/6), Getty Images menerbitkan galeri foto "penggemar terpanas di Piala Dunia" yang menampilkan para wanita muda seksi secara eksklusif. Postingan ini langsung menuai kecaman dari para aktivis perempuan dan kritik pedas dari pengguna media sosial karena dianggap ketinggalan jaman. Getty Images kemudian menghapus galeri foto tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah "kesalahan yang disesali " dan bahwa agensi fotografi akan meluncurkan penyelidikan internal.
Bahkan seorang Blogger, Shi Shushi menulis di platform media sosial Weibo, "Sebuah pesta untuk penggemar sepakbola palsu telah dimulai," untuk mengomentari banyaknya suporter wanita Cina yang bepergian ke Rusia.
Tak urung, lelucon kartun dan komentar miring tentang suporter wanita itu mendapat perlawanan dari blogger-blogger lain. Seorang blogger menulis artikel tentang perbandingan kinerja tim sepakbola wanita Cina dengan tim sepakbola pria negara mereka yang gagal lolos ke Piala Dunia.Â
Yang lain menulis: "Saya tidak mengerti sepakbola BUKAN karena saya wanita, tetapi karena saya tidak peduli dengan gim ini. Hentikan membuat segala sesuatu tentang perbedaan gender."
Menyikapi perlakuan diskriminatif dan pelecehan terhadap suporter wanita, jurnalis olahraga senior BBC dalam akun twitternya mengatakan,Â
"Women love football. Women play football. Women can analyse football. You can still love, play & analyse football. It doesn't mean - as a bloke - you have to be threatened by their knowledge, presence or expertise. Get over it. We can all enjoy the #WorldCup.
Memang, setiap cabang olahraga kini tak hanya didominasi oleh satu gender saja. Tak ada lagi batas olahraga feminin atau maskulin. Setiap orang, yang bisa memainkan, bisa menikmati pertandingannya, tetaplah punya hak yang sama baik sebagai pemain, atau sekedar mendukung saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI