“Perempuan bodoh, apa yang kamu lakukan di pasar panas-panas begini?” tanya Koko jengkel sekaligus khawatir.
Rena diam saja. Ia merasa tak enak hati melihat kekhawatiran di wajah suaminya.
“Sudah, nggak usah berlagak tak bersalah. Aku tahu kamu membuntutiku. Bu Bambang tadi cerita waktu menelpon aku. Dasar wanita tua, sudah tahu kaca matanya kemarin lupa dibawa, eh malah cerita yang nggak karuan. Memang, kemarin aku mengantar langgananku ke supermarket dekat pasar itu. Tapi yang menggandeng perempuan itu bukan aku, melainkan suaminya. Aku sih duduk-duduk santai di dalam mobil” jelas Koko sambil menyeka dahi Rena yang masih berkeringat.
“Tapi, bau parfum di pakaianmu itu...” Rena tak melanjutkan ucapannya.
“Oh, kalau parfum itu memang kepunyaan pelangganku. Tapi, ia membelikannya untukmu. Kemarin aku iseng mencobanya, pingin tahu aroma harumnya saja. Aku belum sempat memberikannya padamu, kamu sudah keburu cemburu. Huh, tahu begini kujual saja parfum mahal itu kemarin. Biar kamu seumur-umur nggak bisa ngerasain parfum mahal”, cerocos Koko sambil pura-pura marah.
Rena tampak terkejut, dan merasa malu sekaligus geli. Rena malu karena sudah menuduh Koko main perempuan tanpa bukti. Dan ia juga merasa geli karena baru kali ini ia melihat Koko mengomel panjang lebar.
Saat dilihatnya Koko hendak memulai omelannya lagi, dirangkulnya leher Koko, kemudian dikecupnya bibir suaminya, lama....dan lama sekali. Kali ini, tak ada aroma kopi di bibir Koko. Tapi, Rena tak peduli. Ia tak ingin melepaskannya.
*Cerpen ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen #MyCupOfStory Diselenggarakan oleh GIORDANO dan Nulisbuku.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H