Mohon tunggu...
Andi Mirati Primasari
Andi Mirati Primasari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - i love reading and writing.. thanks Kompasiana, sudah menjadi langkah awal saya untuk mulai ngeblog..

Lahir dan besar di Makassar, dan saat ini menetap di Jakarta menjalani kesibukan sebagai seorang istri merangkap karyawati swasta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Meresapi Arti Cinta, Pengorbanan, dan Perjuangan Hidup ala Duk-Soo dalam "Ode to My Father"

26 Februari 2015   05:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:29 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi anda yang sudah berkeluarga atau berencana membangun sebuah keluarga impian, mungkin film ini bisa menjadi alternatif tontonan anda bersama orang-orang tersayang. Banyak sekali siratan-siratan dan sentilan-sentilan yang begitu mengena di hati lantaran terkesima dengan tampilan-tampilan peristiwa yang digambarkan oleh film besutan sutradara JK Youn ini.

"Ode to My Father" berisi harapan dan pesan tentang cinta, pengorbanan, dan perjuangan yang dibalut dengan penuh rasa tanggung jawab yang bertransformasi dari rasa rindu yang sangat dalam akan sosok seorang Ayah. Berlatar suasana Perang Korea pada tahun 1950, dikisahkan seorang anak muda bernama Duk-Soo yang terpaksa harus menghadapi beratnya beban hidup sebagai seorang pemimpin keluarga (dengan seluruh amanat dan tanggung jawab yang harus diembannya) lantaran terpisah dengan ayah dan adiknya di tengah usaha mengungsi dari carut-marutnya suasana pada masa itu.

Duk-Soo, yang setelah itu menetap di Pasar Gukje di Busan bersama ibu dan seorang adiknya pun berjuang demi melanjutkan hidup. Di sinilah pengabdian untuk keluarganya bermula. Demi menggantikan peran ayahnya sebagai tulang punggung keluarga, ia pun mengerahkan apa saja yang ia miliki untuk mengabdikan diri demi keluarganya. Peran sebagai pekerja tambang batubara di Jerman Barat hingga mencari nafkah ke Vietnam yang tengah dilanda konflik perang pun dilakoninya. Di tengah pertarungan hidup itulah, ia bertemu dengan cinta pertamanya, Young-Ja, yang kemudian dinikahinya.

Menyaksikan film ini cukup membuat saya terkesima sampai-sampai lupa untuk mengalihkan pandangan dari layar selama film berlangsung. Bukan semata-mata karena semangat Duk-Soo yang seolah tak kenal lelah, melainkan apa yang melatarbelakangi semua itu. Saya pun teringat detik-detik menjelang perpisahan Duk-Soo dengan ayahnya. Sang ayah kala itu sempat berpesan, "Sebelum ayah kembali, kaulah yang menjadi kepala keluarga".


  • Bagi saya, film ini pastinya sangat berbeda dengan film atau drama Korea kebanyakan yang beredar saat ini. Lupakan sejenak modernitas, kemewahan, dan arsitektur Korea masa kini sebelum menyaksikan film ini, karena apa yang kita lihat di "Ode to My Father" akan sangat jauh dari unsur kekinian. Tapi jangan lantas kecewa dulu, film ini tidak hanya menawarkan kesedihan, tapi juga ada percikan-percikan jenaka yang mewarnai perjalanan Duk-Soo mengarungi arus kehidupan untuk mencapai tujuan sesungguhnya, yaitu untuk mencari Ayah dan adiknya, demi upaya mempersatukan keluarganya kembali.

    [caption id="attachment_399433" align="aligncenter" width="550" caption="imdb.com"][/caption]


Yang jelas, menyaksikan Ode to My Father telah mengajarkan banyak hal kepada saya tentang arti tanggung jawab, cinta sejati, amanah, sikap ksatria, persahabatan, konsistensi, dan masih banyak lagi.

Salut!

Bersiaplah untuk menjadi semakin sayang pada keluarga anda setelah menyaksikan film ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun