Mohon tunggu...
Pretty Luci Lumbanraja
Pretty Luci Lumbanraja Mohon Tunggu... Dosen - Your young lecturer and an amateur writing

Do, Calm, and Pray

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Menilik Dunia Maskapai Indonesia

5 Desember 2018   09:00 Diperbarui: 5 Desember 2018   09:20 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum sembuh luka duka dunia permaskapaian Indonesia, yaitu jatuhnya pesawat Lion Air JT610, telah dikabarkan bangkitnya kembali Merpati Airlines yang sempat mati suri. 

Maskapai berplat merah ini bangkit dari keterpurukannya karena permasalahan keuangan yang mengancam 2013 silam. Tepat 1 Februari 2014, Merpati berhenti beroperasi. Padahal maskapai ini termasuk penguasa jaya seantero Indonesia bagian timur.

Kembalinya Merpati Airlines mengudara masih tergantung pada proses sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Rencana kembalinya Merpati Airlines itu, disampaikan Presiden Direktur Merpati Nusantara Airline, Asep Ekanugraha yang menyatakan bahwa mereka optimis untuk terbang dikarenakan semua dana operasional telah didapatkan. 

Kehadiran investor Intra Asia Corpora sebagai penyutik sebesar Rp. 6,5 triliun kepada pihak manajemen supaya maskapai ini bisa terbang kembali. "Jika Merpati telah beroperasi, diharapkan pendapatannya dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban 10 triliun tersebut", tambahnya.

Jika kita merefleksikan kembali Merpati Airlines mengapa berhenti dikarenakan persoalan keuangan dalam manajemennya. Bisnis maskapai penerbangan bukanlah bisnis yang main-main. 

Pengadaan pesawat, perawatan pesawat, bahan bakar, gaji pilot dan pegawai lainnya, awak kabin, pelayanan penumpang, jaminan keamanan dan keselamatan pesawat bisa menghabiskan miliar rupiah sebagai modal utamanya.

Untuk menalangi pembayaran beban awal operasional pesawat, kebanyakan pesawat memilih jalan berutang. Seperti kasus Merpati Airlines yang terlilit utang miliaran rupiah. Setelah dana pelunasannya yang disuntik hanya Rp 400 miliar dari yang diajukan Rp 1 triliun, yang dilakukan oleh negara. 

Pada saat yang sama juga Garuda Indonesia yang perlu diselamatkan dengan suntikan modal yang sesuai dengan permintaan yaitu Rp 2 triliun. Bukan karena pemerintah pilih kasih, hanya saja utang Garuda Indonesia terkait dengan perusahaan di luar negeri yaitu pabrikan Airbus. Dimana jika utang tidak dilunaskan segera maka peluang Garuda Indonesia untuk tidak boleh terbang akan terjadi alias "tercaplok". 

Selain itu, maskapai Merpati hanya melayani penerbangan domestik saja sehingga yang diprioritaskan terlebih dahulu adalah Garuda Indonesia.

Soal utang-mengutang, Lion Air pun juga tidak kalah peran. Berdasarkan berita yang dibaca penulis, Lion Air Group juga berutang ke pihak Bank AS karena memborong 50 pesawat boeing berkategori jet 737. Dan dana yang digunakan 100% adalah dana pinjaman. Jika dirupiahkan, berkisar Rp. 84 triliun. 

Ditambah lagi sama-sama kelompok perusahaan swasta asing, Sriwijaya Group yang  memiliki utang jangka panjang ke Garuda Indonesia sebesar Rp.355 M. Lucunya, telah terjadi rantai-merantai utang dalam hal ini.

Meskipun status perusahaan-perusahaan asing swasta menyedot ekonomi rakyat Indonesia dikarenakan menambah kas bagi negara-negara asing seperti Singapura, Amerika, dan Eropa, perusahaan-perusahaan asing sangat diperlukan kontribusinya bagi Indonesia.

Perusahaan-perusahaan BUMN khususnya maskapai Indonesia (Garuda Indonesia, Merpati Airlines) merupakan perusahaan milik pemerintah, "agent of development", sehingga tidak berorientasi pada keuntungan. Dalam arti kehadiran perusahaan maskapai swasta dapat menimimalkan monopoli, sehingga memunculkan persaingan. Jika hanya didominasikan perusahaan milik pememrintah akan menimbulkan inefisiensi karena adanya monopoli.

Keterlibatan sektor swasta menguatkan perekonomian Indonesia baik itu dari segi meningkatkan kegiatan produksi-konsumsi-distribusi, mengurangi angka pengangguran karena menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memenuhi devisa negara melalui pajak yang dibayarkan, membantu dalam pembangunan negara, juga pemerataan pendapatan masyarakat sehingga bermuara meningkatkan perekonomian di Indonesia. Jadi, tidak bisa disalahkan kehadiran-kehadiran maskapai swasta tersebut di Indonesia.

Dunia penerbangan yang semakin marak harus dibarengi juga dengan keamanan dan keselamatan pesawat yang tinggi. Pemerintah harus lebih fokus pada kelaikan pesawat terlebih dahulu. Mengingat Merpati yang sempat vakum dalam waktu yang lama yaitu 4 tahun. Meskipun begitu negara kita patut mengapresiasi keoptimisan komitmennya untuk bangkit

Tidak seperti Merpati Airlines. Batavia Air, Jatayu, Adam Air, atau Sempati Air, maskapai yang sempat melegenda ini sudah tidak mengudara lagi, baik itu di dunia penerbangan baik domestik, internasional maupun perintis. 

Ada juga beberapa sebagian orang pasti sudah melupakan maskapai yang sempat menghiasi langit Indonesia ini, seperti Indonesian Airlines, Linus Airways, Papua Airlines, Bali Air, Air Paradise, Asia Avia Airlines (berbasis di Medan), Dirgantara Air Services, Pasific Royale Airways, Megantara Air, Nusantara Buana Air dan Top Air. Sebagian besar dicabut izinnya oleh Kementerian Perhubungan karena kualitas keamanan maskapai yang tidak menjamin keselamatan penerbangan.

Jatuhnya pesawat Lion Air dengan kode penerbangan JT610 yang merupakan kategori pesawat jet Boeing737 Max 8 merupakan tergolong sangat baru. 

Pesawat ini selesai dibuat pada tahun 2018. Menurut Boeing, seri 737 Max adalah pesawat yang paling cepat terjual dalam sejarahnya dan telah menerima hampir 4.700 pesanan. Yang diiming-imingkan dipesan oleh berbagai maskapai seperti Americam Airlines, United Airlines, Norwegian, dan FlyDubai. Namun siapa yang tidak menyangka, pesawat yang baru dioperasikan 15 Agustus 2018 yang diterbangkan dengan kapten pilot dan kopilot ahli dengan ribuan jam kerja saja bisa jatuh. Karena seperti yang kita tahu pesawat yang sudah tualah yang beresiko paling tinggi (mengalami kecelakaan).

Ostrower, editor media penerbangan The Air Current mengatakan, "selalu ada masalah saat tumbuhnya gigi baru (teething) itu umum, tetapi jauh dari sesuatu yang dapat mengancam keamanan sebuat pesawat".

Meski begitu, pemerintah dan juga berbagai pihak sebaiknya tidak boleh mengganggap hal ini sepele. Meskipun Merpati akan terbang dengan tidak menggunakan pesawat Boeing dan Airbus, tetap saja pesawat produksi Rusia tidak akan menjamin keselamatan penerbangan. 

Pakar Keamanan Transportasi Jerman, Prof. Dr. Elmar Giemulla mengungkapkan kepada DW Indonesia, kecelakaan yang terjadi tidak lama dari lepas landas merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh masalah pemeliharaan (perawatan). "Diduga berasal dari indikator kecepatan pesawat karena ada permasalahan pada tabung pitot pesawat. 

Jadi jika tabung ini terblokirkan karena es atau kelembaban atau masuknya serangga dapat memberikan kekeliruan bagi pilot karena indikator kecepatannya yang tidak berfungsi dengan baik", tambahnya.

Kita tidak akan menyangka masalah-masalah kecil yang diluar dugaan dapat berujung pada masalah besar di dunia permaskapaian Indonesia. Meskipun butuh hingga enam bulan untuk mengungkapkan penyebab sebenarnya, kita semua harus saling bertafakur dalam menanggapi permasalahan seperti ini. 

Baik itu dari pemerintah, manajemen maskapai maupun kita sebagai penumpang. Karena keselamatan bukan cuman tanggung jawab regulator dan pengelola saja. Melainkan seluruh komunitas yang berada di sisi udara. Mengubah mindset kita untuk saling bekerja sama meningkatkan keselamatan penerbangan dengan cara menaati peraturan yang berlaku baik itu sebelum menaiki pesawat maupun ketika berada di dalamnya. Terutama masalah menonaktifkan atau menyetel mode pesawat di ponsel genggam kita pada saat di dalam pesawat. 

Karena masih banyak hal yang harus dilakukan dalam peningkatan dan pembenahan maskapai, baik itu di sisi udara maupun di sisi darat (bandara) demi mewujudkan keselamatan dan keamanan kita semua (*)

*Penulis adalah alumnus S2 USU dan bergiat dalam Perkamen (Perhimpunan Suka Menulis)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun