Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Transhumanisme" dan Pemakaian Angka Tahun 2030 sebagai Pedoman Sebuah Prediksi

13 April 2018   10:11 Diperbarui: 13 April 2018   12:08 2336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah empat kali saya menemukan penyebutan tahun 2030 dalam berbagai topik yang berbeda. Pertama adalah ketika publik ramai membicarakan pidato Prabowo Subianto yang mengatakan bahwa Indonesia diprediksi akan bubar pada tahun 2030. Pernyataan Prabowo tersebut ternyata mengutip sebuah latar belakang cerita yang terdapat dalam novel Ghost Fleet.

Penyebutan tahun 2030 muncul lagi pada sebuah artikel tentang prediksi tenggelamnya Jakarta Utara. Yang membicarakan tak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi sendiri yang memperingatkan Jakarta (utara) akan tenggelam pada tahun 2030. Hal ini beliau sampaikan saat memimpin rapat terbatas pada 27 April 2016 lalu. Salah satu sebab utamanya, permukaan tanah di wilayah pesisir terus mengalami penurun sekitar 7-12 sentimeter dari permukaan laut.

Mundur ke belakang,  saya menemukan lagi penyebutan tahun 2030 sebagai sandaran sebuah prediksi pada infografis tentang masa depan Indonesia. Infografis ini bersumber dari artikel yang dirilis McKinsey Global Institute di tahun 2012, yang membuat analisa bagaimana wajah Indonesia di tahun 2030 nanti. 

Dalam artikel berjudul The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential, McKinsey meramalkan Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, hingga mampu menjadi negara terkuat ke-7 jika pemerintah Indonesia mampu meningkatkan produktifitas untuk memenuhi target pertumbuhan. Prediksi ini didasarkan analisa mendalam bahwa di tahun 2030 nanti Indonesia akan mengalami "bonus demografi". Apa itu? 

Kondisi suatu masa dimana warga indonesia yang berusia produktif jumlahnya sangat banyak, hingga rasio antara warga yang bekerja dengan yang warga yang menjadi tanggungan, yaitu anak-anak dan orang tua, mencapai 1 berbanding kurang dari 1. Bahasa kerennya dependency ratio.

Keempat kalinya saya menemukan penyebutan tahun 2030 adalah ketika membaca (ulang) novel Dan Brown berjudul Inferno. Novel ini bercerita tentang usaha Robert Langdon untuk menemukan tempat inkubasi wabah penyakit yang hendak disebarkan oleh seorang jenius penggemar berat seniman sekaligus filsuf Italia Dante Alighieri.

Dalam sebuah adegan di novel tersebut, diceritakan Dr. Elizabeth Sinskey, direktur WHO menjelaskan faham Transhumanisme yang dianut Bertrand Zobrist, si jenius gila. Angka 2030 merujuk pada inisial FM-2030, yakni sebuah nama yang digunakan oleh Fereidoun M. Esfandiary.

Nama ini adalah tokoh nyata, bukan tokoh rekaan atau fiktif. Fereidoun M. Esfandiary, jika kita mencarinya di internet, diperkenalkan sebagai seorang penulis, filsuf, futuris dan pendiri gerakan Transhumanis. Anak seorang diplomat Iran yang lahir pada 15 Oktober tahun 1930 ini mempelopori filosofi Transhumanis, meramalkan kejayaan fertilisasi in vitro, rekayasa genetika dan globalisasi peradaban.

Transhumanisme adalah gerakan yang menginisiasi penggunaan sains dan teknologi untuk mengatasi keterbatasan biologis manusia. Menurut paham Transhumanis, di masa depan nanti manusia akan berevolusi menjadi Ultra-Human, yaitu perpaduan tubuh biologis manusia dengan berbagai sentuhan teknologi. Mirip dengan karakter fiksi Manusia Bionic.

Beberapa ramalan Esfandiary yang merupakan lompatan konseptual terbesarnya, benar-benar membuahkan hasil. Dia adalah orang pertama yang menulis tentang solar energy, pencetakan 3-D, dan globalisasi. Dia meramalkan, empat puluh tahun yang lalu, sebuah jaringan teknologi global yang akan memungkinkan kita semua untuk tetap terhubung secara konstan melalui "telekomunikasi global" - yang kemudian ia sebut "UniCom." Dan kini kita kenal dengan nama internet.

Pada tahun 1970, Esfandiary mengganti namanya secara legal menjadi FM-2030, kode yang diciptakan dengan mengombinasikan inisial nama depan dan tengahnya beserta tahun 2030. Yaitu tahun dimana Esfandiary mencapai usia ke-100 tahun dan percaya dia masih akan hidup berkat adanya berbagai penemuan teknologi baru. Ironisnya, Esfandiary malah meninggal dunia pada 8 Juli tahun 2000 akibat penyakit kanker pankreas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun