Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bacalah! Dan Ikat Ilmu yang Kau Dapat dengan Tulisan

2 Juni 2018   02:29 Diperbarui: 2 Juni 2018   02:55 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (instagram @ockarahma)

Bahkan beliau memerintahkan sebagian sahabatnya agar menulis ilmu. Salah satunya adalah Abdullah bin 'Amru. Beliau bersabda kepadanya, "

"Tulislah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidaklah keluar darinya melainkan kebenaran"[3]

Mengapa kita harus mencatat setiap ilmu yang didapatkan? Karena kita bukanlah Imam Bukhari, dan karenanya kita harus mencontoh apa yang dilakukan Imam Syafi'i.

Imam Bukhari adalah seorang yang sangat kuat hafalannya. Bahkan saking kuatnya dalam menghafal Imam Bukhari ketika masih menjadi seorang penuntut ilmu selalu hadir dalam majelis ilmu tanpa pernah mencatat satupun penjelasan dari syaikhnya. 

Suatu hari Imam Bukhari diuji oleh syaikhnya (gurunya) tentang beberapa materi yang telah lewat dengan membandingkan antara hafalannya dengan catatan dari teman-temannya yang senantiasa rajin mencatat penjelasan gurunya. Saat itulah guru Imam Bukhari mendapati sebuah perbedaan antara hafalan Imam Bukhari dan catatan teman-temannya. Dan setelah dicek ulang, ternyata hafalan Imam Bukhari yang benar.[4]

Lalu, apa yang bisa dicontoh dari Imam Syafi'i? Salah satu Imam Madzhab yang empat ini terkenal sebagai seorang penuntut ilmu yang sangat rajin dan teliti dalam mencatat semua pengajaran gurunya, baik di kertas maupun kulit dan pelepah tumbuhan. Menurut Imam Syafi'i ilmu adalah binatang buruan dan tinta adalah tali pengikatnya agar tidak lepas buruannya. 

Saking rajinnya mencatat sampai-sampai rumah Imam Syafi'i yang sempit dipenuhi dengan kertas-kertas catatannya. Meski demikian Imam Syafi'i juga terkenal memiliki hafalan yang sangat kuat sehingga ketika kamarnya telah penuh dengan kertas dan tak ada lagi tempat untuk badannya melepas lelah, Imam Syafi'i lantas membuang semua kertas catatannya dengan terlebih dahulu menyimpannya dalam hafalan di kepala.[5]

Sebagian besar dari kita, termasuk saya mungkin, ternyata lebih suka menjadi Imam Bukhari yaitu kalau mendengarkan ceramah agama tidak pernah mencatat. Bukan karena hafalan kita sekuat Imam Bukhari, namun karena kita sering meremehkan ilmu dan tidak menghargainya. Lebih parahnya lagi kita sering menggampangkan dan merasa mudah ingat, padahal betapa buruknya hafalan kita.

Seharusnya kita menjadi Imam Syafi'i yang senantiasa tak pernah jauh dari kertas dan tinta meskipun hanya sekedar kultum subuh hendaklah kita selalu mencatat. Terlebih, ditunjang dengan teknologi masa kini, dimana kita tak perlu repot membawa tinta dan kertas, namun cukup dengan sebuah gadget dalam genggaman, kita bisa mencatat semua ilmu yang kita peroleh dari sebuah pengajian/pengajaran. Siapa tahu, kelak, catatan-catatan ilmu kita akan berguna bagi anak keturunan kita sendiri.

Catatan kaki:  

[1] HR Bukhari, hadist nomor 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun