Mohon tunggu...
Nawaning
Nawaning Mohon Tunggu... Model - Pembelajar

Bukan seorang penulis tapi mencoba untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Corona dalam Perspektif Islam

2 Mei 2020   09:11 Diperbarui: 2 Mei 2020   09:33 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini masyarakat dunia sedang digemparkan dengan sebuah virus yang bernama Corona Virus Disease (Covid-19), tak terkecuali Indonesia. Virus Corona menyerang sistem pernapasan yang dapat menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat hingga kematian. Virus ini merupakan virus jenis baru dari corona virus yang menular ke manusia. Walaupun lebih banyak menyerang lansia, namun virus ini sebenarnya dapat menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. 

Angka korban terus berjatuhan dimana angkanya telah mendekati hampir ratusan ribu jiwa, baik yang meninggal maupun yang terjangkit virus ini. Jutaan manusia lainnya terancam terinfeksi wabah corona yang mematikan ini. Selain itu, tercatat ratusan kota melakukan isolasi, ribuan jalur penerbangan ditutup, dan pintu masuk terminal internasional di sejumlah negara juga semakin diperketat. Negara melakukan hal tersebut tentunya untuk melindungi warganya dari serangan virus corona.

Virus corona merupakan mahluk ciptaan Allah. Tidak ada yang terjadi di dunia ini termasuk musibah yang menimpa seseorang atau kelompok kecuali atas izin Allah SWT. "Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidak ada 'adwa (meyakini bahwa penyakit tersebar dengan sendirinya, bukan karena takdir Allah), dan tidak ada shafar (menjadikan bulan Shafar sebagai bulan haram atau keramat) dan tidak pula hammah (rengkarnasi atau ruh seseorang yang sudah meninggal menitis pada hewan).' Lalu seorang Arab Badui berkata; "Wahai Rasulullah, lalu bagaimana dengan unta yang ada di pasir, seakan-akan (bersih) bagaikan gerombolan kijang kemudian datang padanya unta berkudis dan bercampur baur dengannya sehingga ia menularinya?" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Siapakah yang menulari yang pertama'." (HR. al-Bukhari). Dari hadits di atas, harus diyakini bahwa hanya Allah yang menentukan sakit tidaknya seseorang sebab tak ada yang dapat menyebabkan orang menjadi sakit kecuali Allah.

Dalam Fatwa Nomor 14 Tahun 2020, MUI menyebutkan bahwa orang yang telah terpapar virus corona "wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain". Fatwa ini berisi tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19 dan memang bersifat berjenjang dengan mempertimbangkan tingkat keparahan situasi penularan virus dari suatu daerah. "Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/ rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar". Masyarakat diminta untuk mematuhi fatwa ini dengan melakukan ibadah di rumah masing-masing.

Ibadah dalam skala berjamaah dapat dilakukan dengan cara melakukan pencegahan agar virus ini tidak merambah ke skala yang lebih luas lagi seperti melakukan isolasi. Isolasi merupakan langkah yang diajarkan oleh Rasulullah.

 "Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut" (HR. al-Bukhari). 

Hukum isolasi sendiri berlaku bagi semua wabah penyakit, termasuk Corona. "Abu Salamah bin Abdurrahman berkata; saya mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat" (HR. Al-Bukhari). Beliau menyatakan bahwa orang yang terkena penyakit tidak boleh bergaul dengan orang sehat karena berisiko terjadi penularan. Larangan yang disampaikan tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menghimbau masyarakat agar menjaga jarak dengan orang lain dan menjauhi segala kerumunan yang terjadi di masyarakat.

"Pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19". MUI mengeluarkan pula fatwa tentang Pedoman memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah muslim yang terinfeksi virus corona pada 21 Maret 2020. Di dalam Fatwa Nomor 18 Tahun 2020, MUI menegaskan pula bahwa pengurusan jenazah dilakukan oleh pihak berwenang, atau petugas muslim yang melaksanakan tajhiz jenazah.

Hikmah yang dapat diambil dari menyebarnya wabah virus Corona ini yaitu agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah. Semua hal yang terjadi telah ditakdirkan oleh Allah dan sudah menjadi ketetapan Allah karena tidak ada sesuatu yang menimpa setiap manusia kecuali atas izin dan kehendak Allah.

"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)." (QS. Al An'am: 59).

Keimanan terhadap takdir dan kehendak Allah tentunya juga harus diperkuat, melihat bahwa Allah adalah sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penjaga. Tidak ada kebaikan ataupun keburukan yang menimpa kita kecuali telah digariskan Allah. Berkata Ya'qub: "Bagaimana aku akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?". Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang. (QS Yusuf, Ayat 64)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun