Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Cooperative Agreement Dan Proteksi FIFA Terhadap Federasi

14 Mei 2016   23:02 Diperbarui: 14 Mei 2016   23:06 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

FIFA akhirnya resmi mencabut sanksi sepakbola pada Indonesia. Dalam kongres tahunan di Mexico City 12-13 Mei 2016, FIFA mencabut sanksi Indonesia tanpa harus melalui voting anggota kongres, sebagaimana yang tertera dalam jadwal semula. Hal ini dikarenakan PSSI, melalui wakil presiden PSSI Hinca Panjaitan dan Sekjend PSSI Karim Azwan meyakinkan anggota Dewan FIFA (Exco) bahwa pemerintah Indonesia sudah resmi mencabut pula SK Pembekuan PSSI.

Putusan untuk Indonesia ini berbeda dengan putusan untuk Benin & Kuwait, dimana FIFA tetap menjatuhkan hukuman temporary sampai dengan Pemerintah kedua negara tersebut berubah sikap atas intervensi mereka terhadap federasi masing-masing.

Kita tentu patut mengapresiasi Menpora Imam Nahrawi yang pada akhirnya mau memahami regulasi aturan main di organisasi sepakbola dunia. Dengan mencabut SK pembekuan PSSI di detik terakhir sebelum sidang Dewan FIFA. Seyogyanya pula, kasus pembekuan yang berimbas pada sanksi FIFA selama satu tahun lebih ini bisa menjadi pelajaran berharga untuk semua stakeholder sepakbola kita. Bahwa intervensi Pemerintah diluar yuridiksi dan aturan main FIFA sangatlah merugikan. Ada cara yg lebih 'halus' yang bisa dilakukan negara. Apalagi Presiden FIFA dengan tegas kemudian mengatakan "We must protect our associations from government interference,” sebuah peringatan tegas dari FIFA.

Lalu apa yg harus dilakukan negara dan PSSI setelah kekisruhan yang seharusnya tidak perlu terjadi selama hampir 1.5 tahun ini berlalu ? Bertemu dan duduk bersama !! Jika keduanya memiliki niat yang sama untuk membenahi sepakbola Indonesia, rasanya tidak sulit jika keduanya duduk bersama. Gunakan tata cara dan ruang yang disediakan FIFA untuk negara supaya dapat berperan tanpa dinilai intervensi, yakni dengan kata kunci COOPERATIVE AGGREMENT.

Negara dan PSSI bisa duduk bersama dengan FIFA dan AFC untuk menyusun point apa saja yang harus ada di dalam Cooperative Aggrement tersebut nantinya. Hal-hal apa saja yang harus diperbaiki dalam sepakbola Indonesia, apa yang jadi PR negara, federasi, klub, operator liga, suporter ... semua bisa berperan.

Cooperative Aggrement akan menjadi pintu masuk proses perbaikan dan menjamin semua pihak tahu dengan jelas kesepakatan apa yang harus dilakukan. Bentuk Tim independen untuk melalukan dan mengawasi proses pelaksanaan Cooperative Aggrement tersebut, seperti Komite Crawford di Australia atau DBF di Jerman.

Sekurangnya ada 5 hal utama di dalam Cooperative Agreement (CA); Perbaikan regulasi baik di federasi atau negara, pembenahan klub, kompetisi, pembinaan, dan timnas.

1. Regulasi bisa berarti perbaikan statuta PSSI, pembenahan aturan-aturan organisasi, penerbitan Undang-Undang negara yang dapat membantu proses perbaikan. Tentunya peran negara haruslah hati-hati, harus sesuai dengan domain jurisdiksinya, jangan sampai kasus Benin dan Kuwait menimpa Indonesia.

2. Klub juga bagian dari masalah untuk diperbaiki, CA bisa mencontoh bagaimana Jerman, Thailand, Jepang membuat regulasi untuk membenahi klub. 

3. Kompetisi adalah ruang utama sebuah kegiatan sepakbola, pembenahan di ruang ini haruslah komprehensif menyeluruh, hulu sampai dengan hilir. Terkait kompetisi ini, kita harus menemukan sendiri formula yang tepat, tidak bisa serta merta meniru 100% negara lain karena medan yang dihadapi berbeda. Bayangkan saja, dari segi jarak perjalanan tiap klub untuk bertanding saja beban yang dihadapi klub sangatlah besar, harus ada insentif. Karenanya penerapan Finansial Fair Play, budget caps dan Salary Caps harus dipahami dan dilakukan dengan baik, dengan formula kita sendiri.

4. Pembinaan usia muda adalah suatu keniscayaan, negara-negara yang saat ini kuat sepakbolanya pasti menjadikan pembinaan ini sebagai hal utama.

5. Muara dari semua itu, kita akan memiliki Timnas yang kuat berprestasi, ada standar nilai, gunakan sport science, manajemen yang baik, dll.

Lantas, bagaimana dengan wacana KLB yang dihembuskan kelompok 85? Bahkan pemerintah sendiri melalui Menpora juga mengancam akan membekukan kembali PSSI jika tidak merespon permintaan KLB dari kelompok 85 voter tersebut.

Kembali lagi pada pernyataan presiden FIFA Gianni Infantino, "We must protect our associations from government interference,”. Jangan sampai pemerintah jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya dengan turut campur dalam hal KLB.  Jangan sampai pula kita terjebak diawal dengan 'bertempur' soal kekuasaan. Toh jika kita fokus 'bertarung' di tata kelola, ujungnya pasti KLB. Ribut rebutan kekuasaan dengan KLB lalu lupa hal2 subtansif yang diperlukan sepakbola kita, sama seperti keledai yang jatuh ke lubang yang sama. Bisa kita lihat, satu tahun perseteruan, tak ada satupun hal yang berkaitan dengan TATA KELOLA yang dihasilkan oleh pemerintah, seperti gembar-gembor awal mereka.

Dengan seabreg agenda di dalam Cooperative Agreement , ujungnya pasti bakal KLB karena semua hasil CA harus ditetapkan melalui mekanisme organisasi. Termasuk perubahan2 di dalam aturan organisasi yang didalamnya terdapat statuta federasi , yang bisa berlaku seketika setelah ditetapkan.

Sekarang tinggal kembali kepada negara dan PSSI , kita lihat apakah momentum ini bisa digunakan dengan baik untuk kemenangan sepakbola atau tidak. Ya ... Kemenangan Sepakbola , bukan kemenangan kepentingan pribadi atau kelompok , bisakah ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun