Mohon tunggu...
Pricilya Maharani Putri Ayub
Pricilya Maharani Putri Ayub Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akuntansi

Nama : Pricilya Maharani Putri Ayub - NIM : 43220010059 - Mata Kuliah : Teori Akuntansi - Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, CIFM, CIABV, CIBG - UNIVERSITAS MERCU BUANA

Selanjutnya

Tutup

Money

TB2_Teori Akuntansi Pendekatan Semiotika

23 Mei 2022   18:51 Diperbarui: 25 Mei 2022   08:17 2227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar Pohon Beringin -- Contoh Mitos dari Roland Bathers-Sumber: behance.net)

Sedangkan menurut Preminger (dalam Sobur, 2009), ilmu mempelajari tanda-tanda yang disebut semiotika. Semiotika ini mempelajari tentang sistem, aturan, dan aturan yang membuat tanda menjadi bermakna, misalnya fenomena sosial dan budaya yang terjadi di masyarakat dapat dievaluasi sebagai tanda-tanda. Semiotika dapat diartikan juga sebagai sebuah studi yang menggambarkan tentang makna dalam keputusan. Dimana, studi ini membahas mengenai tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi, analogi, simbolisme, makna serta komunikasi.

Adapun definisi semiotika yang dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure dalam Course in General Linguistics, bahwa semiotika adalah ilmu yang mempelajari peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial sehingga tanda juga merupakan bagian dari aturan-aturan sosial yang berlaku. Dalam hal ini, Saussure berbicara mengenai kesepakatan dalam sosial, seperti pemilihan, pengkombinasian dan penggunaan tanda-tanda dengan cara tertentu, sehingga tanda tersebut mempunyai makna dan nilai sosial (dalam Sobur, 2006: vii).

Semiotika signifikasi merupakan semiotika yang mempelajari hubungan unsur-unsur tanda di dalam sebuah sistem berdasarkan aturan dan konvensi tertentu. Saussure mengembangkan semiotika signifikasi sebagai kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari dua bidang, yakni bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi, dan bidang petanda (signified) untuk menjelaskan konsep atau makna. Hubungan antara penanda (signifier) dan petanda (signified) dibagi menjadi tiga, yaitu :

  1. Ikon, merupakan tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta.
  2. Indeks, merupakan tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan dengan yang ditandai, misalnya asap adalah indeks dari api.
  3. Simbol, merupakan sebuah tanda dari hubungan antara penanda dan petanda, misalnya masalah konvensi, kesepakatan dan peraturan.

Untuk mengkaji terapan semiotika lebih lanjut, kita bisa mengkajinya lewat sejumlah bidang terapan semiotika. Dalam artian, semiotika dapat digunakan untuk banyak bidang terapan dengan prinsip yang tidak terbatas terkait fungsinya masing-masing, mulai dari pemberitaan media massa, komunikasi periklanan, film, komik-kartun, sastra, musik, budaya, hingga tanda-tanda nonverbal.

Suatu disiplin ilmu hanya bisa diakui secara resmi sebagai suatu disiplin ilmu, jika ilmu tersebut dapat diakui dan dihargai oleh suatu perkumpulan ilmiah, diterbitkan dalam majalah ilmiah serta dapat dilakukan penelitian dari ilmu tersebut oleh suatu institusi akademis (misalnya universitas). Dalam hal ini, semiotika sebagai ilmu tanda sejak tahun 1969 secara resmi memiliki suatu perkumpulan ilmiah yaitu Asosiasi Internasional untuk Studi Semiotika (IAAS) yang mengakui semiotika sebagai suatu disiplin ilmu dan sebuah majalah. Kemudian, pada tahun 1988 didirikan Institut Semiotika Internasional Semiotika, Institut Teknologi Semiotika Internasional, dan Universitas Teknologi Kaunas yang berbasis di Lithuania, dengan tujuan untuk mempelajari dan mengembangkan lebih lanjut semiotika di berbagai bidang.

Menurut Pateda (dalam Sobur, 2004), sampai saat ini sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang dikenal sekarang, antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal (zoosemiotic), kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.

  1. Semiotik analitik, yaitu semiotik yang menganalisis sistem tanda dengan berobjekan tanda menjadi sebuah ide dan makna. Ide dapat dikaitkan sebagai lambang, sedangkan makna yang dimaksud adalah beban dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu.
  2. Semiotika deskriptif, yaitu semiotika yang memperhatikan sistem tanda yang dialami sekarang dan tanda tersebut masih tetap disaksikan sekarang walaupun sudah ada sejak dulu. Misalnya, langit yang mendung menandakan bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari dahulu hingga sekarang tanda tersebut tetap saja seperti itu.
  3. Semiotika faunal (zoosemiotic), yaitu semiotika yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Biasanya hewan menghasilkan 17 tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya, namun hewan juga sering menghasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusia.
  4. Semiotika kultural, yaitu semiotika yang khusus mempelajari sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu.
  5. Semiotioka naratif, yaitu semiotika yang mempelajari sistem tanda dalam pemaparan yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).
  6. Semiotika natural,  yaitu semiotika yang khusus mempelajari sistem tanda yang dihasilkan oleh alam, misalnya air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan, daun pepohonan yang menguning lalu gugur.
  7. Semiotika normatif, yaitu semiotika yang khusus mempelajari sistem tanda yang dibuat oleh manusia dalam bentuk norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
  8. Semiotika sosial, yaitu semiotika yang khusus mempelajari sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia dalam wujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun dalam satuan yang disebut kalimat.
  9. Semiotika struktural, yaitu semiotika yang mempelajari sistem tanda yang diwujudkan melalui struktur bahasa.

B. Pendekatan Semiotika Roland Barthes

Pendekatan semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes berpijak dari pendapat Ferdinand de Saussure tentang langue, yang merupakan sistem tanda dengan mengungkapkan gagasan, ada pula sistem tanda alphabet bagi tuna wicara, simbol-simbol dalam upacara ritual serta tanda dalam bidang militer. Namun pada tahun 1956 setelah Roland Barthes membaca karya Saussure yang berjudul "Cours de linguistique gnrale", Barthes melihat adanya kemungkinan menerapkan semiotik ke bidang-bidang lain, sehingga Barthes mempunyai pandangan yang bertolak belakang dengan Saussure mengenai kedudukan linguistik sebagai bagian dari semiotik. Menurut Barthes, semiotik merupakan bagian dari linguistik karena tanda-tanda dalam bidang lain tersebut dapat dipandang sebagai bahasa, yang mengungkapkan gagasan (artinya, bermakna).

Sebagian besar hasil pemikiran Barthes tentang semiotika dipengaruhi oleh Saussure. Jika Saussure mengintroduksi istilah signifier dan signified berkaitan dengan lambang-lambang atau teks dalam suatu paket pesan, maka Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjuk tingkatan-tingkatan dari sebuah makna. Sistem denotasi adalah sistem pertanda tingkat pertama (first order) yang memiliki makna bersifat objektif terhadap lambang-lambang, yakni dengan mengaitkan secara langsung antara lambang dan realitas atau gejala yang ditunjuk. Sedangkan sistem konotasi merupakan sistem penanda tingkat kedua (second order) dari petanda pada sistem denotasi, dengan memiliki makna yang dapat diberikan pada lambang-lambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya.

Kemudian, Roland Barthes meneruskan pemikirannya dengan menekankan korelasi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya serta interaksi antara teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Pandangan Barthes ini dikenal dengan sebutan "two order of signification", mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman budaya dan personal).

Selain itu, Barthes juga telah banyak menulis buku, yang beberapa diantaranya telah menjadi bahan referensi penting untuk studi semiotika di Indonesia. Salah satu karya pokok Barthes yaitu : Le degree zero de l'ecriture atau " Nol Derajat di Bidang Menulis ". Sedangkan untuk karya-karya semiotika lainnya yang mengikuti tradisi Saussure pada umumnya menggunakan metode dan prinsip yang sama, yaitu dikembangkan di dalam linguistik untuk bidang-bidang kebudayaan lainnya, terutama bidang kesusasteraah, antropologi, film, karya seni, arsitektur, musik, mode dan iklan, sehingga yang dimaksudkan dengan semiotik dalam hal ini adalah : yang pertama, suatu cara penyampaian melalui objek-objek lain dengan anggapan sebagai tanda, dan yang kedua yaitu bekerja dengan penyampaian secara fakta dari semua ilmu pengetahuan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun