Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salahkah Jika Mengutip dan Merujuk pada Sebuah Novel?

23 Maret 2018   13:42 Diperbarui: 23 Maret 2018   14:00 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tom Clancy merupakan pelopor dalam genre tecno-thriller. Ia ahli dalam membangun fiksi berdasarkan insiden-insiden yang benar-benar terjadi dalam dunia nyata. Banyak juga yang percaya, apa yang ditulis dalam novel-novel Tom Clancy adalah sebuah prediksi dan analisa militer. Karena beberapa adegan yang digambarkan dalam novelnya kemudian terjadi dalam kehidupan nyata.

Dalam novel Executive Orders yang pertama kali terbit tahun 1996, diceritakan ada peristiwa bunuh diri dengan cara menabrakkan pesawat pada Capitol Building yang mengakibatkan tewasnya presiden AS dan banyak anggota Senat. Insiden ini akhirnya memicu peperangan di kawasan Timur Tengah saat sekelompok orang memproklamirkan berdirinya negara Republik Islam Bersatu. Penggemar teori konspirasi kemudian menghubungkan isi novel ini dengan terjadinya peristiwa 9 September dan munculnya ISIS.

Max Havelaar dan Kutipan Ilmiahnya

Lalu, apakah salah jika novel fiksi dijadikan rujukan atau kutipan ilmiah? Tentu saja tidak, namun ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Yang pertama tentu saja kredibilitas dan latar belakang si penulis. Meskipun bergaya fiksi, adakalanya novel yang ditulisnya mencantumkan informasi nyata yang berlandaskan kaidah ilmiah. Atau ketika novel tersebut bisa menggambarkan dan mengungkapkan sebuah keadaan lingkungan yang dialami oleh penulisnya sendiri.

Saya mengambil contoh buku Max Havelaar, Koffie-Veilingen der Nederlandsche Handelmaatschapij karya Multatuli, nama pena dari Eduard Douwes Dekker. Buku ini sering menjadi rujukan dari buku-buku ilmiah tentang sejarah perkebunan dan kopi di Indonesia.

Ini karena dalam novel tersebut Multatuli menggambarkan dengan detil kehidupan para petani kopi dan bagaimana ordonasi yang disebut Sistem Priangan dari pemerintah Hindia Belanda memeras dan memberatkan para petani kopi. Salah satu buku ilmiah yang mengutip novel Max Havelaar ini adalah buku Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa (1720-1870) yang ditulis Jan Breman (Yayasan Penerbit Obor.2014).

Bung Karno dan Novel The Great Pacific War

Pada tahun 1925, penulis Charles Hector Bywater menerbitkan sebuah novel berjudul The Great Pacific War. Bywater adalah wartawan perang Amerika yang fokus pada intelejen angkatan laut. The Great Pacific War itu sendiri, meski hanya sebuah novel, ternyata isinya berupa prediksi mengenai kemungkinan pecah perang antara Amerika dan Jepang. Dan seperti sejarah membuktikan, ramalan Bywater benar adanya.

Dikisahkan pula, Bung Karno pernah membaca buku ini. Setelah menangkap informasi yang disamarkan dalam novel tersebut, Bung Karno mulai mengingatkan berbagai kalangan agar mereka siap sedia untuk merdeka begitu Jepang kalah dalam perang pasifik melawan Amerika. Hingga kini, novel The Great Pacific War sering dijadikan rujukan oleh buku-buku dan jurnal ilmiah tentang sejarah kemiliteran dan peperangan.

Ucapan Prabowo dan Lemahnya Budaya Literasi Kita

Prabowo sendiri ketika ditanya maksud dari pernyataannya yang mengutip novel The Ghost Fleet menjelaskan bahwa konteks negara Indonesia bubar 2030 adalah saat sumber daya Indonesia sepenuhnya dikuasai asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun