Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sedekah Si Udin

22 Mei 2018   05:46 Diperbarui: 22 Mei 2018   07:16 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (id.techinasia.com)

Sebut saja namanya Udin, pemuda desa di kampung ini. Menjelang sholat tarawih, Udin sudah mematut diri di depan cermin. Dipakainya baju koko terbaiknya. Usai sholat tarawih nanti, Udin berencana mampir ke warung kopi si Maryam, anak Haji Soleh yang sudah lama ditaksirnya.

Selembar uang 20 ribu untuk bekal ngopi di warung sudah diselipkannya di saku kanan baju kokonya. Setelah merapikan baju dan tak lupa pecinya, Udin melangkah ke luar rumah. Namun baru sampai di pintu, Udin bergegas balik ke kamarnya. 

Di dalam kamar, Udin merogoh saku celana jins belel yang tergantung di balik pintu. Diambilnya uang 2 ribu, sisa beli rokok kemarin, dan ditaruhnya di saku kiri baju kokonya. Sesaat tadi Udin teringat ceramah Ustad Sobirin, bahwa bulan Ramadan adalah waktu yang terbaik untuk bersedekah. Karena semua sedekah kita akan dibalas puluhan kali lipat. Setelah itu, Udin pun melenggang keluar rumah menuju masjid kampung.

Saat ceramah agama sebelum sholat tarawih dimulai,  banyak jamaah yang duduk sambil sesekali tubuhnya miring ke kanan atau ke kiri. Cuaca yang gerah disertai semilir kipas angin di dalam masjid membuat banyak jamaah sulit untuk menahan kantuk. Tak terkecuali Udin. Matanya seakan digantungi beban berat. Beberapa kali Udin menguap dan berusaha menahan kantuk yang menyerang. Ceramah dari sang ustad di mimbar praktis tidak didengarkannya. Akhirnya Udin menyerah, sambil menelungkupkan kedua tangannya di lutut, Udin pun memejamkan matanya, tertidur.

Baru juga dirasakan beberapa detik tertidur, Udin merasa ada yang menyentuh dan menggoyangkan tangan kanannya. Dengan mata setengah terpejam, Udin menoleh ke kanan dan melihat jamaah di sebelahnya itu menunjuk kotak amal di depannya. Gelagapan, Udin pun merogoh saku kanan baju kokonya. Tanpa melihat dan berpikir panjang, Udin langsung memasukkan lembaran kertas uang ke dalam kotak amal.

Usai sholat tarawih, Udin tidak segera pulang. Alih-alih ikut tadarus di masjid, Udin melangkahkan kaki menuju warung si Maryam. Suasana warung terlihat ramai dengan beberapa orang yang rupanya sepemikiran dengan Udin. 

Nongkrong dan minum kopi dulu sembari mengecengi Maryam yang punya senyum manis itu. Udin lalu memesan kopi tubruk kesukaannya. Tak lama kemudian, secangkir kopi tubruk sudah tersedia di depannya. Sembari mengobrol dengan beberapa tetangga dan temannya, Udin beberapa kali mencuri pandang ke arah Maryam. "Ah, makin manis saja si Maryam", kata Udin dalam hati.

Ketika kopi di cangkir tersisa ampasnya, Udin kemudian beranjak dan mendekat ke meja tempat Maryam tengah sibuk melayani pesanan pembeli yang lain. "Berapa Mar?" tanya Udin. "Kopi aja? Lima ribu mas", jawab Maryam sambil tak lupa tersenyum ke arah Udin.

Udin lalu merogoh saku kanan, tempat ia tadi menyelipkan uang 20 ribu. Kosong, tangannya hanya menyentuh kain baju saja. Merasa sedikit panik dan malu, Udin lalu merogoh saku kirinya. Selembar uang 2 ribu yang kumal terpegang oleh tangannya. Sambil menepok jidat dengan muka memerah, Udin meminta maaf pada Maryam, "Astaghfirullah, maaf Mar. Ternyata aku keliru mengambil uang untuk sedekah kotak amal tadi. Ku kira yang aku sedekahkan 2 ribu, ternyata 20 ribu. Aku ngutang dulu ya", kata Udin, terdengar menyesal mengapa tadi dia tidak melihat dulu uang yang dia masukkan ke kotak amal.

***

Saat sholat jumat keesokan harinya, Udin tak ingin mengulangi keteledorannya. Kali ini, uang khusus untuk kotak amal di Masjid ia kantongi di saku belakang celananya. Saat khotbah jumat dimulai, Udin melongok ke shaf depan, hendak melihat ada dimana kotak amal yang biasanya diputar mengelilingi jamaah satu per satu. "Ah, masih kurang dua shaf lagi", batin Udin. Dengan lega, Udin pun berusaha untuk khusyuk mendengarkan khotbah sang khatib.

Apa daya, serangan kantuk lebih kuat dan tak kuasa ditahan. Suara sang khatib perlahan mulai menghilang dari telinganya. Mata Udin perlahan mulai terpejam. Sentuhan seseorang di dekatnya lantas membangunkan Udin. 

Kotak amal ternyata sudah bertengger di depannya, menunggu uluran sedekah. Udin merogoh saku belakang celananya, dan sebelum memasukkan lembaran uang itu, Udin melihat dengan seksama uang yang dipegangnya. Benar, 10 ribu rupiah. Udin lantas memasukkannya ke kotak amal sambil menutupi tangan kirinya.  

Tiba-tiba seorang bapak dibelakangnya menyodorkan uang seratus ribu kepadanya. Udin pun menerima uang seratus ribu dari tangan bapak itu dan tanpa bertanya serta berpikir panjang ia memasukkannya ke dalam kotak amal sambil tersenyum kagum kepada bapak yang pemurah itu. Selesai sholat jumat, si bapak menghampiri dan menepuk pundak Udin seraya berkata, "Nak, uang tadi itu jatuh dari sakumu". Udin hanya bisa melongo.

***

 Apa yang dialami Udin diatas sesungguhnya adalah refleksi dari sikap banyak orang diantara kita. Betapa kita merasa sayang dan keberatan untuk bersedekah dengan nilai nominal yang besar. Tetapi mudah dan ringan uang saat berbelanja atau membeli sesuatu yang kita inginkan. Padahal bersedekah itu tak akan mengurangi harta. Dengan memperbanyak sedekah Allah justru akan menambah nikmat kepada kita.

Allah berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Rabbmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."  [Ibrhm/14:7]

Hakekatnya, harta yang kita miliki sekarang ini hanyalah titipan dari Allah semata. Sebanyak apapun harta yang kita miliki, itu semua akan kembali kepada-Nya, dan tak bisa kita bawa mati. Hanya ada 3 hal yang bisa kita bawa dan menjadi penyelamat di akhirat kelak: (1) Do'a dari anak yang sholeh, (2) ilmu yang bermanfaat, dan (3) amal jariyah atau harta yang kita sedekahkan di jalan Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun