Positivisme merupakan salah satu aliran filsafat modern. Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang berpangkal pada sesuatu yang pasti, faktual, nyata, dan berdasarkan data empiris. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), positivisme berarti aliran filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan itu semata-mata berdasarkan pengalaman dan ilmu yang pasti.Â
Pada dasarnya, positivisme adalah sebuah filsafat yang menempatkan pengetahuan yang benar jika didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Jadi, positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa ilmu alam merupakan satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktivitas yang berkenaan dengan metafisik.Â
Baca juga: Filsafat Hukum dalam Aliran Positivisme
Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi dan ilmu gaib. Positivisme dianggap bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup manusia dan dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan dan akurasinya dalam kehidupan dan keberadaan masyarakat.
Auguste Comte merupakan tokoh aliran positivisme yang paling terkenal sekaligus pendiri dari aliran ini dan sering disebut Bapak Positivisme. Positivisme adalah nyata, bukan khayalan. Ia menolak metafisika dan teologik. Comte menyatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa melampaui fakta sehingga positivisme benar-benar menolak metafisika dan menerima adanya "das Ding an Sich" atau objek yang tidak dapat diselidiki oleh pengetahuan ilmiah.Â
Comte menggaris bawahi perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif. Fase teologis (tahapan agama/religi dan ketuhanan) menjelaskan bahwa semua fenomena yang terjadi merupakan kehendak Tuhan.Â
Fase ini dibagi menjadi tiga yaitu animisme, politeisme dan monoteisme. Fase metafisis (tahapan filsafat) menjelaskan bahwa fenomena-fenomena terjadi dengan pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi. Dan yang terakhir yaitu fase positif (tahap positivisme) menjelaskan tentang manusia yang telah dapat membatasi diri pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi.
Menurut positivisme, tugas filsafat adalah memberi penjelasan logis terhadap pemikiran. Oleh karena itu filsafat bukanlah teori, filsafat adalah aktivitas. Alasan yang digunakan oleh positivisme dalam membatasi tugas filsafat karena filsafat bukanlah ilmu.
Filsafat diartikan sebagai sesuatu yang lebih tinggi atau lebih rendah dari ilmu eksakta. Penjelasan dari hal ini adalah bahwa tugas utama dari sebuah ilmu adalah untuk memberi tafsiran terhadap materi yang menjadi obyek ilmu tersebut. Seperti halnya tugas dari ilmu eksakta adalah memberi tafsiran terhadap segala sesuatu yang terjadi di alam dan sebab terjadinya.Â
Bcaa juga: Filsafat Positivisme Logis dan Relevansinya terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Sementara tugas ilmu sosial adalah memberi tafsiran terhadap hubungan yang terjadi pada manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Karena semua obyek pengetahuan baik yang berhubungan dengan alam maupun yang berhubungan dengan manusia sudah ditafsirkan oleh masing-masing ilmu yang berhubungan, maka tidak ada lagi obyek yang perlu ditafsirkan oleh filsafat.Â
Oleh karena itulah dapat disimpulkan bahwa filsafat bukanlah ilmu. Dengan adanya penekanan dari filsafat positivisme terhadap segi rasional ilmiah, maka berfungsi pula kemampuannya untuk menerangkan kenyataan, sedemikian rupa sehingga keyakinannya akan kebenaran semakin terbuka (Adi,2012).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H