Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melacak Taman Kota Malang yang Kini Hilang

14 Maret 2018   23:24 Diperbarui: 15 Maret 2018   11:55 1752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
papan petunjuk jalan Taman Ungaran Malang (dok.pribadi)

Sebuah papan petunjuk jalan berdiri tegak di ujung jalan Taman Ungaran. papan ini lain dari papan nama jalan biasa. Ukurannya lebih besar tiga kali lipat. Selain itu, jika papan jalan biasa hanya berisi nama jalan, papan yang satu ini mempunyai penjelasan lengkap, "Dahoeloe Ungaran Park/Taman Oengaran, sekarang Jalan Ungaran/Taman Ungaran". 

Nama Oengaran Park, atau Taman Oengaran adalah salah satu dari banyak taman Kota Malang yang dibangun pemerintah Kotapraja Malang era kolonial. Ketika mendapat status sebagai geemente/kota madya, pemerintah Kota Malang merasa perlunya pemekaran dan perluasan area kota dan pemukiman untuk menampung para imigran warga Belanda. Sebagai penasehat sekaligus arsitek penata kota, ditunjuklah Ir. Herman Thomas Karsten.

Antara tahun 1914-1929, Malang sudah mempunyai 8 tahap perencanaan kota yang pasti. Masing-masing tahapan tersebut dinamakan sebagai Bouwplan I s/d VIII. Tujuan utama dari perluasan ini adalah pengendalian bentuk kota akibat dari pertambahan penduduk serta kemajuan ekonomi yang sangat cepat.

Bouwplan merupakan konsep city garden, serta dimaksudkan sebagai respons pemerintah kota terhadap dinamika kehidupan sosial ekonomi dan pertumbuhan demografi kota yang terus meningkat, terutama kehadiran migran menetap dari kalangan orang Eropa. Sekitar tahun 1900 generasi baru berkebangsaan Belanda berimigrasi ke Hindia Belanda, dan berhasrat merubah kota menjadi mirip dengan kota asalnya di negeri Belanda.

Karena dirancang sebagai kota taman, maka tidak heran jika Karsten dalam merancang dan menata Kota Malang akhirnya membangun banyak taman kota. Ketika itu, ada dua penyebutan bentuk taman, yakni plein (bundaran) dan park (taman). Dukut Imam Widodo dalam buku Malang Tempo Doeloe (Bayumedia, 2006) menyebutkan, tidak kurang dari 11 taman yang berhasil dibangun pemerintah Kota Malang pada era kolonial. 

Yakni Coenplein, Stoollpark, Tjeremeeplein, Smeroepark (disebut juga Beatrixpark), Slametpark, Oengaranpark, Merbaboepark, Idjenplein, Gajamplein, Edward Soesmanpark, dan Bandaplein. Sementara dalam Straatnamenlijst Malang Nederlands 1940, Indonesisch 1995 yang ditulis van Schaik, terdapat 12 taman dengan satu penambahan yakni Wilisplein.

Taman-taman kota tersebut sebagian besar berada di kawasan Bergenbuurt, atau kawasan rumpun jalan gunung-gunung. Sedangkan sisanya berada di kawasan Eilandenbuurt (kawasan rumpun jalan pulau) dan kawasan rumpun jalan buah-buahan. Satu taman yang lain, yakni Coenplein merupakan ikon Kota Malang yang sekarang bernama Bundaran Tugu Balai Kota.

Dalam perkembangannya hingga sekarang ini, taman-taman Kota Malang banyak yang bertahan dan tetap terpelihara. Namun ada juga yang hilang dan berganti wujud menjadi perumahan atau sarana umum lainnya. Untuk mengetahui taman kota mana saja yang bertahan dan tetap ada serta mana yang hilang, kita bisa melihatnya melalui perbandingan peta topografi Kota Malang seperti berikut ini:

Peta dari Survey Directorate Head Quarters ALFSEA, dipublikasikan Januari 1946. Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/816949
Peta dari Survey Directorate Head Quarters ALFSEA, dipublikasikan Januari 1946. Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/816949
Pada peta diatas, terdapat 10 taman kota yang berada di kawasan Bergenbuurt yang sesuai penomoran adalah:

1. Smeroepark
2. Gajamplein (berada di kawasan rumpun jalan buah-buahan)
3. Slametpark
4. Merbaboepark
5. Oengaranpark
6. Tjermeplein
7. Boeringplein
8. Smeroeplein
9. Wilisplein
13. Idjenplein

Dengan membandingkannya pada peta satelite Google, kita akan tahu taman kota mana yang tetap bertahan, berubah fungsi, atau hilang sama sekali. Perubahan paling mencolok tentu saja terdapat pada keberadaan Smeroepark.

peta satelit Google, diakses 13-03-2018 (dok.pribadi)
peta satelit Google, diakses 13-03-2018 (dok.pribadi)

Hilangnya Beatrixpark, taman Kota Malang yang indah

Pada pertengahan tahun 1920-an, seiring dengan semakin banyaknya penduduk Belanda yang datang dan kemudian menetap, pemerintah kota praja Malang merasa perlu untuk membangun lagi sebuah kolam renang di Smeroepark. 

Yang pertama dibangun di taman olahraga/stadion. Setelah dilengkapi fasilitas kolam renang dan pemandian, Smeroepark kemudian berganti nama menjadi Beatrixpark pada tahun 1938. Ketika Jepang menyerbu masuk dan menduduki kota Malang, nama Beatrixpark diganti menjadi Tanaka Park. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia taman ini berubah nama menjadi Taman Indrakila. 

Tepatnya pada tahun 1952 pemerintah Kota Malang berencana merubah Taman Indrakila menjadi sebuah taman hiburan dengan beberapa fasilitas penunjang. Sekitar awal tahun 1970-an, air yang berada di kolam taman ini mulai mengering dan tidak ada penjelasan sebab air di taman tersebut mengering hingga akhirnya sekitar akhir tahun 1970-an mulai digunakan sebagai tempat expo dan pameran.

Pada tahun 1982, sekelompok pecinta seni Kota Malang mengajukan proposal untuk menggunakan Taman Indrakila sebagai pusat kegiatan seni. Wali Kota Malang saat itu, Soegiyono akhirnya memberikan ijin penggunaan Taman Indrokilo untuk kegiatan pengembangan seni, budaya, dan kelompok pecinta seni Kota Malang tersebut kemudian membentuk Lembaga Kesenian Indrakila (LKI). 

Keberadaan Taman Indrakila akhirnya harus berakhir. Seiring dengan perkembangan kota, ada beberapa gedung atau tempat yang menurut pemerintah Kota Malang perlu dipertimbangkan untuk perombakannya. Salah satunya adalah taman Indrakila. 

Tempat ini menurut pemerintah dinilai sudah tidak menguntungkan dan tidak bermanfaat bagi masyarakat. Dan rencananya akan di ruislag (tukar bangun) menjadi komplek perumahan dengan kompensasinya adalah dibangunnya beberapa tempat (taman) di Malang.

Era Wali Kota Soesamto memang sedang gencar-gencarnya membangun perumahan di beberapa kawasan Kota Malang. Perubahan Taman Indrakila menjadi sebuah perumahan setidaknya membawa dampak bagi kota Malang seperti dampak ekonomi, dampak ekologi dan dampak sosial baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Sekarang, bekas lahan Smeroepark, atau taman Indrakila berubah menjadi komplek perumahan Wilis Indah yang berada tepat di belakang Museum Brawijaya.

Jika Smeroepark menghilang, taman kota lainnya di kawasan Bergenbuurt masih tetap bertahan. Bahkan cenderung semakin cantik. Merbaboepark misalnya, sekarang berubah menjadi Merbabu Family Park dan Hutan Kota Malabar.

Begitu juga dengan Slametpark yang menjadi Taman Slamet dan sering dijadikan tempat acara keluarga. Sementara Tjermeplein, saat ini menjadi taman Tjerme yang berbentuk labirin hasil kreasi Hotel Shalimar Boutique yang berada tepat di seberangnya.

Beberapa bundaran yang lain (plein) berada dijalan Besar Ijen dan berfungsi sebagai bundaran taman yang menghubungkan persilangan jalan. Idjenplein menjadi Simpang Balapan, Boeringplein menjadi Idjen Boulevard dengan monumen Pahlawan TRIP dan Smeroeplein menjadi bundaran Semeru dengan monumen Melati. Gajamplein, Wilisplein dan Oengaran Park masih tetap bertahan sebagai taman kecil penghias komplek perumahan.

Misteri Stollpark, taman Kota Malang yang hilang

Beralih ke kawasan selatan, disana terdapat tiga nama taman, seperti yang ditunjukkan pada peta di bawah ini:

Peta dari Survey Directorate Head Quarters ALFSEA, dipublikasikan Januari 1946. Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/816949
Peta dari Survey Directorate Head Quarters ALFSEA, dipublikasikan Januari 1946. Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/816949
Stollpark (nomor 10), seperti tampak pada gambar peta di atas, berada di tepat di sisi Tonganstraat. Kawasan Talun, Tongan dan Sawahan ini di era kolonial adalah kawasan pemukiman orang Eropa. Kemudian kita lihat perbandingannya pada peta satelit Google. Tongan Straat berganti nama menjadi Jalan Ade Irma Suryani, sementara lokasi yang di peta kolonial menandakan Stollpark, pada peta satelit Google bercitrakan atap-atap sebuah bangunan.

peta satelit Google, diakses pada 13-03-2018 (dok.pribadi)
peta satelit Google, diakses pada 13-03-2018 (dok.pribadi)
Beberapa literatur sejarah kota Malang yang ditulis sejarawan Indonesia mengidentifikasi Stollpark sebagai salah satu dari taman-taman kota yang dibangun pemerintah Gemeente Malang. Dalam daftar nama jalan beserta perubahannya, van Schaik tidak menyebutkan nama apa yang menggantikan Stollpark dan juga tidak menjelaskan Stollpark itu taman atau bukan. Sementara Dukut Imam Widodo dkk juga kesulitan mengidentifikasi dimana tepatnya Stollpark berada dan kemudian berubah menjadi apa.

Jika melihat situasi terkini di lapangan, yang dulunya berpenanda Stollpark sudah berubah menjadi pertokoan. Sementara di bagian dalamnya adalah komplek perumahan. Dari jalan Ade Irma Suryani (bagian barat), di sisi selatan jalan ada 2 jalan kecil (gang). 

Pertama adalah Jalan Ade Irma Suryani gang 3. Dan yang kedua, lebih dekat pada lokasi penanda Stollpark adalah jalan Ade Irma Suryani Gang Dalam. Jika masuk ke dalamnya, yang ada di situ adalah rumah-rumah dalam satu komplek dan jalannya juga buntu.

Fakta ini membuat saya ragu jika Stollpark dulunya adalah taman kota sebagaimana yang diidentifikasi beberapa sejarawan. Selain itu, secara toponimi, nama Stollpark tidak cocok dengan lingkungan sekitarnya. 

Tongan, Talun, dan Sawahan adalah nama-nama kampung yang sudah ada sebelum pemerintah kota praja Malang membuat perluasan kota. Nama sebuah taman biasanya mengacu pada nama jalan di dekatnya, atau sesuai dengan konsep Thomas Karsten, biasanya harus terletak pada satu rumpun. Atau jika diberi nama seseorang, nama itu haruslah nama tokoh yang berjasa dan terkenal. Sebagaimana Beatrixpark yang mengambil nama putri Belanda.

Tak hanya itu, nama Stollpark juga muncul dalam beberapa iklan di surat kabar seperti De Indische Courant. Isinya tentang rumah disewakan dengan alamat Stollpark, atau Tonganstraat yang ada keterangan tambahan "masuk ke Stollpark".

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, saya menduga Stollpark bukanlah sebuah taman kota Malang. Jika mengacu pada kondisi terkini, di dalam jalan masuk Ade Irma Suryani Gang Dalam ada beberapa rumah yang saling berdekatan dan membentuk sebuah komplek tersendiri. Tidak tampak adanya bekas-bekas sebuah taman kota. Dan lagipula jalan itu buntu. Bisa jadi Stollpark adalah nama yang dulu dipakai untuk menyebut komplek perumahan tersebut. Dan entah dengan alasan apa diberi nama Stollpark.

Edward Soesmanpark, nama taman kota yang aneh

peta satelit Google, diakses pada 13-03-2018 (dok.pribadi)
peta satelit Google, diakses pada 13-03-2018 (dok.pribadi)
Seperti halnya Stollpark, nama Edward Soesmanpark (nomor 11 pada peta Gemeente) adalah sebuah anomali. Edward Soesmanpark berada di kawasan Eilandenbuurg (rumpun jalan pulau) yang menurut kaidah penamaan jalan semestinya harus mengacu pada nama jalan/kawasan terdekat. 

Nama ini memang diperuntukkan bagi sebuah taman, yang jika melihat peta satelit Google terkini, sekarang berubah menjadi jalan Taman Riau. Fakta ini juga sekaligus mengoreksi beberapa literatur sejarah yang menyebut Edward Soesmanpark berganti nama menjadi Jalan Tanimbar. 

Seharusnya, yang berganti nama menjadi Jalan Tanimbar adalah De Ridderweg. Sementara itu Bandaplein (nomor 12) masih bertahan sebagai bundaran jalan yang berada diantara jalan Banda dan jalan Obi.

Banyaknya taman dan bundaran jalan di kota Malang saat era kolonial membuat kota ini menjadi destinasi favorit para imigran Belanda. Bulletin Tourism Netherland India(1932: 5) dalam tesis Ismain bahkan memberitakan:

There has been a decided tendency in the past few years for government officials and other persons who have spents the better past of the working lives ini Netherlands India to settle in Java so that they may spend their declining years amid the peaceful scenes more familiar to them reather than amid the rush and turmoil of modern Europe. Malang has proved unusually attractive to this class of resident, the number of Europeans who have chosen this town or its environs as their permanent residence is surprising.

(Ternyata ada suatu kebiasaan saat itu bagi pegawai-pegawai pemerintahan dan pegawai-pegawai lain, yang telah menghabiskan kehidupan kerja mereka dengan baik di Hindia Belanda, untuk tinggal di Jawa, sehingga mereka bisa menghabiskan masa-masa tua mereka lebih baik di tengah-tengah suasana yang tenang, daripada kehidupan modern Eropa yang serba cepat dan banyak gangguan. Malang menjadi salah satu kota yang menjadi tempat tinggal orang Eropa, dan ini dibuktikan dengan banyaknya orang Eropa yang secara mengejutkan memilih kota ini sebagai tempat tinggal permanen mereka).

Hingga kemudian muncullah julukan Holland Tropische Stad atau Kota Tropis Belanda sebagai identitas Kota Malang.

 Referensi:

  • Arthur van Schaik. 1996. Straatnamenlijst Malang Nederlands 1940 - Indonesisch 1995 in MALANG Beeld van een stad. Purmerend Asia Maior.
  • Dukut Imam Widodo, Agus Irawan Tedjoleksono. 2006. Nama-nama Jalan Tempo Doeloe.Dalam Malang Tempo Doeloe Jilid Satoe. Malang: Bayu Media Publishing.
  • Fara Karlina. 2011. Dari Beatrix Park-Taman Indrakila (Studi Taman Kota di Malang 1931-1990). Skripsi Jurusan Sejarah Universitas Malang.
  • 1996. Perkembangan Kota Malang Pada Zaman Kolonial (1914-1940). Jurnal Dimensi 22 September 1996.
  • Kasimanuddin Ismain. Klarifikasi Nilai Pendidikan Sejarah Festival Malang Tempo Doeloe Untuk Menumbuhkan Identitas Kolektif. Tesis Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
  • Purnawan Basundoro. 2009. Dua Kota Tiga Jaman: Surabaya dan Malang sejak Kolonial sampai Kemerdekaan.Yogyakarta: Penerbit Ombak.
  • https://areklki.wordpress.com
  • https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/816949
  • De Indische courant 02-10-1926

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun