Mohon tunggu...
Nusa Isdianti
Nusa Isdianti Mohon Tunggu... Konsultan - a glance writing

seorang yang menyukai banyak hal, jika kau melihat ada dadu berbentuk bulat, seperti itulah duniaku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(RM) Restu Bundo

11 November 2016   22:58 Diperbarui: 11 November 2016   23:03 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lama kita kenal, Uda. Aku menikmati saat dimana kita beradu opini, disitu aku tau bahwa kita adalah orang yang sama-sama menghargai ke-bhinekaan. Bahkan aku mengerti  indahnya warna-warni perbedaan yang kita ciptakan dari satu akar Prima Principia.

Banyak waktu yang kugunakan untuk tertidur dalam sehari, aku sadar itu, maka aku berusaha mengurangi hal-hal yang tidak bermanfaat ketika sedang terjaga. Dan ketika bersamamu, aku merasa waktu yang kugunakan itu bermanfaat karena aku bisa memahami dan melakukan hal-hal baru. Bukan untuk kita, tapi untuk hidup, kemanusiaan, ummat, bahkan negara. Dan aku tau kau pun menikmati itu. Justru ketika kita berdua kita semakin sadar bahwa yang hidup di dunia ini bukan hanya kita berdua.

Aku memang plin-plan, seperti saat dulu ketika kita memilih akan makan malam dimana. Aku juga memang nekat, kalau tak nekat, aku takan pernah bertemu dengan mu karena aku pasti tak berani merantau.

Tapi berbeda dalam keputusan ini. Aku konsisten untuk mengakhiri semua ini dan aku tak mau nekat mengambil risiko.

Da, keyakinan kita sama, kita menyembah Tuhan yang sama, tapi mengapa kita tak bisa bersama hanya karena kau Minangkabau dan aku Lampung-Sunda? Adat itu ciptaan manusia, Da. Adat itu diciptakan untuk menopang kehidupan manusia agar semakin tertib. Lalu apalah esensinya jika adat bisa membuat chaos?

Ah, sudahlah.. Aku, Uda dan Bundo mu tak bisa memilih untuk lahir dari rahim siapa. Tapi jikalaupun aku bisa memilih, adek tetap ingin lahir dari rahim ibuku sekarang.

Tak usah memaksakan hubungan kita, Da. Bundo mu itu adalah orang yang sudah membesarkan mu. Yang aku tahu kau adalah orang yang paham bahwa ridho Ilahi ada pada ridhonya orang tua, khususnya ibu. Bahagiakan lah dia, maka engkau kan bahagia.

Dan jangan ajak aku untuk membujuk Bundo mu lagi. Cukup sekali saja aku lihat matanya, aku sudah paham kalau dia ingin putranya berjodoh dengan wanita yang tau cara bergaul dengan adat, yang satu bahasa, yaitu bahasa Minangkabau dan satu tanah air, yaitu tanah Padang. (Mungkin kalau beliau baca teks sumpah pemuda, beliau juga akan protes).

Adek tahu, sebetapa cinta Uda padaku. Ingat ketika kita pulang nonton konser bersama dengan 3 teman kita? Kita pernah membahas ini, "jika cinta itu sesuatu yang baik, maka cinta tak kan menyakiti yang dicinta." Maka jangan sakiti Bundo mu, dan jangan berpikir aku akan sakit hati jika kau tinggalkan. Aku justru akan bersyukur dan bangga mengenal orang yang berbesar hati dan mengikuti nasihat orang tua. Percayalah, Bundo mu orang yang paling tahu mana yang terbaik untuk anaknya.

Memang betul tak butuh alasan untuk mencintai, karena kita bisa mencintai siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Tapi untuk hidup bersama? Kita punya sejuta pertimbangan.

Kau orang baik Uda, kelak kau akan dapat seseorang yang baik dan direstui Bundo dan keluargamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun