Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Melihat Potensi Kopi Desa Dalisodo, Malang

12 Oktober 2017   12:43 Diperbarui: 12 Oktober 2017   20:34 5148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi Robusta Karangrejo dari desa Dalisodo

Berbicara mengenai kopi di Malang, hampir semua orang pasti menyebut Kopi Dampit. Nama Kopi Dampit memang sudah terkenal bahkan sampai ke mancanegara. Wajar, karena di Dampit, Malang banyak terdapat perkebunan kopi sejak era kolonial Belanda. Dan memang, salah satu perkebunan kopi yang bibit aslinya dibawa dari Belanda terdapat di Dampit. Namun, sebagai daerah yang dikelilingi pegunungan, potensi kopi di Malang tidak hanya terpusat di Dampit saja. Banyak daerah yang mempunyai potensi kopi pilihan. Salah satunya adalah Desa Dalisodo, kecamatan Wagir Kabupaten Malang.

Desa Dalisodo terletak di kaki Gunung Kawi, arah barat daya Kota Malang. Tidak seperti Dampit yang mempunyai sentra perkebunan kopi, tanaman kopi di desa ini tumbuh di tegal/kebun-kebun milik penduduk. Kopi yang ada di perkebunan desa Dalisodo sebagian besar jenis Robusta dari varian kopi Robusta Karangrejo. Kopi varietas Karangrejo adalah salah satu varietas kopi yang bibit kopinya dibawa oleh orang Belanda. Bermula pada 1928 ketika Gustav van der Swan membuka perkebunan kopi di atas lahan seluas 22 hektar yang dinamakannya Karangrejo Coffee Plantation, Magelang. Benih kopi Karangrejo ini akhirnya menyebar di beberapa wilayah sekitar Magelang, salah satunya di Desa Dalisodo ini.

Kopi Karangrejo dibedakan lagi menjadi dua jenis, yakni Karangrejo Kuning dan Karangrejo Hijau. Perbedaan ini terletak pada biji buah kopinya (greenbean). Setelah proses pengupasan kulit buah, greenbean kopi Karangrejo ada yang berwarna lebih kekuningan, dan ada yang berwarna hijau biasa.

Perkebunan kopi milik penduduk desa Dalisodo diolah secara tradisional. Menurut penuturan Mbah Mun, salah seorang pemilik kebun kopi, penduduk yang memiliki kebun kopi mengolah tanaman mereka secara alami saja. Selama menanti perkembangan tanaman kopinya, penduduk juga hanya memakai pupuk organik, seperti kompos. Sehingga boleh dibilang, kopi Dalisodo adalah kopi yang organik.

Memetik kopi di kebun kopi desa Dalisodo (dok. pribadi)
Memetik kopi di kebun kopi desa Dalisodo (dok. pribadi)
Kopi bukanlah komoditas utama dari Desa Dalisodo. Di desa ini, cuma ada sekitar 20-an penduduk yang memiliki kebun kopi. Tidak luas macam perkebunan kopi di Dampit. Mereka menanam kopi hanya untuk memanfaatkan lahan-lahan kebun yang tidak terpakai. Ada pula yang ditanam di pekarangan depan atau belakang rumah masing-masing. Hasil dari panen kopi ini pun oleh penduduk dimanfaatkan untuk keperluan pribadi. Bagi penduduk desa Dalisodo, ngopi adalah sebuah keharusan. Dan menjamu tamu dengan minuman kopi adalah kewajiban.

kopi dan pisang goreng Rajanangka, sajian khas desa Dalisodo untuk para tamu (dok. pribadi)
kopi dan pisang goreng Rajanangka, sajian khas desa Dalisodo untuk para tamu (dok. pribadi)
Karena hanya dimanfaatkan untuk keperluan pribadi, proses pasca panen kopi di Desa Dalisodo pun terkesan apa adanya. Jika di perkebunan kopi lain, buah kopi dipetik jika sudah matang berwarna merah (petik merah), penduduk desa Dalisodo memetik buah kopinya tergantung kebutuhan. Jika persediaan kopi di rumah sudah habis, dipetiklah buah kopi di kebun mereka, meski masih banyak yang berwarna hijau belum matang (petik hijau). Penduduk tidak mengenal proses sortir pasca panen (atau mungkin enggan menyortir), untuk bisa memilih biji kopi dengan kualitas terbaik. Biji kopi yang masih mentah (berwarna hijau) dicampur begitu saja dengan biji kopi yang sudah matang (berwarna merah). Begitu pula dengan proses pengeringannya. Biji kopi yang sudah dipanen kemudian dikeringkan secara alami. Dijemur di depan rumah sampai kering untuk kemudian dipisahkan kulit buahnya dan menjadi biji kopi siap sangrai (roasting).

Biji kopi matang bercampur dengan biji kopi mentah siap dikeringkan (dok. pribadi)
Biji kopi matang bercampur dengan biji kopi mentah siap dikeringkan (dok. pribadi)
Kualitas Kopi desa Dalisodo tidak kalah dengan Kopi Dampit, atau kopi Malang lainnya. Malah, ada sedikit keistimewaan aromanya dibanding kopi lainnya. Usai di-roasting dan kemudian digiling, kopi jenis robusta dari Dalisodo terasa ada aroma harum coklat yang manis. Dengan kualitas yang demikian bagus dan enak kopinya, sudah saatnya pemerintah daerah setempat bisa lebih mengoptimalkan potensi kopi di desa Dalisodo, sehingga bisa menjadi sebuah komoditas unggulan bagi desa tersebut. Sekaligus bisa memberikan kesejahteraan bagi petani dan pemilik kebun kopinya. Kopi Dalisodo bisa diangkat menjadi kopi yang mempunyai nilai dagang lebih seperti halnya kopi Dampit, dan tidak hanya menjadi hiasan pekarangan rumah penduduk saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun