Pemuda ini tidak sedang berjualan boneka kuskus. Ini adalah bangkai kuskus hasil buruannya di pedalaman hutan Papua. Selain kuskus (orang sana menyebutnya tikus pohon), di pinggir jalan menuju Kabupaten Keerom, Papua ini digantung pula bangkai hewan-hewan lainnya, seperti kelelawar raksasa, ayam hutan, burung maleo, dan babi hutan.
Jangan salah sangka, dan jangan menyebut pemuda ini kejam, membunuh hewan-hewan liar, terlebih ada yang termasuk kategori dilindungi. Ada perbedaan antara membunuh hewan karena hobi semata, dan membunuh hewan (berburu) untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Ya, hidup di pedalaman Papua memang sulit. Jika anda terbiasa hidup dengan berbagai fasilitas serta sedikit kemewahan, jangan pernah membayangkan anda hidup di pedalaman. Tak ada SPBU/penjual BBM (yang terdekat adalah di Abepura, 90Â km dari batas kabupaten Keerom). Tak ada toko serba ada/supermarket (pasar yang terdekat adalah di daerah transmigran Koya, 30Â km dari kabupaten Keerom).
Dan, pemuda ini pun hanya bisa berburu untuk memenuhi kehidupannya. Hewan-hewan hasil buruannya ini dijual di tepi jalan, dimana masih terdapat lalu lalang manusia yang sedang ke arah kabupaten Keerom.
Saat saya dekati untuk mengambil gambarnya, dia menawarkan saya untuk membeli bangkai kuskus itu 300 ribu, sementara kelelawar dia jual 100 ribu, dan ayam hutan/ayam maleo dia jual 50 ribu per ekor. Sambil tersenyum, pemuda ini mengatakan bahwa makan daging kuskus bisa menambah gairah seksual dan bikin tahan lama, hehehe.
Saya hanya tersenyum, dan meminta maaf tidak bisa membeli barang dagangannya, namun, saya sempat selipkan beberapa lembar uang kepadanya. Bukan karena kasihan, lebih tepatnya karena kagum akan perjuangan hidup, dan sudah memberi saya pelajaran untuk bisa lebih bersyukur akan kehidupan yang saya punya.
Setelah dari Koya, saya pun melanjutkan perjalanan kembali. Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan selama 45 menit, saya pun sampai di Kabupaten Keerom. Memang, belum masuk ke pusat Kabupatennya, hanya sampai di sebuah pos penjagaan TNI, dekat dengan tempat wisata rohani umat nasrani (yang saya lupa apa namanya).
Sampai disitulah batas keberanian petualangan saya. Karena sebelum melanjutkan perjalanan terus menembus kawasan hutan, saya sempat dinasehati oleh anggota TNI, agar berhati-hati, apalagi saya sendirian. Karena, saat itu daerah Keerom masih rawan oleh adanya pergerakan OPM. Jadi, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2,5 jam dari distrik Sentani menuju Keerom, saya pun kembali…..
Â
* Tulisan ini juga dimuat di blog pribadi warungwisata.com, dengan judul yang sama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H