Mohon tunggu...
Wiwiek Prihandini
Wiwiek Prihandini Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Akuntansi pada Perbanas Institute

Meminati masalah keuangan berkelanjutan, akuntansi lingkungan, dan Indonesia Emas.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Perspektif Teoritis Greenwashing

26 Juli 2024   12:17 Diperbarui: 26 Juli 2024   12:36 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

PERSPEKTIF TEORITIS GREENWASHING

Sebuah survei yang dilakukan pada 1.491 CEO perusahaan dunia yang memiliki lebih 500 karyawan oleh Harris Poll untuk Google Cloud, menemukan bahwa 58% eksekutif global mengakui perusahaan mereka terlibat dalam praktik greenwashing. Di Amerika Serikat, angka ini bahkan lebih tinggi, mencapai 68% (Peters, 2022). Sementara laporan yang dibuat oleh RepRisk menunjukkan bank dan perusahaan jasa keuangan yang melakukan greenwashing meningkat 70% secara global pada tahun 2023 dibanding tahun sebelumnya (Canup, 2023).

Angka-angka di atas menunjukkan bahwa fenomena greenwshing perlu mendapat perhatian yang lebih serius dalam konteks regulasi dan penegakan regulasi, penelitian, maupun dampaknya pada berbagai kalangan.

Sebagai pencetus istilah greenwashing tahun 1986, Jay Westerveld (dalam Gatti dan Seele, 2015), mendifinisikan greenwashing sebagai “tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk membuat klaim palsu atau menyesatkan tentang manfaat lingkungan dari produk, layanan, atau praktik mereka untuk memperoleh keuntungan pasar.” Jay adalah seorang aktivis lingkungan hidup yang mencetuskan istilah itu dari pengalaman pribadinya di sebuah hotel yang menyarankan pemakaian handuk berulang ketimbang sekali pakai langsung dicuci dengan alasan ‘selamatkan planet bumi dari jutaan galon air yang terbuang sia-sia’. Terdengar sangat indah, namun di sisi lain hotel tersebut menyia-nyiakan sumberdaya yang lainnya.

Salah satu definisi yang cukup komprehensif, misalnya mengatakan bahwa greenwashing adalah proses dimana organisasi menyebarkan persepsi menyesatkan tentang produk atau layanan mereka yang memberi kesan negatif mereka lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dibandingkan kenyataannya. Praktek greenwashing sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan, pemerintah, dan lembaga lain untuk menipu masyarakat agar percaya bahwa mereka melakukan lebih banyak hal untuk lingkungan daripada yang sebenarnya adalah untuk mendapatkan persepsi publik yang lebih baik (Ferrer dalam Euronews, 2020).

Konsep greenwashing saat ini mencakup berbagai taktik seperti klaim yang berlebihan, menggunakan bahasa yang menyesatkan, istilah yang membingungkan, dan menciptakan kesan yang salah tentang dampak lingkungan dari produk atau operasi perusahaan. Fokusnya tidak hanya pada produk individu tetapi juga pada praktek operasional dan strategi perusahaan secara keseluruhan. Pengertian greenwashing kini juga mencakup bagaimana perusahaan melibatkan dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingan mereka, termasuk transparansi dalam laporan keberlanjutan.


Perkembangan greenwashing

Semenjak diperkenalkan tahun 1986, konsep greenwashing mengalami perkembangan baik secara konseptual maupun dalam praktek keseharian. Misalnya, dari yang sebelumnya hanya membuat klaim tidak didukung fakta, sampai pada menutupi atau menyembunyikan informasi yang seharusnya disampaikan, dilakukan untuk meningkatkan citra seolah-olah ramah lingkungan, dan tidak hanya terkait dengan institusi (termasuk lembaga pemerintah) tapi juga produk barang atau jasa. Terdapat juga greenwashing yang terjadi karena ketidaksengajaan. Di samping itu, kesadaran publik juga mulai tumbuh dan perusahaan mulai memperhatikan hal itu. Regulasi masih sangat terbatas dan sebagian masih berupa wacana.

Tahun 2000-an ketika akses Internet makin meluas, informasi makin mudah didapatkan. Dengan munculnya Internet 2.0 yang memungkinkan setiap pengguna Internet dapat mengunggah apa pun di Internet, organisasi non-pemerintah yang kritis makin banyak mempublikasikan laporan dan kajian yang mengungkap praktek greenwashing yang dilakukan oleh banyak perusahaan di seluruh dunia. Di sisi lain, perusahan-perusahaan mulai menyadari dampak merugikan fenomena greenwashing yang terungkap ke publik, terhadap reputasi perusahaan mereka yang berujung pada hilangnya kepercayaan publik. Kesadaran masyarakat pada isu lingkungan yang makin tinggi juga menambah tekanan terhadap perusahaan agar lebih memperhatikan dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan (Nemes, 2022).

Seiring berjalannya waktu, beberapa penelitian mengenai greenwashing menunjukkan bahwa fenomena ini dapat terjadi secara tidak sengaja. Beberapa penelitian mengidentifikasi bahwa greenwashing dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan mengenai apa yang diperlukan untuk benar-benar menjadi ramah lingkungan, atau salah dalam menginterpretasikan standar keberlanjutan (Netto, 2020), karena bergantung pada informasi yang tidak lengkap atau salah tentang dampak lingkungan dari produk mereka (Steele, 2015), dan karena kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan (Gatti, et.al., 2019). Greenwashing yang terjadi karena ketidaktahuan memiliki perbedaan dalam hal motiviasi dan intensi yang tidak disengaja atau direncanakan.


Perspektif Teori

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun