Istilah "Generasi Millenial" akhir-akhir ini sering sekali didengungkan oleh sebagian besar orang untuk merepresentasikan kalangan anak muda (segmentasi usia 15-35 tahun) yang hidup dan berinteraksi di era kekinian, di mana teknologi sudah berkembang demikian pesat, internet dan smartphone menjadi kebutuhan pokok.
Fakta yang dibawa oleh jaman memang tak bisa dilawan. Bila kita komparasi dengan jaman yang sudah dilalui oleh senior-senior kita sebelumnya, perbedaan yang terlihat sudah jelas sangat mencolok. Tak heran bila kemudian orang tua jaman sekarang banyak yang geleng-geleng kepala saking terkejutnya melihat tingkah polah anaknya ketika mulai menginjak masa remaja, katakanlah masa pubertas, peralihan dari tahap anak-anak menuju dewasa.
Selanjutnya, berbagai label negatif pun disandangkan kepada pelaku-pelaku generasi millenial. Ada yang men-judge mereka terlalu rebel, pemalas, berpikiran pendek, manja, pembangkang, liar, kurang peka terhadap kondisi sekitar, menomorsatukan eksistensi di media sosial, dan sebagainya.
![image source: instagram @mygenerationfilm](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/img-ffng2y-59e619adf7afdd389f6dfef2.jpg?t=o&v=770)
Anak semakin menjauh dari orang tua, jembatan yang diharap mampu mengkoneksi keduanya terlanjur runtuh, lantaran tak ada lagi kepercayaan antar kedua belah pihak. Bila akhirnya ditemukan anak yang sering cekcok dengan orang tua, atau anak yang depresi karena sikap orang tua atau guru-guru di sekolah yang overprotektif dan serba menuntut, lantas sang anak mencari pelampiasan yang salah, siapakah yang bertanggung jawab atas semua ini?
Ya sudahlah yaa.. daripada akhirnya problema ini menjadi ajang saling tuduh siapa benar dan siapa salah, lebih baik semua pihak sama-sama "melek" aja, bahwa memang beginilah kenyataan yang sedang kita hadapi dan bersentuhan langsung dengan kita saat ini. Mau menyalahkan jaman yang membentuk mental, pola pikir, ataupun gaya hidup generasi millenial pun sepertinya hanya menambah masalah baru saja, bukannya menuntaskan masalah yang sebelumnya ada.
Riset 2 Tahun, Lahirlah "My Generation"
Alasan ini yang menggugah ide seorang sineas wanita Indonesia, Upi. Movie director yang sebelumnya telah sukses menelurkan film-film bertema remaja ini (sebut saja Realita Cinta dan Rock and Roll, 30 Hari Mencari Cinta, Radit dan Jani, My Stupid Boss) kini hadir lagi dengan karya terbarunya, "My Generation", diproduksi bersama IFI Sinema. Tak tanggung-tanggung, 2 tahun dihabiskan Upi untuk melakukan riset khusus dan mendalam mengenai fenomena generasi millenial, problematika yang mereka hadapi, gaya hidup, serta elemen-elemen yang terlibat. Riset ini berupa social media listening yang intensif dilakukan sang sutradara untuk melihat komunikasi yang terjadi pada generasi millenials. Beberapa dialog dalam film ini pun diambil dari percakapan anak millenial di social media agar sesuai dengan tren gaya bahasa anak muda jaman sekarang. Tahapan produksi filmnya sendiri memakan waktu sekitar 1 tahun.
Menurut Upi, permasalahan yang dihadapi oleh generasi millenial ini cukup kompleks dan menarik untuk diangkat ke layar lebar. Tak dipungkiri, bergesernya gaya hidup modern akibat era digital melahirkan generasi berkarakter unik. Di film My Generation inilah, Upi ingin memberi gambaran yang lebih dekat tentang realita kehidupan generasi millenial yang sesungguhnya, agar dapat menjadi catatan penting untuk mengetahui karakter mereka yang sesungguhnya. "Dengan menyaksikan film ini, penonton dapat memperoleh gambaran real tentang potret generasi millenial, dan bagaimana aktivitas keseharian mereka", ujar Upi yang sangat antusias bercerita mengenai film terbarunya ini pada Press Conference yang berlangsung 10 Oktober lalu. Upi juga menegaskan film ini sudah layak ditonton dan lulus lembaga sensor Indonesia.
Libatkan 4 Wajah Baru sebagai Karakter Utama, "My Generation" Siap Segarkan Perfilman Indonesia
Siapapun pasti tak mau rugi menghabiskan waktu sekitar 2 jam lamanya di bioskop untuk sekedar memandangi layar besar tanpa suguhan menarik di dalamnya. Daripada ketiduran karena ternyata film yang ditonton tak sebagus apa yang diharapkan, beberapa orang akhirnya memiliki alasannya masing-masing untuk memutuskan untuk menonton film tertentu ataukah tidak. Lantas, apa sih yang menjadi alasan utama seseorang untuk memilih sebuah film untuk ditonton? Menurut pengamatan saya, ini beberapa di antaranya:
- Siapa aktor dan aktrisnya?Â
Apakah ia diidolakan atau tidak, apa prestasinya, dan apakah kualitas aktingnya oke menurut penilaian personal penonton atau tidak. Tak heran bila banyak penonton yang mungkin merasa jenuh dengan aktor atau aktris yang itu-itu saja, sehingga beberapa penonton justru menginginkan sentuhan yang fresh dari wajah-wajah baru, dan tentu saja, bakat baru. Ini tak hanya berlaku pada tokoh utama saja, namun semua talent yang terlibat di dalamnya turut menjadi penentu. - Apa genrenya?
Drama? Musikal? Romantis? Komedi? Action? Kolosal? atau Horor? Beberapa penikmat film punya genre favoritnya masing-masing, tergantung selera. Meskipun ada juga yang tak peduli dengan genre, asalkan film yang akan ditonton dirasa berkualitas baik dan menarik baginya. - Siapa sutradaranya?Â
Tak bisa dipungkiri, kesuksesan, karya, dan pengalaman yang ada di belakang nama seorang movie director menjadi penentu apakah suatu film "yes" atau "no" untuk ditonton. - Poster.
Meskipun banyak yang berpesan "dont judge a book by its cover", tapi "first sight" yang tercipta dari kontak visual penonton dengan poster terkadang bisa menjadi penentu apakah sebuah film layak ditonton atau tidak. - Sinopsis atau trailer.
Membaca cuplikan kisah di media atau beberapa scene film di di YouTube atau Instagram biasanya mengundang rasa penasaran pentonton. Dari sini, penilaian awal terhadap sebuah film bisa terbentuk, bagus atau tidak. Sinopsis atau trailer biasanya memberi sedikit gambaran jalan cerita, sehingga mungkin saja chemistry antara film dan penonton bisa terjalin dari sini.
Upi, sebagai seorang sutradara yang sudah berpengalaman di industri film, boleh dikata cukup berani bereksperimen di My Generation. Salah satu bukti adalah keputusannya menggandeng bakat-bakat baru di film terbarunya ini, bukan hanya sebagai supporting actor atau actress saja, tapi sebagai tokoh sentral, penentu jalan cerita.
![Lutesha, Bryan Langelo, dan Arya Vasco siap memulai debut di My Generation (source: instagram @mygenerationfilm)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/img-0330-2592x1728-jpg-59e6289ac226f91b48783bd2.jpg?t=o&v=770)
Adi Sumarjono selaku Produser IFI Sinema yakin bahwa keempat remaja ini akan menjadi the next generation bagi industri perfilman tanah air, dengan warna baru yang ditampilkan. Meskipun terhitung pemain baru, namun keempat pemain muda ini telah menunjukkan performa akting di luar dugaan, sesuai dengan karakter yang ingin dibangun. "Kami bangga dapat menemukan bakat-bakat baru ini di industri film. Kami berharap, di tangan the rising stars inilah nantinya film-film Indonesia semakin berbobot dan berkualitas akting pemainnya", tuturnya.
![Joko Anwar dan Ira Wibowo berperan sebagai orang tua Konji (Arya Vasco) dalam My Generation, source: instagram @mygenerationfilm](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/img-d65wky-59e62a15147f960ff2514d32.jpg?t=o&v=770)
Yuk Kenalan dengan 4 Tokoh Sentral "My Generation"!
Film "My Generation" mengisahkan persahabatan 4 anak SMU yang membuat video berisi aksi protes terhadap orang tua, guru, dan sekolah. Video ini kemudian menjadi viral di sekolah mereka, sehingga mereka dihukum tidak boleh ikut dalam kegiatan liburan sekolah. Hukuman ini justru membawa mereka pada kejadian dan petualangan yang memberi banyak pelajaran berarti dalam kehidupan mereka.
![img-yd600s-59e623ffa32cdd07d4538f42.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/img-yd600s-59e623ffa32cdd07d4538f42.jpg?t=o&v=770)
Daripada makin penasaran.. Kita kenalan aja yuk sama keempat karakter utama "My Generation". Mereka adalah..
![img-1cgvps-59e6242f7616811aaf05e142.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/img-1cgvps-59e6242f7616811aaf05e142.jpg?t=o&v=770)
![img-skr274-59e624540d2d23211e4a5d12.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/img-skr274-59e624540d2d23211e4a5d12.jpg?t=o&v=770)
![screenshot-2017-10-17-23-27-42-1-59e6247563eae72bf1128a92.png](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/screenshot-2017-10-17-23-27-42-1-59e6247563eae72bf1128a92.png?t=o&v=770)
![img-9lji07-59e624b5a01dff140a5dd982.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/img-9lji07-59e624b5a01dff140a5dd982.jpg?t=o&v=770)
"My Generation" sebagai "Warning" bagi Orang Tua
Jika beberapa kasus mempertanyakan perilaku anak, maka film "My Generation" justru mengajak para orang tua untuk bisa saling introspeksi diri agar lebih terbuka memahami realitas generasi millenial yang lebih kritis, kreatif, open minded, dan tak suka diatur dengan segala sesuatu yang serba mengikat. Sama seperti yang ditampilkan oleh fakta saat ini, Generasi Millenial di film ini digambarkan sebagai golongan yang muak dengan orang-orang yang sok moralis, sok sempurna, namun pada kenyataannya justru mencerminkan perilaku amoral, intellorance, suka memberi label negatif atau memandang rendah seseorang, dan lain sebagainya.
Padahal bila kita sama-sama membuka hati, pada dasarnya anak-anak muda Generasi Millenial adalah generasi yang mudah diarahkan, asalkan orang-orang di sekitarnya (terutama para guru dan orang tua) juga menunjukkan sikap dan contoh yang patut diteladani, tidak hanya bisa men-judge atau membanding-bandingkan.
![character's quotes My Generation (source: instagram @mygenerationfilm)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/17/photogrid-1508255618922-59e627a90d2d23211e4a5d14.jpg?t=o&v=770)
Secara garis besar, film ini ingin mengajak orang tua dan anak sama-sama evaluasi diri, mencari dan meramu formula yang tepat tentang cara tepat dalam pengasuhan anak, agar anak bisa senang menjalani masa mudanya dengan hal-hal positif dan penuh pelajaran berharga.
Salah satu aktor senior yang juga berperan sebagai Ayah Suki di My Generation, Surya Saputra, mengatakan film ini aman, menampilkan realitas kehidupan, dan penting bagi orang tua untuk lebih tahu. Selain itu, ia juga memuji skenario dan ide cerita film ini dan merasa sangat senang bisa bergabung di film "My Generation".
Saya sendiri sejujurnya penasaran dengan ending cerita ini, bagaimana para tokoh keluar dari masalahnya, berdamai dengan orang-orang yang sebelumnya bertentangan paham, dan siapakah tokoh yang berhasil meredakan konflik?
Kalau anda sama penasarannya dengan saya.. catat tanggal penayangannya di bioskop kesayangan anda, 9 November 2017.
Official Trailer "My Generation"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI