Mohon tunggu...
Himawan Pridityo
Himawan Pridityo Mohon Tunggu... Editor - Alumnus Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Mempelajari agama dan sejarahnya lewat kajian modern.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo Punya Beban Sejarah, Jokowi Beban Mental

4 Juni 2014   23:51 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:19 1730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi presiden memang harus memiliki segalanya, mulai dari kapabilitas hingga kredibilitas. Jika banyak yang mengatakan bahwa langkah Prabowo menjadi presiden akan susah karena memiliki beban kelam masa lalu, apakah hal serupa juga berlaku bagi Jokowi? Mari kita lakukan simulasi.

Skenario Pertama: Prabowo kalah. Kemungkinan paling besar ia akan kehilangan banyak uang untuk membiayai kampanyenya selama 6 tahun terakhir, seperti kata Anies Baswedan, di berbagai media.

Meski demikian, Prabowo tidak benar-benar merugi. Ia masih punya mesin politik di parlemen, yang bisa digunakan untuk menjalankan kepentingan-kepentingan politiknya.

Belum lagi koalisi partai-partai yang berhasil dia galang saat pemilu kali ini, yang tentu saja bakal merepotkan kerja partai yang berkuasa.

Jika skenario ini yang jalan, kemungkinan besar Jokowi akan menghadapi masa-masa sulit di parlemen.

Skenario Kedua: Jokowi kalah. Berhubung Jokowi tidak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur Jakarta, maka saat ia kembali mengurusi ibukota, kemungkinan besar ia akan digoncang oleh politisi-politisi lokal yang berseberangan dengannya.

Posisinya sebagai gubernur yang berada di bawah posisi presiden, tentu akan merepotkan dirinya saat mencoba bekerja sama dengan pemerintah pusat. Bukan saja ia menjadi subordinat dari lawan politiknya saat ini, tapi juga kemungkinan untuk hilangnya dukungan dari partai.

Hal ini akibat  dinamika internal dalam tubuh PDI-P yang secara kultural masih memandang "darah biru" proklamator sebagai pewaris sah partai tersebut.

Belum lagi kemungkinan adanya penolakan dari warga Jakarta yang merasa dikhianati oleh gubernurnya sendiri. Maka akan sangat logis jika dalam skenario ini, Jokowi akan mendapat serangan bertubi-tubi di sisa pemerintahannya.

Kesimpulannya, kedua kandidat sama-sama memiliki beban psikologis saat mencalonkan diri menjadi presiden. Perbedaan paling utama hanyalah, beban psikologis Prabowo terletak di masa lalunya, sedang beban Jokowi di masa depan.

Entah apa hal ini menjelaskan sikap salah satu kandidat yang terlihat kikuk dalam dua penampilannya di KPU beberapa hari lalu? Bagaimana menurut anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun