Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik untuk Sertifikasi Profesi Barista yang Diselenggarakan Bekraf

18 Maret 2018   00:06 Diperbarui: 18 Maret 2018   02:06 3308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu profesi yang sekarang sedang tumbuh dan banyak diminati oleh anak muda adalah peracik kopi, atau Barista. Seiring dengan pertumbuhan penikmat kopi dan pelaku usaha kuliner kopi, profesi Barista menjadi semakin populer.

Untuk meningkatkan kompetensi dari Barista Indonesia supaya bisa bersaing dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Barista Indonesia mengadakan sertifikasi profesi Barista secara gratis. Program sertifikasi ini diadakan bergilir di beberapa kota besar Indonesia. Salah satunya di Denpasar, Bali yang akan diadakan bulan Mei mendatang.

Sertifikasi barista yang diselenggarakan oleh Bekraf sendiri lebih kepada sertifikasi profesi dasar yang mengarah ke servis di tempat. Penyelenggaraannya berada di bawah Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi. Program ini pertama kali digelar pada 29 September 2016 silam. Pada setiap sesi program sertifikasi diharapkan bisa diikuti 100 orang barista.

Program sertifikasi profesi barista gratis dari Bekraf ini memang patut dan layak untuk didukung. Sayangnya, ada sebuah persyaratan wajib yang menurut saya bisa memberatkan seorang barista untuk mengikuti program ini. Di brosur kegiatan yang diedarkan Bekraf, salah satu syarat untuk mengikuti sertifikasi barista adalah calon peserta harus mempunyai sertifikat pelatihan barista.

Padahal, untuk mengikuti pelatihan barista butuh biaya yang tidak sedikit. Dulu, saya pernah ditawari mengikuti pelatihan barista oleh sebuah kedai kopi besar sekaligus produsen kopi di Bedugul, Bali. Biayanya mencapai 3 juta rupiah untuk masa pelatihan selama tiga hari.

Di luar negeri, pelatihan barista malah menyerupai sebuah kursus resmi dengan durasi waktu yang lebih lama. The Specialty Coffee Assosiation of Europe (SCAE) Coffee Diploma misalnya, menyediakan program pendidikan barista mulai dari tingkat pemula hingga master, yang mana sudah tentu menggunakan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan teknologi kopi saat ini. 

Mereka menyediakan kelas Barista Skill yang yang terdiri dari Level 1 dan Level 2, dimana peserta harus melalui latihan, dan ujian tertulis serta praktik untuk mendapatkan sertifikat. Kelas lainnya yaitu Level 1 SCAE Certified Basic Barista, dengan waktu pendidikan selama 6 bulan, melewati ujian tertulis dan praktik untuk mendapatkan sertifikat. Level 2SCAE Certified Barista, dengan waktu pendidikan selama setahun, melewati ujian tertulis dan praktik untuk mendapatkan sertifikat. 

Dan yang terakhir Level 3 SCAE Certified Master Barista, dengan waktu pendidikan selama kurang lebih 2 tahun untuk menjadi barista dan juga melewati ujian tertulis dan praktik.

Di Indonesia, juga sudah tersedia kelas pelatihan untuk menjadi barista, namun masih sangat sedikit sekali jumlahnya dan hanya terdapat di kota-kota besar. Sayangnya, seperti yang pernah saya terima penawarannya, durasinya sangat singkat, tapi memakan biaya yang besar. Padahal adakalanya yang diajarkan hanya sekedar teknik-teknik dasar seperti menggunakan mesin grinder, menggunakan mesin espresso, membersihkan mesin espresso, dan membuat sajian minuman berbahan espresso.

Pelatihan barista memang banyak macamnya, mulai dari penyeduhan manual secara profesional, pelayanan terhadap pengunjung, latte artyang tengah populer seperti saat ini hingga konsentrasi pelatihan ke arah indra perasa untuk bisa menjajal rasa dan membedakan tiap biji kopi.

Biaya yang besar dari pelatihan barista tentu akan memberatkan anak-anak muda di daerah yang ingin menjadi barista bersertifikat resmi. Padahal, barista adalah profesi keahlian, dimana seseorang bisa belajar secara otodidak. Minuman kopi racikan dari barista hasil pelatihan belum tentu bisa seenak minuman kopi hasil racikan barista otodidak.

Jika Bekraf ingin membantu industri kuliner kopi, bukan serfitikasi profesi barista yang harus ditekankan. Tapi, bagaimana Bekraf bisa memfasilitasi pelatihan barista dengan biaya yang terjangkau sehingga setiap anak muda bisa mendapatkan standar pelatihan yang layak. Semakin terjangkau biaya pelatihan barista, semakin banyak pula profesi barista yang tercetak. Ujung-ujungnya, semakin banyak pula barista bersertifikat yang profesional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun