Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berpetualang Ke Keerom, Papua

18 November 2015   00:18 Diperbarui: 18 November 2015   00:18 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian besar daratan Papua dipenuhi dengan hutan-hutan yang lebat. Jika kita ingin bepergian dari satu daerah ke daerah lain, maka pemandangan yang didapat sepanjang jalan hanyalah hutan, hutan, dan hutan lagi. Begitu pula saat saya menyempatkan diri berpetualang ke Kabupaten Keerom, Papua, sendirian naik motor.

Awal petualangan saya dimulai dari distrik Sentani, tempat saya menginap. Sebenarnya, tujuan saya adalah ke daerah perbatasan Papua-Papua Nugini, di Skuow. Tapi, ditengah perjalanan saya malah nyasar sampai ke Kabupaten Keerom.

Dari Sentani, saya melintas ke kota Abepura yang berjarak 30 menit. Kota Abepura lumayan ramai, bahkan sudah mampu menyamai kota Jayapura sendiri sebagai ibukota provinsi. Dari Abepura, saya pun membelok ke arah tenggara, ke daerah bernama Tanah Hitam. Lama perjalanan hanya sekitar 15 menit.

Di sini, saya mendapat sebuah pemandangan yang indah. Pantai di Tanah Hitam memang tidak semenarik pantai-pantai daerah wisata terkenal lainnya. Tapi, pemandangan di seberang pantai itulah yang mampu menggugah insting wisata saya. Diseberang pantai, tampak bukit-bukit hijau, serta awan-awan putih dengan latar belakang langit yang membiru. Seorang nelayan yang sedang mengayuh perahunya, melintas didepan saya. Dan, jadilah foto panorama indah seperti ini:

[caption caption="pemandangan di Tanah Hitam, Papua"][/caption]

Saya pikir, inilah foto amatir terbaik dari saya, hehehe.

Ok, setelah mampir sejenak di Tanah Hitam tersebut, perjalanan pun saya lanjutkan kembali. Sepanjang jalan, yang nampak hanya hutan belantara, dengan sesekali ditimpali beberapa rumah penduduk lokal. Untung saja jalan disana sudah bagus, dan tidak ada jalan-jalan yang rusak atau bergelombang. Sehingga meski sendiri dan lama, perjalanan saya seperti tidak terasa capeknya.

Di sepanjang jalan, saya jarang bertemu kendaraan yang melintas. Hanya nampak satu kali bus umum, yang saya tidak tahu ujung tujuannya. Yang sering melintas lewat hanya beberapa orang yang naik sepeda motor seperti saya. Hampir satu jam perjalanan saya, belum nampak ada keramaian kampung atau kota kecil. Dan rasa khawatir pun mulai melanda. Bukan apa-apa, saya hanya takut ban sepeda motor saya kempes atau bocor, karena tak ada tanda-tanda kehidupan tukang tambal ban disini.

setelah menempuh perjalanan satu jam setengah, akhirnya saya menemukan sebentuk keramaian. Tepatnya di sebuah desa transmigran, bernama desa Koya. Sebagian besar penduduknya adalah transmigran dari Jawa. Di tepi jalan besar menuju persimpangan jalan masuk desa, terdapat sebuah pasar. Dan disitulah saya menemukan seorang pemuda Papua, yang sedang menjual sesuatu yang menarik perhatian saya.

 

[caption caption="pemuda Papua menjajakan hasil buruannya"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun