Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Meraih Kepercayaan Konsumen dengan Produk yang Aman dan Halal

9 Oktober 2017   23:12 Diperbarui: 11 Oktober 2017   04:22 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap sebuah produk, terutama produk pangan. Yang utama, tentu saja apakah produk itu aman untuk dikonsumsi, dan halal. Sebagai produsen produk bahan baku minuman dan suplemen herbal tingkat UMKM, seringkali saya ditanya oleh pembeli dua hal ini secara berurutan: "Apakah sudah terdaftar di BPOM/Dinas Kesehatan?", baru kemudian bertanya, "Apakah sudah bersertifikat halal?" 

Kedua pertanyaan itu seakan mempertegas fakta, bahwa produk yang halal, sudah pasti aman dan higienis. Sementara produk yang aman dan higienis, belum tentu halal. Karena sebelum mendapatkan sertifikat halal, sebuah produk pangan harus melalui proses sertifikasi keamanan pangan dari BPOM/Dinas Kesehatan terlebih dahulu. 

Di era kekinian, tingkat kekritisan konsumen semakin meningkat seiring kian terbukanya informasi dan semakin mudahnya kita memperoleh informasi tersebut. Kesadaran konsumen untuk menuntut sebuah produk yang aman dan halal sudah tentu akan membuat produsen semakin berhati-hati dalam memproses produk pangan yang mereka hasilkan. 

Produk pangan yang halal tidak lagi hanya menjadi perhatian konsumen khusus muslim. Sertifikat halal pada sebuah produk kini sudah menjadi pedoman standar bagi semua kalangan konsumen, terutama di Indonesia yang mayoritas muslim. Pembeli sekarang sudah semakin cerdas dan sadar, bahwa produk yang bersertifikat halal, sudah tentu mengalami proses pengolahan yang aman dan higienis. Sehingga mereka tidak akan ragu lagi untuk mengkonsumsinya.

Tentu kita masih ingat pada beberapa berita tentang sebuah produk pangan, yang setelah diperiksa ternyata belum memperoleh sertifikat halal. Begitu berita itu menyebar, seketika itu pula konsumen enggan untuk membeli dan mengkonsumsinya. Sudah barang tentu produk dan produsennya pun tidak lagi dipercaya oleh para konsumen. Namun, lihatlah ketika produk itu akhirnya memperoleh sertifikat halal. Dari yang awalnya ragu, perlahan mulai percaya dan mengkonsumsinya lagi. 

Indonesia, yang mayoritas muslim, merupakan pangsa pasar produk bersertifikat halal yang sangat besar. Melihat fakta ini, tidak salah bila dikatakan, sertifikasi halal pada produk pangan adalah sebuah kewajiban. Masalahnya, tidak semua produsen, terutama yang sekelas Industri Rumah Tangga (IRT) sadar akan pentingnya sertifikasi halal. Padahal, dua hal inilah yang dibutuhkan untuk meraih kepercayaan konsumen sehingga bisa meningkatkan potensi penjualan dari produk tersebut. Ketidakpedulian para Produsen Industri Rumah Tangga (IRT) setidaknya dipicu oleh dua hal: Kurangnya sosialisasi akan pentingnya sertifikat halal, serta proses sertifikasi itu sendiri yang sedikit menyulitkan produsen pangan tingkat IRT.

Bulan Februari kemarin, saya berkesempatan mengikuti pelatihan dan sertifikasi Keamanan Pangan untuk produk yang saya ajukan ke Dinas Kesehatan Kota Malang. Dalam pelatihan dibawah arahan langsung petugas dari BPOM ini, sedikit disinggung tentang masalah sertifikasi halal. Bu Linda, petugas dari BPOM Jawa Timur, mengatakan, produk yang ingin disertifikasi halal, harus terlebih dahulu mempunyai sertifikat kesehatan dan keamanan pangan dari BPOM/Dinas Kesehatan. 

Jika sebelumnya sertifikat halal bisa diperoleh di Majelis Ulama Indonesia tingkat daerah, waktu itu dikatakan hanya LP POM MUI tingkat provinsi (yang berada di Surabaya) yang berhak mengeluarkan sertifikat halal (sebelum diambil alih oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal/BPJPH) . Hal inilah yang saya katakan sebagai keadaan yang sedikit menyulitkan produsen pangan tingkat IRT. Bisa dibayangkan, apabila ada IRT di sebuah pelosok daerah Jawa Timur, mereka harus ke Surabaya dulu untuk mengurus sertifikat halal yang belum tentu bisa satu hari selesai. 

Pelatihan dan Sertifikasi Keamanan Pangan oleh BPOM (dok. pribadi)
Pelatihan dan Sertifikasi Keamanan Pangan oleh BPOM (dok. pribadi)
Sebagai badan baru yang berhak mengeluarkan sertifikat halal, sudah semestinya BPJPH tidak lagi hanya menunggu bola datang sebagaimana LPPOM MUI sebelumnya. BPJPH haruslah proaktif memberi sosialisasi pada produsen-produsen produk pangan, terutama di tingkat UMKM. Karena hampir semua industri pangan pada tingkat UMKM/IRT buta informasi bagaimana harusnya mereka mengurus sertifikat halal untuk produk pangan mereka. 

Strategi jemput bola oleh BPJPH bukan hanya untuk kebaikan produsen semata. Lebih dari itu, juga membantu konsumen dan masyarakat dalam hal keamanan dan kenyamanan mereka ketika membeli sebuah produk pangan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun