Mimpi wakil Indonesia di Piala AFC Persipura Jayapura untuk menorehkan sejarah masuk final pertama kali akhirnya pupus juga. Bertanding di kandang sendiri, tim Mutiara Hitam harus menelan kekalahan memalukan dengan digelontor 6 gol tanpa balas dari lawannya Al Qadsia. Gelontoran 6 gol tanpa balas ini membuat Persipura Jayapura menelan total agregat 2-10 setelah di laga pertama juga kalah 2-4.
Pelatih Persipura Jakcsen F Tiago sendiri sudah meminta maaf atas kekalahan memalukan tim asuhannya tersebut. Menurut Jakcsen, para pemainnya membuat terlalu banyak kesalahan sehingga mudah dimanfaatkan lawan untuk mencetak gol.
Terlepas dari teknik permainan itu sendiri, menarik untuk ditunggu seperti apa komentar dari pengurus PSSI terkait kekalahan mencolok yang ditelan Persipura, terutama dari Komisi Disiplin PSSI. Bukan tanpa alasan jika penulis sangat menanti komentar mereka, karena hingga sekarang, masih terngiang di telinga tuduhan Match Fixing yang dilontarkan Komisi Disiplin terhadap almarhum klub Persibo Bojonegoro saat mewakili Indonesia di ajang AFC Cup, beberapa waktu yang lalu.
Tentu, kita tidak akan melupakan, saat Persibo menelan kekalahan 0-8 dari klub Sunray Cave JC Sun Hei dalam lanjutan kualifikasi AFC Cup tanggal 9 April 2013, seketika ketua Komisi Disiplin PSSI Hinca Panjaitan menuduh telah terjadi match fixing dalam pertandingan tersebut. Imajinasi match fixing dari PSSI itu akhirnya berbuah hukuman untuk pelatih, pemain dan manajemen klub. Hingga akhirnya klub kebanggaan masyarakat Bojonegoro tersebut "dikubur hidup-hidup" oleh PSSI, untuk kemudian digantikan dengan klub baru Persibo 1949.
Tuduhan yang hingga kini belum juga ditemukan bukti sahihnya. Karena, sampai saat ini pun AFC tidak pernah merilis hasil penyelidikan mereka atas pertandingan tersebut, apakah memang benar ada indikasi match fixing atau tidak. Padahal, para pemain, pelatih dan manajemen klub sudah membuat pembelaan berdasarkan fakta, bahwa karena masalah finansial hingga membuat persiapan mendadak mereka yang membuat pertandingan tersebut menjadi ladang gol untuk Persibo. Toh, pembelaan tersebut tak membuat Hinca merasa kasihan. Palu hukuman pun terlanjur diketuk.
Kini, situasi hampir serupa menerpa tim Mutiara Hitam. Tentu, banyak penggemar sepakbola tanah air yang bertanya-tanya, mengapa Persipura yang biasanya begitu perkasa di kandang sendiri, tiba-tiba menjadi tak berdaya didepan Al Qadsia? Padahal, saat bertanding di kandang lawan, mereka masih mampu memberikan perlawanan, terbukti dengan dua gol yang disarangkan ke gawang Al Qadsia. Begitupun saat di babak 8 besar, dimana Persipura mampu menyingkirkan juara bertahan Kuwait SC dengan agregat 8-4, dimana saat bertanding di stadion Mandala anak asuh Jacksen F Tiago tersebut mampu menggelontor gawang Kuwait SC dengan 6 gol.
Hasil dari pertandingan-pertandingan terdahulu tersebut lantas memunculkan sedikit harapan, bahwa Persipura tentu bisa berbicara banyak di babak semifinal. Tapi apa lacur, bukannya memberi perlawanan, gawang Persipura malah kebobolan 6 gol dengan begitu mudahnya. Hal inilah yang lantas menimbulkan banyak pertanyaan di benak suporter Indonesia.
Jika dulu PSSI lewat Komisi Disiplin dengan begitu mudahnya memberi label ada match fixing atas kekalahan mencolok yang diderita Persibo, apakah kini mereka juga akan mempertanyakannya pada Persipura? Atau hanya karena Persibo memang harus dimatikan, sedangkan Persipura adalah salah satu anak emas lantas label match fixing tersebut hanya tertempel di klub mantan peserta IPL saja?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H