Mohon tunggu...
Andi Mirati Primasari
Andi Mirati Primasari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - i love reading and writing.. thanks Kompasiana, sudah menjadi langkah awal saya untuk mulai ngeblog..

Lahir dan besar di Makassar, dan saat ini menetap di Jakarta menjalani kesibukan sebagai seorang istri merangkap karyawati swasta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Kartini RTC] Langgam Baskoro

21 April 2015   01:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429555760338629005

"Yen ing tawang ono lintang, cah ayu..

Aku ngenteni tekamu..

Marang mega ing angkasa..

Ingsun takokke pawartamu.."

Aku masih ingat, kapan pertama kali aku menyanyikan lagu keroncong ini, di pementasan Langgam Jawa Bestari, 21 April 1972. Malam itu kau datang dengan jas almamater kampus kebanggaanmu. Duduk di barisan paling depan. Aku pun tak bisa lupa rupamu kala itu. Sorot matamu tajam menatapku, tak sedikitpun berpaling ke arah lain. Gagah. Berwibawa. Menggetarkan. Menyihir tulang rusukku hingga ke sum-sumnya, sendiku seketika tak mampu lagi menahan ragaku, remuk.

Hanya satu hal yang tak bisa kuingat kala itu, yaitu diriku sendiri. Dengan kata lain, aku lupa diri.

Sejak itu, setiap menyanyikan lagu ini.. Aku pasti teringat padamu.. Hanya kamu.. Pria yang mampu meluluhlantakkan benteng pertahananku.. Sejak engkau melarutkan semua keputusasaan dan ketidakyakinanku akan cinta..

Darimu, akupun paham, cinta bukan sesuatu yang bisa dinilai dengan materi, yang biasa kuperoleh dengan menjajakan suaraku dari kampung ke kampung. Bagiku kala itu, cinta itu barang murahan, yang bisa dibeli dan dibuang kapan saja seenaknya.

"Baskoro..", sayup-sayup kudengar seorang kawanmu menyebut namamu, sesaat setelah pementasan usai.

Entah kekuatan apa yang kau miliki. Sejak itu namamu bagaikan sihir pembius yang menjalar kuat ke jiwaku, menjadi nafas di setiap dendang yang kubawakan.

Siapa kamu? Aku tak pernah tau.

Aku mengenalmu hanya sebatas nama..

Aku bukan siapa-siapa, Baskoro.. Aku hanyalah seorang pengecut yang tak pernah punya keberanian untuk menyapamu. Dan engkau tetaplah seorang mahasiswa rupawan yang duduk di kursi paling depan, menyaksikanku bernyanyi.

Aku sudah lupa kapan terakhir kali kau datang ke pementasanku, Baskoro.. Yang kuingat, saat itu aku hanya bisa menangis, menyadari tak ada apa-apa yang bisa kulakukan selain berharap kita bisa bertemu lagi di satu dimensi waktu yang diatur Gusti Allah..

Aku sadar, tak selamanya cinta harus tersampaikan..

"Ibu ngelamun?", suara Kemuning, anakku membuyarkan lamunanku tentangmu. "Bu, lagi mikirin apa?", tanyanya. Ada nada khawatir di balik suaranya.

Mendengarnya, aku tersenyum. Kutatap wajah puteriku dengan haru, "Ibu senang, nak.. Ibu udah punya kamu, punya Sekar, punya Lintang.. Ibu bersyukur sekali bisa punya cucu yang lucu seperti mereka." kataku. Aku lalu tertunduk. "Ibu sudah tua, nak.."

"Sudahlah, bu.. Jangan merisaukan yang nggak-nggak. Kami bangga sama Ibu yang di usia sekarang pun masih semangat bernyanyi.." Aku pun tersenyum mendengarnya, hingga Kemuning melanjutkan ucapannya. "Bu.. di luar ada tamu yang mau ketemu sama Ibu. Namanya Pak Baskoro. Dia mengaku pencinta musik keroncong. Katanya Pak Baskoro mau ngobrol-ngobrol soal lagu keroncong sama Ibu.."

Seketika itu, pandanganku kabur. Aku hilang kesadaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun