Raksasa internet dunia Google dikabarkan akan segera menyuntikkan dana segar ke perusahaan transportasi online Go-Jek. Nilai investasinya pun fantastis, yang diperkirakan mencapai 16 triliun rupiah. Lebih besar dari nilai investasi raksasa internet dari Cina, Alibaba yang beberapa waktu lalu juga menyuntikkan dana ke startup marketplace Tokopedia sebesar 14 triliun rupiah. Memang belum ada pernyataan resmi dari Nadiem Makariem, CEO Go-Jek perihal rumor mega investasi ini, tapi seperti dikutip dari Reuters, rencana pendanaan ini diproyeksikan akan rampung minggu depan.
Google tidak sendirian dalam proyek mega investasi ke Go-Jek ini. Setidaknya ada sembilan perusahaan yang ikut dalam konsorsium pendanaan ke Go-Jek kali ini. Selain Google, konsorsium ini mencakup nama Temasek Holding, KKR & Co, Warburg Pincus, Sequoia Capital, Northstar Group, DST Global dan NSI Ventures, serta perusahaan platform online dari Cina Meituan-Dianping. Google sendiri dikabarkan hanya menyertakan modal sebesar US$ 100 juta. Tidak sekali ini Go-Jek mendapatkan suntikan dana. Sebelumnya, sudah ada Tencent Holdings dan perusahaan e-commerce Cina JD.com yang menyuntikkan dana sebesar US$ 100 juta tahun lalu .
Besarnya nilai investasi serta bergabungnya beberapa perusahaan yang multi platform menyebabkan banyak spekulasi dan pertanyaan, ada apa dibalik investasi tersebut? Google sendiri ikut serta dalam aksi pendanaan ke Go-Jek langsung lewat induk perusahaannya Alphabet Inc, bukan melalui unit usaha permodalannya, Google Ventures.
Investasi Google ke startup lokal di Asia
Satu bulan yang lalu, Google melakukan investasi langsung pertamanya di India saat menyuntikkan investasi sebesar US$ 12,3 miliar pada startup aplikasi Dunzo. Investasi ini, yang dikombinasikan dengan investasi ke Go-Jek, menunjukkan peningkatan minat Google di India dan Indonesia, dua pasar yang paling menjanjikan di dunia untuk produk teknologi dan layanan internet konsumen. Selain Go-Jek, start up transportasi online Uber dan pesaingnya di Amerika Serikat, Lyft juga mendapat suntikan dana dari Google melalui unit Google Ventures.
Bisnis transportasi online memang sedang bersinar. Hingga tahun 2016, Go-Jek sudah mengumpulkan pendanaan sebesar US$ 500 juta, dan dengan masuknya investasi tersebut membuat Go-Jek mempunyai valuasi perusahaan senilai US$ 3 miliar, atau lebih dari 30 triliun rupiah. Pesaingnya, Grab yang berbasis di Singapura telah mengumpulkan lebih dari US$ 4 miliar sampai saat ini, termasuk investasi senilai US$2,5 miliar yang dipimpin oleh SoftBank dari Jepang dan raksasa transportasi online Cina, Didi Chuxing dengan valuasi senilai US$ 6 miliar. Sementara itu Uber tetap menjadi startup teknologi swasta dengan nilai investasi terbesar. Hingga saat ini Uber sudah mengumpulkan 20 milyar dolar dari berbagai investor, termasuk diantaranya adalah Didi Chuxing yang pada tahun 2014 mengakuisisi Uber Cina.
Persaingan dua raksasa Ride-Sharing dari Cina
Adanya nama Didi Chuxing di daftar investor Grab dan Uber Cina pada akhirnya bisa menjelaskan mengapa ada nama Meituan-Dianping dalam daftar investor Go-Jek yang terbaru. Nama ini mungkin belum begitu dikenal investor, meskipun menunjukkan geliat investasi yang mencengangkan. Meituan-Dianping dibentuk melalui merger antara dua platform perdagangan lokal Cina dan bernilai US$ 30 miliar. Selain menyediakan platform yang memungkinkan toko ritel fisik beralih ke online, perusahaan ini juga secara agresif beralih ke moda transportasi online bersistem ride-sharing di Cina di mana mereka berharap dapat menyaingi Didi berkat adanya investasi senilai 4 miliar dolar yang mereka dapatkan tahun lalu. Selain untuk menyaingi Didi, Meituan-Dianping tentu juga berharap melalui Go-Jek mereka bisa memperluas layanan bisnis inti mereka, yakni layanan peralihan bisnis offline ke online di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa.
Indonesia, dan Asia Tenggara umumnya memang pasar potensial untuk bisnis transportasi online dan layanan ritel online. Dalam laporan berjudul "e-Conomy Southeast Asia Spotlight 2017" report, yang dimuat di blognya, Google dan Temasek memprediksi e-commerce di pasar Asia Tenggara tumbuh cepat dan lebih besar dari yang diharapkan. Pada tahun 2017, nilai e-commerce di Asia Tenggara mencapai US$ 50 miliar, dimana transportasi online memiliki porsi senilai US$ 5,1 miliar. Dan nilai tersebut diprediksi akan mencapai US$ 200 miliar di tahun 2025 dengan porsi bisnis transportasi online sebesar US$ 20,1 miliar.
Referensi:
1. Reuters.com
2. Blog.Google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H