Kasus kopi sianida-nya Mirna, singkat cerita mengingatkan aku ketika berteater di SMA. Bukan karena kopi, sianida atau pertemanan di Australi.
Tapi mengenai "motif". Seluruh gestur dan perpindahan tubuh yang dilakukan seorang aktor, selain merupakan visualisasi dari kegiatan yang sedang dilakukan, juga harus mempunyai "motif".
Ketika seorang aktor bergerak pindah tanpa ada motif yang mendasarinya, berati pergerakannya itu hampa, tanpa makna dan hambar.
Karena begitulah kehidupan. Seluruh kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh manusia yang memerankan perannya masing-masing, entah sebagai anak, ibu, tentara, mahasiswa dan lainnya, tentu memiliki motif.
Singkat cerita lagi aku jadi berpikir mengenai fenomena jejaring sosial, mengenai "i'm wake up, i'm sleep, i'm listening to.., i'm in.., i'm with.."
mereka yang menulis itu semua pasti memiliki motif. Motif internal berasal dari dalam diri ntah sebagai perwujudan bentuk eksistensi dan sebuah bentuk konfirmasi bahwa dirinya masih diakui publik. Atau motif eksternal, sebagai sebuah respon terhadap stimulus sosial yang dihadapi.
Singkat padatnya cerita malam ini, pemikiran tersebut meyakinkanku.. Bahwa tidak ada motif apapun yang membuatku harus mengingatmu.
Untuk bulan yang lalu lalang nan ditutupi awan lalu.
10.02.2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H