Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg akhirnya berkomentar terkait skandal penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh perusahaan broker data analisis Cambridge Analytica. Dalam postingan yang diunggah di akun pribadinya pada Rabu 21 Maret 2018, Zuckerberg mengklaim akan bertanggung jawab untuk melindungi data pengguna dan telah bekerja untuk memahami apa yang terjadi untuk memastikan kebocoran serupa tidak terjadi lagi. Dia juga menguraikan langkah-langkah yang diambil Facebook untuk mengatasi kebocoran data dan rencana perusahaan untuk mencegah penyalahgunaan privasi pengguna bergerak maju.
Aplikasi media populer Facebook tengah dihantam badai krisis menyusul terbongkarnya penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica yang membantu menjalankan kampanye politik Presiden Donald Trump.
"Ini adalah pelanggaran kepercayaan antara Kogan, Cambridge Analytica dan Facebook," kata Zuckerberg di akun Facebook pribadinya. "Tapi itu juga merupakan pelanggaran kepercayaan antara Facebook dan orang-orang yang berbagi data mereka dengan kami dan mengharapkan kami untuk melindunginya. Kami harus memperbaikinya."
Kronologis Skandal Facebook dan Cambridge Analytica
Nama Kogan yang dimaksud Zuckerberg adalah Alexandr Kogan, peneliti Universitas Cambridge. Pada tahun 2013, Kogan membuat kuis kepribadian pada sebuah aplikasi yang dipasang oleh sekitar 300.000 orang yang berbagi data mereka dan beberapa data teman mereka. Hal ini akhirnya memberikan Kogan akses ke data puluhan juta pengguna Facebook.
Pada tahun 2014, Zuckerberg mengatakan bahwa Facebook mengubah kebijakannya untuk tidak mengizinkan pembuat aplikasi bisa mengakses data tentang teman-teman seseorang kecuali teman-teman pengguna tersebut juga telah mengesahkan aplikasi tersebut. Sayangnya, Kogan sudah terlanjut mendapatkan data puluhan juta pengguna Facebook.
Baru di tahun 2015 Facebook mendengar dari wartawan di The Guardian bahwa Kogan telah melanggar kebijakan Facebook dengan membagikan data jejaring sosial yang didapatnya pada perusahaan data-profiling Cambridge Analytica. Facebook kemudian melarang Kogan dari platform mereka dan menuntut agar dia dan Cambridge Analytica "secara resmi menyatakan" bahwa mereka telah menghapus data, dan kedua pihak "memberikan sertifikasi ini," demikian penjelasan Zuckerberg.
Ketika skandal ini terbongkar, Facebook mendapatkan berita dari The Guardian, The New York Times dan Channel 4 bahwa Cambridge Analytica "mungkin tidak" telah menghapus data seperti yang diklaimnya. Facebook kemudian melarang Cambridge Analytica menggunakan salah satu layanannya dan menyewa perusahaan audit untuk menyelesaikan audit forensik perusahaan. Zuckerberg mengatakan perusahaan itu "bekerja dengan regulator untuk menyelidiki apa yang terjadi." Komisi Perdagangan Federal AS sendiri dilaporkan sedang menyelidiki penanganan data pengguna Facebook, dan Komisi Eropa meminta otoritas perlindungan data untuk menyelidiki kebocoran data yang diakibatkan penyalahgunaan Cambridge Analytica.
Upaya Facebook Memperketat Keamanan Data Pengguna
Untuk tetap menjaga kepercayaan publik dan khususnya para penggunanya, Zuckerberg mengatakan Facebook akan menyelidiki semua aplikasi yang memiliki akses ke "sejumlah besar informasi" sebelum jaringan sosial mengubah kebijakan datanya pada tahun 2014. Facebook mengatakan akan mengaudit aplikasi apa pun "dengan aktivitas mencurigakan" dan melarang pengembang yang tidak setuju untuk ditinjau kembali. Jika Facebook menemukan bahwa pengembang kehilangan informasi pribadi, Facebook akan melarang pembuat aplikasi dan memperingatkan semua pengguna yang dipengaruhi oleh aplikasi, termasuk pengguna yang terkena kebocoran data dari Kogan.
Facebook juga mengatakan akan lebih membatasi akses pengembang ke data pengguna secara lebih luas. Perusahaan akan menghapus akses pengembang ke data jika pengguna belum menggunakan aplikasi dalam tiga bulan, dan akan membatasi pengguna menyerahkan data pada pengembang ketika mereka masuk untuk hanya menyertakan nama, foto profil, dan alamat email mereka. Pengembang perlu mendapatkan persetujuan dari pengguna dan menandatangani kontrak dengan Facebook untuk meminta akses apa pun dari pengguna ke pos atau data pribadi mereka.
Untuk memudahkan pengguna Facebook mengontrol informasi mereka, Facebook akan menambahkan alat baru ke bagian atas umpan berita yang menunjukkan orang-orang yang dapat mengakses aplikasi data mereka, termasuk fitur untuk mencabut akses aplikasi. (Fitur ini saat ini tersedia di pengaturan privasi pengguna, namun penempatan baru akan memudahkan orang untuk menemukannya dari umpan berita.) Zuckerberg mengatakan perusahaan berencana untuk mengumumkan perubahan kebijakan data lebih banyak dalam beberapa hari mendatang.
"Saya memulai Facebook, dan pada akhirnya saya bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada platform kami," tulis Zuckerberg pada hari Rabu. "Saya serius melakukan apa yang diperlukan untuk melindungi komunitas kami. Sementara masalah khusus yang melibatkan Cambridge Analytica seharusnya tidak lagi terjadi dengan aplikasi baru hari ini, hal itu tidak mengubah apa yang terjadi di masa lalu."
"Kami akan belajar dari pengalaman ini untuk mengamankan platform kami lebih lanjut dan membuat komunitas kami lebih aman untuk semua orang maju," tambahnya.
Pada hari Rabu, COO Facebook Sheryl Sandberg juga membahas kontroversi Cambridge Analytica untuk pertama kalinya, "Seperti yang dia katakan, kami tahu bahwa ini adalah pelanggaran besar terhadap kepercayaan orang, dan saya sangat menyesal bahwa kami tidak melakukan cukup untuk menghadapinya," kata Sandberg di postingan akun Facebook pribadinya.
Aplikasi Lain Juga Bisa Mencuri Data Pengguna Facebook
Mengambil data pengguna Facebook sebenarnya bukan hal yang sulit, itu menurut pendapat Bernhard Rieder. Pada tahun 2009, Bernhard Rieder menciptakan sebuah aplikasi yang mirip dengan yang diduga membantu Cambridge Analytica mengumpulkan data pribadi 50 juta orang pengguna Facebook.
Rieder membangun alat yang ia sebut Netvizz, pengolah data Facebook untuk akademisi yang mempelajari jaringan sosial. Aplikasi, yang kata Rieder digunakan oleh lebih dari 100.000 peneliti, masih bekerja hingga hari ini. Meskipun kemampuan memperoleh datanya melemah ketika Facebook membuat perubahan pada antarmuka pemrogramannya di tahun 2015. Namun, Rieder memastikan data yang diperolehnya selalu dihapus secara berkala. Inilah yang seharusnya dilakukan para peneliti akademis. Persyaratan layanan Facebook (TOS) mendikte bahwa data apa pun yang dikumpulkan harus dihapus dalam 24 jam, tetapi Rieder mengatakan bahwa perusahaan tidak pernah memastikan bahwa ia telah melakukannya.
Secara bercanda, Rieder mengatakan ia bisa saja memperoleh sebuah mobil Lamborghini atas hasil pengumpulan datanya. Rieder menyandarkan candaannya ini pada fakta bahwa bisnis pengumpulan data pribadi adalah bisnis yang menggiurkan. Diketahui, Cambridge Analytica memperoleh hampir US$ 6 juta dalam pembayaran dari kampanye Donald Trump dan jutaan lainnya dari Partai Republik dan PACS menjelang pemilihan tahun 2016, dengan janji bahwa wawasannya tentang identitas orang-orang, teman-teman dan "suka" dapat membantu mempengaruhi pemilihan.
Mudahnya mencuri data pribadi di Indonesia
Bagaimana dengan di Indonesia? Tanpa menggunakan aplikasi di Facebook pun kita bisa dengan mudahnya memperoleh data pribadi atau data kependudukan orang lain. Tidak percaya? Bukalah mesin telusur Google. Kemudian ketikkan "kartu keluarga", atau "ktp" pada fitur pencarian gambar. Dalam sekejap, ribuan foto kartu keluarga atau ktp akan terpampang dengan jelas. Ironisnya, banyak diantaranya bersumber dari instansi pemerintah daerah, seperti situs Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Tak hanya itu, data pribadi nasabah bank juga seringkali disalahgunakan. Contohnya ketika saya mendapat telpon penawaran dari sebuah asuransi milik bank BUMN. Ketika saya tanya darimana dia dapat data alamat dan nomor telpon saya, sales asuransi tersebut mengatakan dia mendapat data dari bank karena asuransi itu masih satu grup. Ini sudah termasuk kategori penyalahgunaan data. Karena seharusnya pihak bank tidak boleh sembarangan memberikan akses data pribadi nasabahnya kepada pihak ketiga, meskipun itu anak perusahaannya sendiri.
Begitu pula dengan data nomor telpon seluler. Tentu kita pernah menerima sms dari nomor tak dikenal yang isinya menawarkan barang atau jasa. Darimana mereka dapat nomor telpon seluler kita? Sumber utama data nomor telpon yang mereka dapatkan biasanya berasal dari konter-konter penjual nomor perdana atau penjual pulsa. Berbeda jika sms tersebut mempunyai nama, misal dari Kominfo, atau perusahaan lain. Karena sms bernama itu tandanya mereka secara resmi membeli layanan iklan sms blast dari operator seluler.
Mudahnya data kita dicuri pihak lain menandakan belum tingginya kesadaran kita sendiri untuk menjaga data pribadi. Berkaitan dengan aplikasi pengambil data di Facebook, seringkali saya lihat beberapa teman media sosial menggunakan aplikasi kuis kepribadian dan kemudian dibagikan di beranda Facebook mereka. Padahal, justru aplikasi seperti ini yang rawan disalahgunakan.
Penyalahgunaan data pribadi tak hanya untuk kepentingan komersial. Bisa pula untuk tujuan politik, terlebih menjelang masa pemilihan umum atau pemilihan presiden. Kita bisa belajar dari kasus Facebook dan Cambridge Analytica, yang menyalahgunakan data pengguna Facebook untuk membantu kampanye Donald Trump, hingga akhirnya berhasil memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat.
Referensi
1. Akun Facebook Mark Zuckerberg
2. NBC News
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H