La Nyalla menambahkan, rapat itu untuk menindaklanjuti kinerja PSSI yang dipimpin Djohar Arifin Husin. Ini dinilainya sudah melenceng dari hasil Kongres Bali dan statuta PSSI. “Karena itu, perlu dilakukan perubahan dalam tubuh PSSI,” kata pria yang juga Wakil Ketua KONI Jatim itu.
Penanganan permasalahn pelik yang kembali membelit PSSI, ditegaskan, lebih baik diserahkan ke FIFA agar digelar KLB II. Karena itu, salah satu agenda rapat akbar tersebut adalah merumuskan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI). Dengan hadirnya KPSI, ini memungkinkan FIFA turun tangan dan kembali membentuk Komite Normalisasi (KN).
Dengan datangnya KN, dikatakan, PSSI akan dikembali KN pada posisi nol. Artinya, semua pengurus, termasuk Exco diberhentikan. “Termasuk juga saya dan empat Exco lainnya. Kami siap jadi tumbal
untuk kemajuan sepak bola nasional,” tuturnya.
Kendati demikian, Nyalla juga memberikan kesempatan kepada PSSI untuk melakukan rekonsiliasi,
kembali ke statuta PSSI, dan melaksanakan hasil Kongres Bali. “Kalau kesempatan itu tidak digunakan PSSI, ya kita bikin PSSI menjadi dua. Ingat, dulu Saleh (Ismail Mukadar) berhasil melakukan KLB karena muncul PSSI tandingan,” katanya.
PENGALIH PERHATIAN
Selain itu, La Nyalla berharap klub-klub yang berlaga di kompetisi Liga Super Indonesia (ISL) dan Divisi Utama Liga Indonesia untuk tidak takut dengan ancaman sanksi dari PSSI. Ini karena yang dilakukan oleh klub-klub peserta ISL itu sudah sesuai Kongres Bali dan Statuta PSSI, sementara penyelenggaraan kompetisi yang dikelola PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS), merupakan kegiatan yang melanggar Kongres Bali dan Statuta PSSI. "Klub-klub yang bermain di LSI atau divisi utama yang dikelola PT Liga Indonesia tidak salah, karena sebenarnya yang salah itu pengurus PSSI-nya," kata La Nyalla.
Sikap kerasnya itu terproyeksi sebagai tanggapan atas ancaman sanksi dari PSSI yang akan dijatuhkan kepada klub-klub pembangkang. "Hasil kongres PSSI di Bali yang salah satunya memutuskan soal restrukturisasi kepemilikan saham PT Liga Indonesia sebagai pengelola kompetisi, dianggap tidak sah oleh PSSI. Mereka kemudian mengesahkan LPIS sebagai pengelola baru," katanya.
Kesalahan PSSI di bawah kepemimpinan Djohar Arifin paling prinsipil dalam menyalahi statuta adalah memasukkan enam klub baru sebagai peserta kompetisi profesional level tertinggi. Keenam klub tersebut adalah Bontang FC, Persebaya 1927, PSM Makassar, Persibo Bojonegoro, Persema Malang, dan PSMS Medan.
"Hukuman Persibo dan Persema yang musim sebelumnya ikut LPI, dicabut tidak melalui kongres. Kemudian Bontang FC yang sudah degradasi ditarik lagi, sementara Persebaya, PSMS dan PSM dimasukkan dengan alasan permintaan sponsor. Itu aturan mana lagi yang dipakai," katanya.