Hujan di bulan Januari, banyak orang memilih berteduh dan berdiam diri di rumah dan bercengkrama dengan keluarga. Bahkan seekor kambing pun memilih diam membisu dibawah pohon daripada harus mencari makan ditengah rintihan hujan deras. Angin kencang berhasil menghembus ke sela-sela rumah tua dan bahkan merembet sampai pada ideologi falsafah. Darimana asal muasal Hujan dan Angin ini.? Mungkinkah ini adalah hukum alam tanpa melibatkan Tuhan ? Ataukah kehendak Tuhan atas alam ? Pertanyaan tersebut di jeda dulu untuk dijawab.
Sembari memaknai kinerja alam yang membingungkan tersebut, beberapa diskusi liar di kumandangkan lewat perundingan didalam rumah tua. Didalam rumah tersebut, ada kawan saya yang bernama Vandy Bonjovi Salasa, biasa di sapa dengan Vandy, beliau aktif dibeberapa organisasi intra kampus dan ekstra kampus, beliau juga aktif dalam melakukan penetrasi ditengah-tengah masyarakat lewat kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki. Tak ketinggalan juga sang peracik kopi yang disapa dengan sebutan Tox, nama aslinya Febrian Tjey. Febrian adalah seorang pendiam yang riang, kalau bahasa konyolnya, ia agak ke filsuf-filsufan.Â
Di samping saya perkenalkan teman-teman saya, tak lupa juga saya perkenalkan diri saya, nama saya Ikhlas Babua-Hodja, biasa disapa dengan Presiden Laef. Saya adalah satu dari sepuluh orang awam. Bukan siapa-siapa.! Selesai masa perkenalan paripurna, hehehehe, lahir pula pembahasan awam mengenai teks tentang alam tadi. Pembicaraan kita, tiba-tiba teralihkan dengan suara klakson motor didepan rumah yang telah banyak melahirkan gagasan, yakni rumah tua. Meskipun hanya mampu melahirkan gagasan-gagasan awam, namun itu mengasyikkan. Apa salahnya jika tulisan bung Dandhy Dwi Laksono, tentang, saatnya orang awam menggugat hari ini relevan ?
Oh iya, saya lupa perkenalkan siapa yang membunyikan suara klakson motor tadi. Ternyata kita kedatangan dua orang awam lagi, yakni si Bung Grek dan Bung Rion. Bung grek yang menerobos pintu masuk layaknya maling tiba-tiba duduk dan bertanya ;
Grek ; Kalian bertiga lagi ngapain ? Lagi diskusi tentang rambut panjang ya ? Memang si bung Grek pikirannya agak rancu soal pengetahuan, karena sering dikawinkan sama pikiran seks. Hehehehe. Lanjut pertanyaan tersebut ditanggapi sama si bung Tox.
Tox ; Bisa tidak jangan ceroboh menilai rasa kopi sebelum kau mencicipinya ? Agak jahil pertanyaan bung Tox, dengan maksud menyinggung si bung Grek. Namun dengan nada bercanda. Tak lupa giginya sedikit keluar.
Dari saling melempar pertanyaan semberono, tiba-tiba kita teralihkan dengan pertanyaan magis dari bung Rion.
Rion ; kawan-kawan, kalian bisa memaknai tidak dengan yang namanya tarian Coka iba? Tradisi Coka iba atau topeng setan adalah merupakan tradisi kuno masyarakat Halmahera Tengah yang dilakukan setiap tanggal 12 Robiul Awal, tepatnya saat umat Islam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi tersebut dilakukan masyarakat Halmahera Tengah sebagai bentuk kegembiraan.
Dalam proses ritual coka iba, sehari sebelumnya sejumlah imam mesjid dan bobato alkhairat (jabatan imam dalam strata kesultanan tidore) terlebih dahulu melakukan pembacaan puji-pujian usia sholat magrib dan isya. Sambil membacakan puji-pujian, sejumlah warga yang banyak didominasi pemuda pun terlihat menyiapkan sejumlah perlengkapan coka iba seperti topeng setan dan rotan.
Biasanya bentuk topeng ini dirahasiakan masing masing warga, sehingga mereka tidak mudah dikenali. Dulunya topeng yang dipakai selalu menampilkan wajah seram dan menakutkan, namun seiring perkembangan zaman, bentuk topeng pun dirubah sesuai dengan kreasi masing-masing pembuatnya.
Pertanyaan bung Rion ternyata berhasil mengelabui diskusi kita tentang alam tadi. Namun ada sedikit kesamaan, karena keduanya membutuhkan pemikiran filosofis. Yang satu berkiblat tentang alam dan yang berikut mengarah pada kekuatan magis.
Disamping kita mengkaji secara harafiah tentang kedua pertanyaan tersebut. Kita juga sembari memakan gorengan hasil buatan dari bung Tox yang merangkap sebagai peracik kopi sekaligus pembuat hidangan ringan. Hebat bukan ? Hahahahaha
Sebelum klimaks kita membahas tema yang tiba-tiba lahir tadi, si bung Grek lebih duluan lemah syahwat sebelum sampai pada puncak kenikmatan berpikir. Ambyarr pemikirannya.!!
Lalu pernyataan membosankan keluar dari mulut si bung Grek. Maklum karena beliau sering kacau kalau urusan filsafat kayak begini. Pikirannya hanya dua, kalau bukan seks, ya makan. Hehehehe
Grek ; bagaimana kalau kita lebih eksis membicarakan Budaya yang ada di Maluku Utara, terlebih khususnya Halmahera Barat. Dan menjadikan itu sebagai marcusuar Dunia. !
Kami pun terheran-heran dan terkejut-kejut mendengar pernyataan bung Grek. Perasaan, si dia pikirannya hanya berbau seks dan makan saja. Buktinya pertanyaan sebelumnya belum terselesaikan, dia sudah berani merengek pada pernyataan sempurna. Huffft..!!
Yasudah lah, kami kemudian sepakat dengan bung Grek, karena ia juga bagian dari orang yang paling muda diantara kita, sewajarnya lah ketika kali ini kita mengikuti kemauan beliau. Karena pada faktum historis juga sudah menjelaskan, pemuda memiliki andil besar terhadap kemerdekaan bangsa kita.Â
Mulailah perbincangan kita mengenai suku dan budaya yang ada di Maluku Utara. Dimulai dari saya sendiri.
Presiden laef ; saya memiliki dua historis yang melekat pada darah dan daging saya. Selain dari suku Tobelo, Halmahera Utara, saya juga bagian dari suku Sahu, Halmahera Barat. Disini saya lebih menggubris tentang kultur orang-orang Sahu. Maklum karena saya lahir di Sahu. lanjut tentang suku Sahu, singkat cerita, dari catatan sejarah mengenai suku Sahu yang pernah ditulis oleh Prof. Dr Leontine E. Visser dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Pertanian Dan Kebudayaan Sahu Di Halmahera". Leontine menceritakan proses gotong royong orang-orang suku Sahu dalam melakukan kegiatan-kegiatan Pertanian. Misalnya Budidaya Padi Ladang, ada pembagian kelompok dalam melakukan kegiatan tersebut, biasanya para wanita memegang ruas bambu yang didalamnya berisi benih dari padi dan laki-laki cenderung membuat lubang-lubang kecil untuk menanam benih padi tersebut.
Yang menarik disini, setalah penanaman dan puncak daripada hasil panen. Suku Sahu selalu menjalankan ritual adat yang dikenal sebagai makan-makan adat atau dalam bahasa Sahu adalah, Orom Sasadu. Ada beberapa pertunjukan tarian tradisional dan sebagainya disini.
Secara ringkas saya perkenalkan adat dan budaya suku Sahu di depan kawan-kawan saya lewat percakapan di beranda rumah tua. Lanjut bung Vandy menambahkan soal rampungnya kultur daripada orang-orang Halmahera Barat yang didalamnya terdapat juga suku Wayoli yang memiliki kemiripan. Disini saya terdiam dan sedikit jahil kepada bung Grek. Kok bung Grek tidak menanggapi dan menambahkan ya ? Padahal ide ini muncul dari si dia. Tapi yasudah lah, yang terpenting diskusi ini semakin mengerucut lagi tanpa harus ada pernyataan sikap dari bung Grek. Wkwkwkwkw. Lanjut dari bung Vandy.
Vandy ; bagi saya selain suku Sahu, di Halmahera Barat sendiri juga terdapat suku Wayoli yang tak kalah eksis pada zamannya. Dari zaman kerajaan kesultanan Jailolo seperti apa yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa kedua suku ini memiliki kemiripan dan sama-sama memiliki andil besar terhadap ekspansi dan eksodus orang-orang Halmahera.
Rekam jejak kedua suku ini seharusnya menjadi icon yang harus didorong dan dipahami betul pada kalangan-kalangan  anak muda dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia bahkan Dunia, karena lewat kedua suku tadi lah hasil rempah-rempah yang dikirim sampai ke Mesir dan Eropa.
Setelah argumentasi singkat dari bung Vandy, kemudian saya mencoba untuk membuat kawan-kawan lain agar tidak menjadi pendengar setia dan baik. Karena saya yakin masih banyak cerita dan faktum sejarah yang akan lahir dari kawan-kawan yang hadir ini.
Presiden laef ;baiklah kawan-kawanku seperjuangan, sebangsa dan setanah air. Alih-alih membacakan pidato layaknya Bung Karno. Wkwkwkw. Apa premis dasar dari kawan-kawan yang lain tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat Halmahera Barat.? Apakah hanya sebatas pemaparan dari kedua orang awam, saya dan bung Vandy saja ? Sedikit jahat memang, tetapi itulah ciri khas saya sebagai orang awam yang nantinya akan menggugat.
Tanggap bung Grek dan Rion dan melirik bung Tox yang diam-diam menggerogoti gorengan. Krenyes, krenyes. Eheem.! Jadi begini saja bung Pres dan Vandy, karena waktu sudah terlanjur larut, maka kita pending saja dulu pembahasan kita kali ini. Jawaban tersebut sebenarnya sudah terpikirkan dari saya sebelum bung Grek menanggapi komentar saya tadi. Dasar Cabul, kata saya, sambil ketawa terbahak-bahak dan diikuti oleh yang lainnya.
Sejatinya, kita semua terlahir di dapur yang sama, di rumah yang sama, cerita yang sama dan memiliki cara pandang yang sama. Lewat beranda di percakapan Rumah Tua. Kita mendedikasikan diri kita lewat pertemuan dan pembahasan-pembahasan awam kita dan tetap memegang pada tulisannya bung Dandhy Dwi Laksono, bahwa saatnya orang Awam menggugat. Bukan untuk mengkultuskan bung Dandy, hanya saja pemaknaan kalimat tersebut sangatlah dalam bagi kami. Dengan segala keterbatasan, kami berharap masih ada gagasan-gagasan yang lahir dari pintu masuk Rumah Tua kita, hari ini, esok dan nanti.
Salam Perjuangan Masyarakat Awam..!
Bersambung..!!!
Jailolo, 29 mei 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H