Karya seni akan tetap menjadi fungsinya sendiri, yang membuat karya itu berubah fungsi adalah penginterpretasian dari setiap individunya. Meskipun saya bisa mengerti bahwa stigma yang masih muncul dari lagu ini hingga detik sekarang adalah karena ketakutan paham komunis itu kembali hidup serta berkembang dan menimbulkan pengadopsian yang salah tentang paham ideologi. Bahkan, atau bisa juga beberapa orang masih menyisakan trauma yang mendalam akibat peristiwa kelabu nan kelam tersebut.
Tapi, saya hanya ingin lagu ini bisa terbebas dari belenggu bayang bayang masa lalu dan menjadi arsip penting yang bisa diapresiasi sesuai fungsinya, yaitu sebagai fungsi seni yang sebenarnya. Ya, Sama seperti majalah Rolling Stone Indonesia yang mengapresiasikan dan menempatkan lagu Genjer genjer ini sebagai salah satu lagu terbaik sepanjang masa, karena lagu ini adalah arsip nasional penting yang terkena dampak serentetan momen sejarah kelabu di Indonesia.
Intermezonya, kalau di Amerika Billie Holiday punya lagu ‘Strange fruit’ yang mengutuk rasialisme dalam praktik pembantaian lynching (memukuli orang hingga mati dan pembakaran terhadap orang orang afrika amerika), dan Indonesia pun punya lagu ‘Genjer genjer’ yang mengutuk peristiwa G30s/PKI. :)
Terlepas dari sejarah PKI atau rezim Orde Baru saya tidak mau ambil porsinya terlalu ribet dan difokuskan di dalam tulisan ini, yang pasti lagu 'Genjer-genjer' ini hebat!
Haruskah sebuah karya seni hilang tergerus dan dibungkam karena politik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H