Mohon tunggu...
Andi Mirati Primasari
Andi Mirati Primasari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - i love reading and writing.. thanks Kompasiana, sudah menjadi langkah awal saya untuk mulai ngeblog..

Lahir dan besar di Makassar, dan saat ini menetap di Jakarta menjalani kesibukan sebagai seorang istri merangkap karyawati swasta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Revealing The Facts Behind Songs Promotion Journey with One Room

4 Maret 2015   20:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ungkapan "Tak Kenal Maka Tak Sayang" rupanya berlaku juga dalam proses promosi sebuah lagu. Dilatarbelakangi tujuan untuk menjadikan sebuah karya musik bisa dikenal dan diterima oleh publik, seorang musisi ataupun band yang ingin eksis di dunia musik ternyata harus melalui perjalanan yang boleh dikata cukup panjang dan penuh tikungan tajam, serta membutuhkan usaha dan pengorbanan yang tidak main-main untuk mendapatkan pengakuan dari khalayak luas.

[caption id="attachment_400845" align="aligncenter" width="300" caption="Ditemani Nadya Fathira, One Room memperkenalkan diri kepada para Kompasianer. Dari kiri ke kanan: Firdaus (drum), Aden (gitar), Ulil (vokal), Leo (Bass), Reza (gitar)"][/caption]

Fakta penting inilah yang diangkat dalam "Kompasiana Ngulik: Ngobrolin Komersialisasi Lagu", pada hari Jumat (27/2) lalu. Menghadirkan One Room (salah satu band jebolan ajang Meet The LAbels), ngobrol-ngobrol yang kali ini kembali dipandu oleh Composer Nadya Fathira menjadi bukan sekedar obrolan nihil belaka.

Kepada para Kompasianer, Ulil (vokal), Aden (gitar), Firdaus (drum), Leo (bass), dan Reza (gitar) membagikan pengalaman bermusik mereka, termasuk suka-duka pembentukan One Room dan usaha-usaha apa saja yang sudah mereka lakukan untuk mempertahankan eksistensi di hati penikmat musik.

Di tengah perjalanan mereka mencari jati diri dalam berkarya, One Room, yang semua personelnya ternyata sama-sama menjadikan musisi-musisi kenamaan seperti Queen, Led Zeppelin, Bon Jovi, sampai Iwan Fals sebagai role model mereka dalam bermusik ini pun dihadapkan pada satu challenging keyword, yaitu "Komersialisasi".

Kata kunci ini yang kemudian menjadikan bermusik tidak hanya sekedar penyaluran hasrat seni biasa bagi mereka. Jika sebelumnya mereka menganggap musik hanya sebagai hobi dan sarana pelepasan adrenalin semata, komersialisasi menantang mereka untuk menciptakan suatu terobosan berupa karya sensasional berkualitas yang mampu merangsang minat pendengar.

Ego dan musical taste mereka secara individual pun mesti bertarung melawan ketatnya persaingan di industri musik saat ini. Selera pasar menjadi salah satu faktor penentu jenis musik seperti apa yang akan mereka lemparkan ke publik.

Kelima personel One Room ini sepakat mengartikan bahwa suatu karya seni dapat dikatakan bernilai komersil jika karya tersebut memiliki nilai jual yang tinggi (ditinjau dari segi produksi, distribusi, dan konsumsi)."Masyarakat gak akan peduli siapa kita sebelum karya kita keluar, makanya kita berusaha membawakan lagu sebaik mungkin pada saat proses recording berlangsung", ungkap Aden, sang gitaris.

Mereka meyakini bahwa setelah karya musik mereka dilempar ke pasaran dan kemudian berhasil memikat pendengar, di situlah publik akan mulai penasaran dan mencari tahu siapa kreatornya. Dari sinilah, proses menuju "komersialisasi" dimulai. Ajang "Meet The LAbels" pun menjadi jembatan bagi mereka untuk merintis langkah awal menuju gerbang kesuksesan.

Para personel One Room mengakui bahwa perjalanan yang mereka lalui untuk sampai ke tahap sekarang tidaklah mudah. Selain mereka harus bersaing dengan kontestan-kontestan lain yang tak boleh dianggap remeh, mereka pun harus berjuang cukup keras melawan musical idealism mereka sendiri, layaknya anak muda pada umumnya. Proses rekaman yang terhitung sederhana mereka lalui untuk bisa ikut bertarung dalam ajang "Meet The LAbels".

Semua ini mereka lakukan bukan hanya sekedar iseng atau trial and error saja, tetapi tentunya mereka punya goal yang ingin mereka capai untuk membuktikan keseriusan mereka demi meraih kesuksesan dalam bermusik.

Bicara soal kesuksesan dalam bermusik, ternyata masing-masing personel One Room punya deskripsinya masing-masing. Reza menganggap sukses dalam musik itu adalah menemukan hidup dan kesenangan dari musik, sementara Aden berujar bahwa sukses dalam bermusik adalah sebuah pendewasaan yang tertuang dalam ide-ide yang terus berkembang seiring waktu dari segi kualitas.

[caption id="attachment_400846" align="alignnone" width="300" caption=" Inilah Ulil, vokalis paling eksentrik yang mengaku dulunya sulit untuk lepas dari idealismenya dalam bermusik"]

14254511511225100430
14254511511225100430
[/caption]

Sementara, Ulil, sang vokalis yang gayanya paling nyentrik ini pun tak mau ketinggalan berkomentar, "Sukses dalam bermusik itu tidak memiliki batasan kepuasan. Jika kita terlalu cepat merasa puas, kita gak akan berkembang. Proses mencari kepuasan itu yang harusnya memotivasi kita untuk terus maju dan berkarya".

Di Kompasiana Ngulik ini juga, One Room sempat membocorkan pengalaman mereka memperkenalkan lagu mereka secara off air dari panggung ke panggung dan via social media. Menjajal berbagai komunitas musik pun sudah mereka tempuh untuk dijadikan sarana promosi.

Dari sini, mereka berharap dapat menemukan inspirasi dan ide-ide segar yang bisa mereka peroleh dari orang-orang baru yang mereka temui pada komunitas-komunitas tersebut untuk dirumuskan menjadi sebuah "fresh concept" yang bisa diterapkan untuk mengembangkan karya musik mereka.

Angga, dari Seven Music Indonesia sebagai label yang memproduseri One Room juga turut hadir untuk sharing pengalaman selama berbisnis di industri musik. Ia menuturkan, asyiknya bisnis musik itu adalah pada saat musik yang kita sajikan bisa sampai ke telinga pendengar dan mampu dinikmati secara general.

[caption id="attachment_400847" align="alignnone" width="300" caption=" Gak ketinggalan, Angga dari Seven Music Indonesia juga ikut membagikan pengalamannya selama berkecimpung di industri musik"]

14254512031814425572
14254512031814425572
[/caption]

Angga mengemukakan, trend musik saat ini bergantung pada materi yang dimiliki suatu karya, yang berujung pada futuritas musik itu sendiri atau besaran potensi karya tersebut bisa bertahan ke depannya. Dalam hal ini, acuannya tetap selera pasar atau "public taste", yang tentunya membuat Angga harus mengorbankan "personal taste"-nya sebagai penikmat musik dalam penentuan strategi promosinya.

Baginya, "komersialisasi" memang penting untuk dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu karya, tetapi orisinalitas tetap nomor satu. "Sebuah lagu akan dinilai gagal apabila tidak sesuai dengan musisi yang membawakan. Karena musik adalah suatu karya seni, maka apresiasinya bergantung pada taste dari masing-masing pendengarnya. Proses ini pastinya memerlukan treatment khusus untuk mencapai titik yang kita tuju, yaitu bagaimana membuat suatu karya bisa bernafas panjang. Di sinilah peran label sangat menentukan", ujarnya.

Ketika dimintai pendapatnya soal One Room, Angga bercerita kalau awalnya musik One Room sempat terdengar sangat "Slank" di telinganya, akan tetapi lama-kelamaan musik One Room perlahan-lahan mulai mengalami perkembangan seiring perjalanan menemukan identitas musik mereka yang sesungguhnya. Ke depannya, Angga berharap One Room tidak perlu pilih-pilih stage agar semua lapisan masyarakat bisa mengenal seperti apa musik One Room.

Menanggapi hal tersebut, para personel One Room pun ikut menyampaikan harapannya, "Kami berharap ke depannya musik kami bisa diterima dan disenangi publik, kualitas musik kami semakin membaik, dan kami semakin solid."

[caption id="attachment_400849" align="alignnone" width="300" caption="Live Accoustic Performance by One Room with their first single, "]

1425451300162171667
1425451300162171667
[/caption]

Two thumbs up! From the way One Room talk their hope, we could see their seriousness to achieve their goals. Not just how to chase the "song commercialization", but it's all about finding their own real identity and maturity in music.

Point pentingnya, bila One Room ingin terus eksis dan maju menancapkan taringnya di industri musik, harus disadari jalan yang akan mereka tempuh ke depannya pastinya akan lebih terjal dan berliku lagi. Namun jika mereka serius berkarya dan tetap solid, semua proses itulah yang akan menempa mental para personel menjadi semakin kuat, siap bersaing, dan mampu bertahan.

[caption id="attachment_400848" align="alignnone" width="300" caption="Wah.. ada cinderamata dari Kompasiana untuk One Room.."]

142545125472943589
142545125472943589
[/caption]

Bagi teman-teman yang penasaran sama karya One Room, silahkan simak penggalan lirik lagu "Pergilah" ini..

"Pergilah..jika kau ingin pergi..
Tinggalkan aku..karna ku tak bisa menahanmu lagi.."

Sssssst... sekedar saran nih, buat teman-teman pembaca yang lagi patah hati dan pengen move on, dengerin lagu "Pergilah" ini aja buat jadi motivasi..liriknya simply touching dan aransemennya keren lho, gak kalah sama karya-karya musik yang sudah ada sebelumnya.. Salut deh!

Video "Pergilah - One Room" bisa ditonton via link https://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=7i227zl7WeE

Atau bisa juga update info-info soal One Room via Akun Twitter @OneRoom_band

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun