Mohon tunggu...
Prima Marsudi
Prima Marsudi Mohon Tunggu... Guru - Indahnya menua.

Wanita yang ingin jadi diri sendiri tetapi tidak bisa karena harus memikirkan orang-orang yang disayanginya.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pecundang Itu Bernama Si Doel

6 Agustus 2018   15:10 Diperbarui: 6 Agustus 2018   15:13 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir pekan kemarin, saya menyempatkan diri untuk menonton Si Doel the movie.  Berangkat dengan membawa rasa penasaran karena ingin tahu akhir kisah drama cinta segitiga dan penasaran dengan keadaan Si Doel masa kini.

Booming dan sukses penayangan di Belanda menambah rasa penasaran saya.

Di sore hari, bioskop di pinggiran Jakarta Timur ini hanya terisi setengah.  Jenis penonton mayoritas warga betawi atau keturunan betawi yang tergusur ke pinggiran seperti pada umumnya.

Hal ini terlihat dari tampilan mereka ditambah keluhan dari petugas cleaning di toilet bioskop yang mengeluh karena penonton pada hari itu tidak dapat menggunakan kamar kecil dengan semestinya.

Film dimulai, adegan demi adegan lepas.  Mandra seperti biasa tampil memukau.  Cerita cinta segitiga berlanjut.  Hingga akhirnya film berakhir begitu saja.

Kecewa? Banget....

Seharusnya sebagai film idealis dari warga betawi, si Doel dijadikan tokoh panutan buat warganya.  Sukses dalam karir dan di dalam rumah tangga.  Apalagi sebagai seorang insinyur.

Kesuksesan yang diraih si Doel tidak harus  digambarkan dalam kemewahan harta, namun cukup dengan kehidupan sederhana namun tetap mapan.  Artinya tidak kekurangan dan tidak bergantung pada warisan.

Kemewahan juga bisa ditunjukkan dengan gelar haji yang diperoleh atas usaha sendiri bukan hasil jual tanah warisan seperti yang biasa dilakukan warga betawi.  Keluar track namun tetap memegang benang  merah sebagai warga betawi begitu seharusnya.

Jadi, jangankan jadi gubernur.  Menjadi orang biasa yang sukses pun tidak.  Ia hanya menjadi pecundang seperti kebanyakan lelaki betawi.

Tak ada yang bisa ditiru dan dijadikan pelajaran dari film ini.  Padahal film ini benar-benar ditunggu pecintanya.

Jika tujuannya hanya menonjolkan cinta segitiga antara Sarah Doel Zaenab, itu sangatlah disayangkan. Padahal menunjukkan kesuksesan anak betawi itu penting.  Apalagi ketika hasil akhirnya cuma digantung. Itu hanya menunjukkan bahwa Si Doel itu pecundang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun