Mohon tunggu...
Priesda Dhita Melinda
Priesda Dhita Melinda Mohon Tunggu... Guru - Ibu dari 2 orang anak perempuan dan juga seorang guru yang ingin terus belajar

Contact : 08992255429 / email : priesda@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dia Itu Suamiku

22 Februari 2018   10:01 Diperbarui: 22 Februari 2018   10:10 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu rasanya malam terpanjang yang aku lalui. Perutku sudah mulas, air ketuban pun sudah pecah, namun pembukaan masih belum lengkap. Aku menunggu sambil menahan sakit, suamiku memegang erat tanganku dan sesekali mencium keningku untuk mendukungku untuk terus berjuang.

"Sakiiiit, sakiiit sekali. Aku nggak kuat" kataku sambil berteriak.

"Sabar ya sayang, kamu pasti bisa" kata suamiku sambil mengelus kepalaku. Dalam hati aku menyemangati diri ini, namun ragaku sepertinya lemah tak berdaya. Aku pandang wajah suamiku. Ya..aku akan terus berjuang.

Akhirnya pembukaan lengkap, dengan sigap bidan itu membantuku untuk melahirkan. Aku keluarkan semua tenagaku. Aku merasa kalaupun malam itu aku harus kembali ke surga, aku sudah siap karena ragaku sudah lemah. Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara bayi. Aku lelah dan menutup mata, namun seseorang memukul-mukul pipiku supaya tetap sadar. Ku coba terus untuk membuka mata, walaupun berat. Aku coba untuk bertahan.

Sinar matahari masuk melalui sela-sela ventilasi jendela, perlahan kubuka mataku. Aku masih hidup. Aku tatap wajah mungil dan tenang ini lekat-lekat, rasanya aku tak ingin mengedipkan mata untuk terus memandangnya. Aaaahhh... bayiku, akhirnya kita bertemu setelah sembilan bulan kamu di perutku. Masih teringat jelas dalam ingatanku, bagaimana gerakanmu di dalam rahimku dan bagaimana rasanya perjuangan semalam. Sakit dan lelah. Tetapi semua terbayar dengan kehadiranmu.

"Kreeek" terdengar pintu dibuka yang membangunkan aku dari lamunan. Kulihat suamiku datang sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman. Aku pun makan.

"Kenapa kok begitu lihat aku?" tanyaku curiga pada suami yang memperhatikanku begitu lekat.

"Kamu cantik" katanya sambil tersenyum. Akupun jadi salah tingkah. "Terima kasih ya sudah berjuang untuk aku dan anak kita" katanya lagi sambil mengecup keningku. Aku terharu dan tersenyum.

"Aku juga terima kasih ya,sudah mendampingiku saat berjuang. Kita besarkan dan didik anak ini bersama-sama" kataku.

"Iya, pasti itu" jawabnya sambil tersenyum dan memelukku erat.

"Jedug !!" kepalaku terantuk tembok kamar. Astagaah ternyata ini hanya mimpi, tetapi perutku yang buncit ini bukan mimpi. Aku mengelus perutku, dari dalam aku rasakan ada gerakan kecil seolah ia mengatakan bahwa ia juga sayang padaku sebagai ibunya. Kulihat jam dinding di kamar, ternyata sudah pukul 01.00, tapi suamiku belum pulang juga.

Aku bangun dan berjalan ke dapur untuk mengambil minum, karena semenjak hamil tua ini, yang kini sudah tinggal menunggu kelahiran anakku, aku menjadi cepat haus. Aku minum air putih dan rasanya sejuk saat air itu masuk ke dalam kerongkonganku. Aku duduk dan mengambil handphone untuk menelpon suamiku.

Lama sekali diangkatnya. Aku berpikiran positif bahwa ia sedang di jalan. Setelah agak lama, akhirnya diangkat juga.

"Iya, sebentar lagi aku sampai kok" jawabnya dan memang terdengar suara berisik. Hmm... berarti memang sudah di jalan. Aku tunggu saja, sambil aku siapkan air panas dan aku buatkan kopi untuknya. Pasti dia lelah sudah lembur sampai jam segini dan akan segar lagi kalau dia mandi air hangat.

Tak lama kemudian terdengar suara mobilnya. Aku menyambut suamiku di depan pintu. Ia pun mencium keningku.

"Air hangatnya udah siap ya"

"Ok" katanya sambil membuka kemeja dan memberikan kepadaku. Astagaa... apa ini ? Kenapa ada noda lipstik di sini ? Jangan-jangan... Ah, tidak mungkin.

"Sayang, tolong ambilkan handuk ya" teriaknya dari dalam kamar mandi.

"I... iya" jawabku sambil berjalan mengambil handuk. Pikiranku masih fokus pada noda lipstik di kemeja. Lipstik siapa ini ? Tidak mungkin suamiku seperti ini.

"Kamu kenapa ?" tanya suamiku agak heran melihatku bengong sambil memegang kemejanya.

"Ng..nggak apa-apa" jawabku. Sial, kenapa aku tak bertanya saja tentang noda lipstik di kemejanya. Kenapa aku diam saja ? Aahhh... aku tak menginginkan pertengkaran malam ini, kasian dia sudah lelah. Baiklah besok saja, ya besok pagi langsung aku tanyakan tentang noda itu.

"Hmm... ya udah tidur yuk, aku ngantuk" kata suamiku sambil berjalan ke tempat tidur. Ia langsung merebahkan badannya dan terlelap. Sedangkan aku ? Pikiranku masih tertuju pada kemeja itu. Siapa pemilik lipstik itu ? Kenapa sampai ada di kemejanya ?

****

Hari ini aku putuskan untuk mengikuti suamiku menggunakan taksi. Aku penasaran sekali. Suamiku mengendarai mobilnya menuju ke kantornya. Lega hati ini. Baiklah aku tunggu sampai nanti siang. Lho belum waktunya istirahat kenapa dia sudah keluar lagi, mau kemana dia ? Aku meminta supir taksi untuk mengikutinya lagi. Mobilnya berhenti di sebuah cafe dan dia berjalan ke dalamnya. Diam-diam aku mengikuti dari belakang. Dia duduk di bangku paling pojok, aku duduk di tempat yang dapat mengawasinya. Dia terlihat seperti menunggu seseorang. Hmm... mungkin dia sedang menunggu kliennya.

Tak lama seorang perempuan cantik datang, suamiku terlihat sumringah. Dia mencium pipi kanan kiri wanita itu. Kaki ini terasa lemas. Aku mengelus perut besarku. Ada tendangan halus dari dalam, seolah ia mengatakan "sabar ya mama". Aku tak mau menangis, aku mencoba menguatkan hatiku melihat kenyataan ini. Aku perhatikan saja dulu gerak-gerik mereka.

Aku putuskan menghampiri mereka saat mereka sedang asyik bersenda gurau.

"Hai mas Dani, apa kabar ? Waahhh... ini istrinya ya ?" kataku pada suamiku, aku pura-pura tidak kenal dengannya. Aku mencoba menahan marahku.

Suamiku terlihat gugup dan panik saat melihatku. Ia tak menjawab pertanyaanku.

"Bukan istri kok mbak, tapi calon istri" kata perempuan itu sambil tersenyum. Dia yang menjawab pertanyaanku. Ingin sekali rasanya aku tampar pipinya dan kutarik rambut panjangnya lalu ku tendang bokongnya.

"Hooo, begitu. Selamat ya. Aku pergi dulu ya, selamat bersenang-senang" kataku sambil berlalu. Terlihat perempuan itu tersenyum padaku. Aku berjalan agak kesusahan karena perut besarku ini. Aku berusaha untuk tegar dan tidak menangis.

"Tania tunggu" suamiku memanggilku dan berlari ke arahku. Ia menarik tanganku dan memelukku. Aku berusaha untuk melepasnya, tapi tenaganya lebih kuat daripadaku.

"Maafkan aku Tania. Aku khilaf. Dia... dia... hanya temanku" katanya sambil menangis. Aku melihat perempuan itu bingung, namun ia segera berjalan ke arah kami.

"Dani, siapa perempuan ini ?" tanyanya pada suamiku.

"Dia istriku" jawab suamiku tegas. Perempuan itu tampak kaget sekaligus malu padaku. "Maaf, aku nggak bisa lagi sama kamu. Bersamamu adalah kesalahan" kata Dani sambil menarik tanganku dan mengajakku keluar.

"Tapiiii... kamu janji mau nikahin aku" katanya lagi mengejar kamu.

"Ya maaf, aku berbohong denganmu. Aku menyesal, tapi aku akan lebih menyesal lagi kalau sampai aku meninggalkan istriku" kata Dani.

"Tapi..." perempuan itu masih mengejar kami.

"Aduuuhh... perutku mulas" kataku memotong pembicaraan. Dengan sigap Dani menuntunku ke mobil. Perempuan itu terus mengejar, tapi Dani tak lagi menghiraukan. Kami sudah berada di mobil dan Dani langsung menstarter mobil.

Dari kaca spion aku melihat perempuan itu tampak berteriak-teriak karena marah. Aku melihat Dani suamiku yang sekarang ada di sampingku. Aku perhatikan lagi wajahnya. Dia melihat ke arahku. "Maafin aku ya sayang, aku benar-benar khilaf. Sekarang aku mau jadi suami dan ayah yang baik untuk kamu dan anak kita" katanya sambil mengelus perutku. Aahhh.... inilah aku. Aku begitu lemah dengannya. Melihat tatapan mata dan permintaan yang tulus itu tak sanggup aku kalau harus marah padanya. Baiklah semua telah berlalu, anggap saja ini perjalanan dalam rumah tanggaku. Sekarang aku harus bersiap untuk berjuang menyambut anakku, seperti dalam mimpiku kemarin.

 ****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun