Ilustrasi - minuman kopi yang diduga memicu kematian (Thinkstock/TiSanti)
Kematian perempuan cantik Wayan Mirna, sangat tiba-tiba. Bahkan, orang tua korban tidak percaya dengan kematian putri mereka. Apalagi, Mirna memang tidak mempunyai riwayat penyakit yang membahayakan jiwa sebelumnya. Kematiannya, menimbulkan banyak spekulasi oleh banyak orang. Baik melalui media blog maupun broadcast. Banyak dugaan yang mengarah pada sosok tertentu, yakni teman korban yang datang lebih awal dan memesan minuman korban. Termasuk upaya untuk menghubungkan dengan teman korban lainnya, yang hadir bersama di lokasi kejadian.
Sekalipun bukti permulaan dapat dikatakan mengarah pada sosok tertentu. Namun, bukti yang ada belum cukup menjadi 'alat bukti yang sah' dalam kategorisasi Pasal 183 KUHAP. Bukti permulaan bukan alat bukti. Bukti permulaan baru menjadi petunjuk awal adanya peristiwa pidana. Keberadaannya perlu didukung alat bukti lain yang saling bersesuian, sehingga dapat menjadi alat bukti yang sah.
Pasal 184 KUHAP yang mengatur alat bukti, masih digantungkan pada beberapa pasal yang mendahului dan sesudahnya. Berkait dengan bukti petunjuk, setidaknya pasal 183 dan 188 KUHAP harus dirangkai bersama.
Pasal 183 KUHAP:Â Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184 ayat (1) KUHAP: Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk;Â Â Â Â e. keterangan terdakwa.
Jadi, petunjuk adalah salah satu dari dua alat bukti yang dikehendaki untuk dapat dijatuhkan pidana oleh hakim.
Pasal 188 KUHAP ayat (1): Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Konstatasi di atas menuntut persesuaian perbuatan, kejadian atau keadaan yang menandakan terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya untuk adanya bukti petunjuk.
Pasal 188 KUHAP ayat (2) : Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa.Â
Ketentuan ini menentukan limitasi konstatasi pada ayat (1) di atas, agar petunjuk dapat menjadi alat bukti yang sah harus diperoleh dari saksi, surat, atau keterangan terdakwa.
Dalam kasus kematian Wayan Mirna didapat 'bukti permulaan' yang terungkap (di media) adalah:
Pertama, ada 6 sampel sisa es kopi vietnam (yang pada saat sama juga dipesan pengunjung lain) yang diuji. Terbukti hanya 1 yang mengandung zat yang bersifat korosif/asam (diduga sianida), yakni yang ada dalam minuman korban.
Apakah fakta di atas sudah membuktikan kausalitas kematian korban dengan zat korosif yang diminumnya? Ada bukti permulaan yang kuat, namun belum sepenuhnya sah terbukti bahwa zat itu adalah sianida yang mematikan. Bagaimana bisa menyatakan terbukti kausalitasnya jika zat yang terminum korban saja belum bisa dipastikan? Maka kepolisian masih perlu menunggu hasil Puslabfor polri.
Kedua, teman pertama korban, J datang 40 menit lebih awal dari kehadiran korban yang datang bersama teman lainnya, H. Apakah dapat diyakini bahwa J lah yang memasukkan zat korosif itu ke dalam kopi korban sehingga didapat bukti petunjuk yang sah bahwa teman pertama korban telah melakukan pembunuhan (berencana)?
Jelas tidak, fakta2 di atas baru membuktikan jika zat korosif yang ada dalam minuman korban dimasukkan dalam rentang waktu 40 menit sejak es kopi vietnam disajikan pelayan, sampai sesaat sebelum korban tiba di lokasi kejadian. Namun belum memberi bukti siapa yang memasukkan zat korosif itu ke dalam minuman korban.Â
Bukti permulaan yang ada baru mempunyai nilai pembuktian sebagai 'bukti yang sah' jika syarat yang ditetapkan dalam Pasal 188 KUHAP terpenuhi, yakni ada kesesuaian dengan 3 alat bukti lain. Misalnya, ada keterangan saksi yang melihat J memasukkan 'sesuatu' ke dalam es kopi vietnam dalam rentang waktu 40 menit sebelum korban datang.
Atau misalnya juga ada temuan sisa/bekas bahan korosif dalam tas terduga pelaku yang sama dengan zat yang ada dalam minuman korban. Atau pula, ada bukti 'surat' atau 'keterangan saksi' yang menyatakan bahwa terduga pelaku beberapa saat sebelum terjadi peristiwa pidana, baru membeli zat mematikan yang sama dengan zat yang ada dalam minuman korban. Jika bukti semacam ini ada, maka fakta itu dapat memberi bukti petunjuk yang sah dan saling berkesesuaian.
Pasal 188 ayat (3) KUHAP: Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Formulasi di atas menegaskan agar alat bukti petunjuk diterapkan dengan penuh hati2, kecermatan dan keyakinan hakim. Faktanya, bukti2 yang ada baru sebatas 'bukti permulaan' sebagai titik awal terjadinya peristiwa pidana. Tetapi, belum memenuhi syarat untuk menjadi 'bukti yang sah' yang mengarah kepada pelaku tertentu seperti dikehendaki Pasal 183 jis Pasal 184 dan Pasal 188 KUHAP.
Oleh sebab itu, menunggu hasil lengkap penyelidikan dan penyidikan penegak hukum adalah sikap paling bijaksana. Semoga polri segara dapat mengungkap semuanya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H