Siapa sih yang tidak kenal Gunung Bromo? Wisata alam yang terletak di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur ini namanya sudah mendunia dan menjadi primadona pariwisata Jawa Timur dan Indonesia.Â
Konon, salah satu spot terbaik di dunia untuk melihat matahari terbit adalah di Gunung Bromo. Tak heran jika banyak wisatawan lokal atau mancanegara yang berwisata ke Gunung Bromo hanya dengan satu tujuan, yakni melihat langsung terbitnya matahari dari balik Gunung Bromo. Foto-foto panorama Gunung Bromo pun sudah banyak diakui sebagai salah satu foto pemandangan terindah.
Baru-baru ini, komunitas fotografi Indonesia dibuat gerah dan jengkel dengan dibangunnya dua buah tugu nama (signage) di sekitar lautan pasir Gunung Bromo. Tugu yang dibangun oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS) ini berbentuk memanjang, yang bertuliskan The Sea of Land Bromo Tengger Semeru terletak di area lautan pasir.Â
Dan satu lagi bertuliskan Bukit Teletubbies Bromo Tengger Semeru terletak di area padang savannah Gunung Bromo. Karena dianggap merusak estetika pemandangan alami dari Gunung Bromo, Masyarakat Fotografi Indonesia menulis surat terbuka yang berisi pesan protes keras yang ditujukan kepada Kementrian Pariwisata, Kementrian Lingkungan Hidup, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Presiden Joko Widodo. Mereka mempertanyakan keberadaan tugu di lautan pasir gunung bromo untuk apa?
emua wisatawan yang datang ke Gunung Bromo sudah tentu tahu bahwa mereka sedang berada di Gunung Bromo, sehingga tidak memerlukan sebuah penanda apapun. Yang lebih fatal, keberadaan tugu tersebut justru dinilai merusak estetika pemandangan alami dari Gunung Bromo itu sendiri.
Gunung Bromo adalah wisata alam yang sudah mendunia. Panorama alaminya sudah menjadi penanda bagi Gunung Bromo itu sendiri sehingga tidak memerlukan tugu nama atau penanda lainnya. Apalagi, di beberapa lokasi pintu masuk sudah terdapat pintu gerbang yang menandakan wisatawan sudah memasuki kawasan Gunung Bromo. Lain halnya jika tempat wisata itu adalah wisata buatan manusia. Keberadaan penanda atau tugu nama masih bisa ditolerir, bahkan kadang dinilai perlu.
Ke depannya, selain membongkar kedua buah tugu yang tidak berguna itu, hendaknya pihak BTNBTS atau Kementrian Pariwisata bisa bekerjasama dan berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait yang mempunyai kompetensi di bidang pariwisata jika ada kehendak untuk membangun dan mengembangkan kawasan pariwisata setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H