Duh, Jangan sampai kejadian ini menimpa saya dan pembaca ya!
Suatu hari bapak saya diminta seorang tetangga baru untuk mengantar anaknya yang tiba-tiba kritis. Kondisi si anak yang seorang remaja usia 20 tahun itu sudah tidak sadarkan diri. Tetapi berhubung adik saya bekerja di ambulans gawat darurat 118, maka adik saya menawarkan satu unit ambulans kepada ibu tersebut agar dapat memperoleh penanganan medis sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Kebetulan ibu itu memiliki kartu GAKIN, yakni kartu bebas pelayanan kesehatan sehingga terbebas dari biaya yang biasa dibebankan kepada keluarga pengguna jasa ambulans.
Setelah anak tersebut ditangani pihak rumah sakit, keesokan harinya kami dikabari bahwa anak itu meninggal karena satu penyakit mematikan. Ia menderita sekumpulan gejala penyakit yang muncul akibat menurunnya kekebalan tubuh karena sudah terinfeksi virus HIV. Penyakit ini lebih dikenal dengan nama AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome). Dan semua penderitanya biasa disebut sebagai ODHA (Orang Dengan HIV Aids).
Menjadi pukulan yang teramat berat bagi orangtua manapun ketika menemukan anaknya mengidap penyakit menyeramkan. Biar bagaimanapun orang tua ingin melihat buah hatinya tumbuh dewasa dan menua tanpa gangguan kesehatan yang mengancam nyawa dan masa depan. Sehat jasmani dan rohaninya. Tapi apa yang telah terjadi pada anak zaman kini? Mereka merusaknya dengan narkoba.
“Awalnya anak saya diajak teman-temannya, lalu disuguhi terus menerus. Lama kelamaan menjadi pecandu, tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa…” akhirnya ibu itu pun berkisah.
Demikianlah yang terjadi pada kebanyakan korban penyalahgunaan narkoba. Awalnya mereka diajak teman untuk mencoba, lalu ketagihan dan menjadi kecanduan. Awalnya hanya mencoba jenis narkoba yang mengonsumsinya dengan cara ditelan, lalu dihisap, lama-lama disuntik. Sementara pengetahuan mereka tentang jarum suntik masih awam. Padahal, pemakaian jarum suntik yang tidak steril akan menyebabkan timbulnya virus penyakit tertentu seperti hepatitis. Dan bila dilakukan dalam jangka panjang akhirnya akan mengundang virus HIV (Human Immunodeficiency Virus : penurunan kekebalan tubuh).
Setelah mengetahui bahwa pasien yang dibawanya mengidap penyakit AIDS, maka adik saya dan teman-temannya sesama unit di ambulans itu bekerja keras melakukan sterilisasi ambulans. Hal ini sudah menjadi keharusan mengingat virus penyakit tersebut sangat membahayakan.
Proses sterilisasi dimulai dengan mencuci ambulans. Setelah mobil bersih, petugas melakukan fooging (penyemprotan) seluruh bagian dalam mobil dengan cairan pembunuh virus. Tindakan terakhir adalah dengan melakukan penyinaran menggunakan sinar ultra violet.
Untuk langkah aman dalam menangani pasien yang terjangkit virus berbahaya, idealnya petugas ambulans menggunakan seragam khusus anti virus yang berfungsi sebagai pelindung. Tetapi karena kedapatan seorang ibu-ibu yang tidak memahami penyakit yang diderita anaknya, maka adik saya dan rekan-rekannya satu unit saat itu tidak menggunakan seragam khususnya. Tentu hal ini mengancam jiwa adik saya. Bagaimana kalau ia menjadi tertular virus tersebut? Siapa yang paling bertanggung jawab dengan kasus ini, si ibu? Ataukah si pasien? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Untungnya adik saya dan rekan-rekannya sehat wal’afiat. Tentu saja saya berharap kejadian ini tidak terulang pada kru ambulans gawat darurat lainnya.
Karena itulah, melalui tulisan ini saya bermaksud berbagi kisah agar pembaca memperoleh pengetahuan (meski sedikit) bila kebetulan menemui kasus serupa. Karena umumnya pihak keluarga korban penyalahgunaan narkoba tidak mengetahui apa yang terjadi pada anaknya. Bisa juga ditutup-tutupi karena khawatir berimbas pada pandangan miring yang akan timbul di masyarakat sekitar.
Melalui tulisan ini saya juga tak pernah bosan menyampaikan kepada pembaca bahwa BNN bersama beberapa aparat negara diantaranya Menkumham, Menkes, Jaksa Agung dan Kapolri, pada Selasa, 11 Maret 2014 telah menandatangani kesepakan bersama untuk mencanangkan tahun 2014 ini sebagai Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba. Seluruh lapisan masyarakat kini digerakkanserentak untuk menyambut positif program tersebut dengan kesediaan menggelar sosialisasi bahaya narkoba. Terutama di instansi sekolah dan kampus serta perkumpulan warga di tingkat kelurahan. Tujuannya tidak lain adalah mengedukasi masyarakat agar tepat dan sigap menyikapi para penyalahguna narkoba. Karena gencarnya peredaran gelap narkoba membuat mereka para korban bukan tidak mungkin sudah berada di tengah-tengah kita. Bisa di depan, belakang, atau samping rumah kita.
Semoga dengan tulisan ini tidak akan ada lagi kasus seperti tetangga baru bapak saya yang tiba-tiba mendapati anaknya sudah menyandang predikat ODHA. Bertahun-tahun mengonsumsi narkoba dan terjangkit virus HIV hingga positif menderita AIDS tanpa penanganan medis hingga menemui ajal di usia muda.. Semua ini disebabkan karena ketidak tahuan si ibu tentang seputar bahaya narkoba dan bagaimana cara menanggulanginya. Bila perlu, sejak seseorang mengalami perubahan perilaku yang menurun drastis, kita patut mencurigainya sebagai tanda-tanda sudah terkena pengaruh narkoba. Diantara perilaku yang patut dicurigai adalah sering murung, tegang, mudah marah, merasa cemas berlebihan dan kehilangan gairah untuk melakukan sesuatu. Dengan mengenali gejala awal ini, seorang korban narkoba bisa buru-buru ditangani sehingga terselamatkan dari bahaya yang mengancam jiwa dan masa depannya.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H