Mohon tunggu...
Swazta Priemahardika
Swazta Priemahardika Mohon Tunggu... lainnya -

Sering berhayal ketika minum kopi,..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Romansa Terhenti di Minggu Pagi

12 April 2015   12:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:13 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami terjebak pada romansa semu di dunia maya. Pertemuan yang tak sengaja lewat perkenalan di media sosial, menyeret kami pada kisah asmara sesaat yang tak terduga. Hingga membawa kami pada hal-hal rumit dan menyita waktu yang tak sedikit. Butuh kesabaran ekstra untuk sekedar bertanya kabar dan saling menyapa. Menukar rindu sesudahnya. Rindu?? Ahh,..mungkin itu hanya kebohongan kecil kami untuk terlihat “sempurna” menjadi sepasang kekasih.

“Kita tak bisa terus begini” katamu di Minggu pagi yang dingin , saat aroma seduhan kopiku melintas harum menggoda untuk segera kucicipi.

“Lalu, apa yang kau inginkan sekarang?”lanjutku kemudian.

“Aku juga masih bingung. Tapi satu yang pasti, aku ingin kamu ikhlas jika suatu saat aku pergi”, jawabmu lemah, dan datar. Kutangkap isyarat menyerah di ujung kalimatnya.

“Kenapa diam? Kamu masih disitu,kan?” katamu setelah sekian detik berlalu sepi tak ada jawaban dariku.

“Iyaa,..aku masih disini” jawabku pelan.

“Apakah diammu pertanda setuju dengan kata-kataku?” tanyamu lirih. Ada nada tercekat serupa tangis yang kau tahan.

“Entahlah, aku tak tahu. Kita lihat saja bagaimana ke depannya” lanjutku tak bersemangat.

Dan percakapan kami terhenti saat dia memberi tanda bahwa suaminya telah pulang dari acara lari paginya. Seperti biasa, obrolan kami mendadak terputus jika keadaan mulai “mengancam” stabilitas. Dan kejadian seperti itu sering kami tertawakan dulu, di awal kedekatanku dengannya. Kelucuan yang tak lucu. Bahaya bermain api pun telah kami sadari sepenuhnya. Hanya kenekatan kamilah yang tak bisa terbendung untuk cinta semu yang terlarang dan terselubung.

Cinta? Entahlah. Mungkin, potongan rasa yang tidak pada tempatnya dan terbungkus topeng perselingkuhan. Tapi rasa yang menggejala diantara kami masih mini dan baru terinveksi virus kecil pada stadium dini.

Usai terputusnya percakapan kami di telepon, membuat pagiku hilang seketika. Aroma tanah basah usai terguyur hujan semalam menyeruak tajam, berebut singgah di indera penciumanku. Selebihnya diam menjadi jeda yang lama diantara kami. Obrolan di telepon kami sudahi dengan saling memahami keadaan yang sedang terjadi. Diam dan pun berlanjut hingga berhari-hari. Tidak seperti waktu sebelumnya saat kami saling mempertahankan ego dengan beradu argumen hingga satu diantara kami memilih mengalah pada akhirnya.

Kami telah tahu keadaan satu sama lain. Dia yang telah bersuami dan aku juga sudah beristri. Tapi romansa di antara kami seperti sebuah harga mati, waktu itu. Tapi rentang waktu dua musim panen jagung yang telah kami lalui, perlahan membuka pintu kesadaran kami bahwa rasa yang ada diantara kami sungguh tak lebih hanya sebuah kebodohan semata.

Diam yang bersarang di romansa kami tak terelakkan lagi, nyaris menyentuh angka 10 hari. Ini sungguh tak biasa, meski sepenuh hatiku memaklumi dan menyadarinya. Akunnya di jejaring sosial tak kudapati aktif lagi. Sehari sejak terputusnya obrolan kami di telepon di Minggu pagi. Tak ada update status terbarunya.

Kubuka akunku dengan password nama dan tahun kelahirannya. Kedua tanganku tergerak dengan sendirinya, menuliskan tiga bait pesan pendek untuk menyapanya . Entahlah, aku pun tak tahu untuk apa.

Rasanya baru kemarinBertukar dan menyapa rindu di kembara inginMenautkan bulir-bulir rindu lewat semilir angin

Rasanya baru kemarinSemesta romansa berfantasi di hayalku Serasa tak mati jika kau ada di sisiku

Rasanya baru kemarinTanganmu erat kugenggamSebaris sajak pun belum genap kutuliskan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun