Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Empat Alasan Kopi Luwak Tak Semestinya Dihargai Mahal

12 Februari 2018   14:59 Diperbarui: 12 Februari 2018   18:41 3044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai minuman paling populer, kopi bisa kamu peroleh mulai dari harga 5 ribu rupiah hingga ratusan ribu rupiah satu cangkirnya. Kopi apa yang bisa berharga ratusan ribu satu cangkirnya, atau jutaan rupiah untuk tiap kilogramnya? Jawabannya selalu tertuju pada Kopi Luwak.

Beberapa orang menyebut, Black Ivory adalah yang termahal. Ini adalah kopi yang berasal dari feses hasil pencernaan gajah. Namun, sebagian besar penggemar kopi mengatakan, kopi yang keluar dari kotoran hewan musang kelapa asia (Paradoxurus hermaphrodites) atau akrab kita sebut sebagai Kopi Luwak masih memegang rekor sebagai kopi termahal di dunia.

Hingga saat ini, saya masih sulit menemukan jawaban, mengapa orang-orang harus menghargai mahal untuk sesuatu yang keluar dari kotoran hewan. Saya juga masih heran bagaimana bisa sesuatu yang asalnya dari kotoran bisa dibilang rasanya enak. Seekor musang memakan buah kopi yang berwarna merah, kemudian mencernanya. 

Dan karena biji kopi yang keras tidak bisa dicerna, hewan itu mengeluarkannya bersama kotoran yang lain. Biji-biji kopi dari kotoran hewan itu dikumpulkan, kemudian dibersihkan dan disangrai. Seperti itulah proses terjadinya Kopi Luwak, atau kopi hasil kotoran hewan lainnya seperti beberapa spesies monyet dan gajah. Anehnya, orang-orang tertentu rela membayar mahal untuk bisa menikmati kopi jenis ini.

Tidak ada bukti ilmiah Luwak Bisa Memilih Kopi yang Baik

Mereka mengatakan, Kopi Luwak menjadi spesial dan patut dihargai mahal karena hewan ini tahu bagaimana memilih biji kopi yang berkualitas baik. Dan ketika melewati proses pencernaan hewan, biji kopi itu akan mengalami perubahan struktur molekul sehingga menghasilkan rasa yang berbeda.

Ok, mari kita bahas sedikit tentang perilaku Luwak dalam memilih biji kopi. Klaim bahwa hewan musang ini bisa memilih mana biji kopi yang baik dan mana kopi yang buruk untuk dimakan sebenarnya masih dalam wilayah abu-abu. Artinya, belum ada penelitian eksak dan patent bahwa itu memang insting atau anugrah alam atau keahlian khusus yang dimiliki Luwak. Yang dimakan Luwak adalah buah kopi, sementara biji kopinya masih terbungkus didalam kulit dan daging buah. Bagaimana hewan itu tahu, atau bagaimana kita bisa tahu bahwa si Luwak sudah memilihkan biji kopi yang bagus?

Perlakuan Buruk Pada Luwak di Penangkaran

Kita coba bandingkan dengan situasi sekarang, ketika popularitas Kopi Luwak semakin meningkat banyak orang yang mulai menangkarkan hewan berbulu mirip kucing ini. Alih-alih membiarkan mereka di alam liar dan memakan sebanyak mungkin kopi. Proses penangkaran Luwak ini kadang sangat tidak berperikehewanan. 

Seperti yang dikatakan oleh Chris Shepherd, Deputy Regional Director dari Traffic, sebuah organisasi nirlaba yang berkompeten dalam perdagangan hewan liar.  "Para musang diambil dari alam liar dan harus bertahan dalam kondisi mengerikan. Mereka berjuang untuk tetap bersama tapi mereka dipisahkan dan harus menjalani diet yang sangat buruk di kandang yang sangat kecil" seperti dilansir dari The Guardian. 

Dari sini kita bisa mengamati, selain perlakuan buruk pada si Luwak,  timbul sebuah pertanyaan; Apakah buah kopi yang diberikan pada Luwak itu sudah pilihan semua, atau diberikan secara acak supaya nanti si Luwak sendiri yang memilihnya?

Kopi Luwak Dijual Karena Cerita, Bukan Karena Kualitas Rasa

Tapi kan rasanya berbeda, karena sudah mengalami proses fermentasi dalam organ pencernaan si hewan? Kalau kamu bilang rasanya beda dan lebih spesial dari kopi lainnya, ada baiknya kamu membaca hasil Quality Assesment dari Rocky Rhodes, seorang ahli kopi dari International Coffee Consulting Group. Rhodes menguji citarasa kopi Luwak dengan di sebuah perkebunan kopi di Jawa Timur dengan metode cupping, dan mengatakan citarasa kopi Luwak dua poin lebih rendah dari tiga kopi lainnya sebagai pembanding. 

Kopi Luwak mempunyai aroma dan citarasa lebih halus, dengan tingkat keasaman yang lebih rendah, bahkan cenderung lebih manis (saya sendiri menyebutnya agak eneg). Dua faktor yang bisa didapatkan dari beberapa jenis kopi alami.

Menikmati secangkir kopi luwak (dok.pribadi)
Menikmati secangkir kopi luwak (dok.pribadi)
Karena itulah Rhodes menyimpulkan, Kopi Luwak dihargai mahal karena faktor ceritanya, bukan karena kualitas rasanya. Sebuah cerita dari jaman kolonialisme Belanda ketika para petani kopi dilarang untuk menikmati kopi mereka sendiri, kemudian para petani ini mengumpulkan biji kopi yang sudah dimakan hewan luwak liar dan menjadikannya minuman kopi di rumah. Cerita ini menarik perhatian beberapa pihak, yang berpikir mungkin bisa menjualnya dan orang akan menghargai mahal karena keunikan prosesnya.  

Tidak Ada Cara Membuktikan Keotentikan Kopi Luwak

Karena popularitasnya yang semakin meningkat, akhirnya banyak orang yang ingin mengambil untung dari penjualan Kopi Luwak, tentunya dengan berbagai cara. Selain dengan penangkaran hewan Luwak yang tidak berperikebinatangan, juga banyak yang memberi label kopi biasa sebagai kopi Luwak. 

Karena memang produktivitas kopi Luwak asli (dari Luwak liar) masih rendah, sementara kenyataan di pasaran kopi Luwak banyak dijual. Kita tidak bisa mengharapkan hewan Luwak liar terus menerus makan kopi untuk kemudian kita ambil kotorannya bukan? Jadi, buat apa membayar mahal untuk sesuatu yang tidak bisa kita pastikan keotentikannya?

Jika ingin mencari kopi yang benar-benar unik dan lezat dengan sebuah cerita yang menakjubkan, mengapa tidak mencoba Kopi Spesial Liar Kolombia. Kopi ini tumbuh di hutan hujan Kolombia yang liar dan dipanen oleh orang Kogi Asli, yang telah berada di sana selama berabad-abad. 

Atau kopi dari pedalaman hutan Wamena, Papua, serta beberapa kopi asli Indonesia yang tidak kalah unik rasanya. Setiap daerah punyai keunikan citarasa tersendiri pada setiap kopi yang dihasilkan. Sekali lagi perlu dipertanyakan, untuk apa membayar mahal pada sebuah kopi dari kotoran hewan?

referensi: 

1. The Guardian

2.Speciality Coffee Association

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun